Antara Barang Bekas dan Gaya Hidup
Oleh : Reni Adelina
(Tim Media Akhwat Negeri Gurindam)
TANAH RIBATH MEDIA - Ribuan karung berisi barang bekas berupa pakaian dan sejenisnya (balpres) dimusnahkan di PT. Desa Air Cargo yang berada di wilayah Kecamatan Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Telah ditaksir barang bekas yang dimusnahkan oleh Bea Cukai Batam berupa pakaian, tas, sepatu, mainan dan barang lainnya senilai Rp17 Miliar (3/4).
Kota Batam dikenal sebagai distributor barang bekas terbesar di Indonesia. Seperti Jakarta, Medan, Bandung dan beberapa kota lainya juga ikut meramaikan jual beli barang bekas impor yang telah diperoleh dari Kota Batam. Hampir sebagian besar barang bekas yang ada di Kota Batam berasal dari negara tetangga yakni Singapura.
Pemerintah sendiri telah melarang barang bekas impor utamanya pakaian. Larangan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022.
Antusiasme masyarakat terhadap jual beli barang bekas begitu sangat tinggi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peredaran barang impor bekas begitu digandrungi masyarakat. Pertama, kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah, sehingga masyarakat memilih untuk berwirausaha dengan menjual barang bekas, dengan modal yang kecil mampu meraup keuntungan yang lumayan besar. Kedua, gaya hidup masyarakat yang konsumtif. Gaya hidup konsumtif telah menjangkiti masyarakat dari berbagai kalangan. Barang bekas impor terutama pakaian, tas dan sepatu menjadi daya pikat tersendiri, dengan budget yang kecil mampu mendapatkan barang-barang dengan merk terkenal. Tentunya hal ini disenangi para konsumen dari pada harus membeli barang baru dengan harga yang lebih mahal. Ketiga, lemahnya kontrol dari berbagai pihak terhadap pendistribusian barang-barang bekas sejak dulu. Keempat, kesejahteraan masyarakat belum merata sehingga tidak sedikit masyarakat yang memilih membeli barang-barang bekas sebagai alternatif gaya hidup.
Seyogianya, pemerintah haruslah memberikan contoh serta teladan, berupa edukasi agar masyarakat tidak bersikap konsumtif dan hedonisme. Apalagi tren para pejabat dan keluarganya yang flexing juga menjadi sorotan masyarakat saat ini. Jadi larangan yang ada tidak hanya sekadar larangan namun wajib diimbangi dengan solusi yang pasti. Sehingga tidak membuat beberapa pihak dilematis, terutama para pedagang barang bekas impor.
Pemerintah juga harus memberikan teladan yang baik dan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya agar masyarakat sejahtera dan tidak mengais rezeki dari barang-barang bekas impor.
Selain itu, sudah seharusnya ada sebuah sistem yang mengatur kehidupan hari ini, mengingat negara Indonesia bermayoritas muslim. Maka sudah selayaknya menerapkan aturan Islam secara sempurna agar pemikiran dan perbuatan seperti konsumtif dan hedonisme dapat dicegah dengan penerapan syariat Islam oleh negara. Wallahua'alam
Posting Komentar