Opini
Bullying Makin Marak dan Sadis, Indonesia Darurat Kekerasan
Oleh: Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
TanahRibathMedia.Com—Mengapa kekerasan kian marak di kalangan anak? Kali ini bocah kelas 2 SD yang menjadi korbannya hingga meregang nyawa. Menjadi PR bersama pola pendidikan di negeri ini, banyak yang harus dievaluasi. Negara pun memiliki peran yang sangat penting, karena jika generasi sekarang rusak bagaimana nasib negara ini ke depannya?
Sungguh malang nasib seorang bocah MH (9) siswa dari sekolah dasar (SD) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sekolah, tempat yang harusnya dipakai menimba ilmu, dihiasi dengan keceriaan bersama teman-temannya, digunakan sebagai tempat melakukan kekerasan dan menyebabkan korban meninggal dunia di rumah sakit. Diduga akibat dikeroyok teman dan kakak kelasnya. Korban dianiaya di lingkungan sekolah oleh 4 orang kakak kelas dan temannya. Akibat penganiayaan itu korban mengeluh dada dan punggungnya sakit dan sesak napas. Dari keterangan dokter, korban mengalami luka di bagian dada, punggung, kepala, rahang, dan berdarah dari mulut. Sempat dirawat di rumah sakit empat hari, namun nyawanya tak tertolong (CNNIndonesia.com, 22-5-2023).
Faktor Penyebab
Tak henti berita kekerasan melanda negeri ini, sempat heboh pelajar melakukan bullying hingga menghilangkan nyawa temannya sendiri. Dunia pesantren pun tak luput dari kejadian nahas itu, korban kekerasan hingga tewas. Tawuran antar pelajar dan sekolah menjadi pemandangan yang biasa. Apakah wajah dan perilaku sangar serta premanisme yang hendak diciptakan oleh negeri ini pada generasi?
Tak ada asap jika tak ada api. Perilaku buas yang dipertontonkan generasi bisa jadi buah dari aturan yang melekat selama ini. Aturan yang mengerdilkan prinsip agama agar tidak masuk pada ranah negara. Sehingga manusia khususnya muslim, menjadikan agama hanya sebagai ritual saja bukan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan, jika manusia berjalan di tengah kegelapan tanpa cahaya yang menuntun. Tersesat hilang arah.
Begitulah gambaran kehidupan saat ini, karena kering dari ajaran agama yang mengatur mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat hingga negara. Sekularisme telah banyak merusak dan memakan korban, membuat para orang tua kurang menanamkan nilai agama pada anak-anaknya di rumah. Di sekolah, pendidikan agama hanya ala kadarnya saja sebagai pemoles. Di masyarakat tidak ada istilah amar makruf nahi mungkar, untuk saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan dan kebenaran di jalan Allah.
Terpenting, negara yang memiliki peran sangat besar dalam menerapkan aturan yang bisa mengondisikan warga negaranya memiliki etika, adab dan perilaku yang baik. Mulai dari asas pendidikan yang digunakan, kurikulum yang dipakai, habit yang dibentuk, materi pelajaran yang membentuk generasi beradab, saleh dan cerdas. Guru yang patut menjadi teladan yang baik serta sistem pendidikan yang integral antara kecerdasan, kesalehan, dan perilaku yang baik.
Namun, tidak dimungkiri bahwa tidak akan bisa didapat generasi yang saleh taat pada ajaran agama dan berprestasi di dunia akademik jika sistem yang ada tidak menggunakan agama sebagai asas atau dasar pendidikan dan aturan bernegara. Ya, tidak bisa lahir generasi beradab dan berprestasi dalam sistem sekularisme. Maka, untuk menyelamatkan generasi aturan Islam harus segera diterapkan. Karena hanya dengan aturan Islam, umat bisa selamat dengan menjadikan agama sebagai dasar pijakan dan pedoman dalam bernegara.
Pola Pendidikan dalam Islam
Islam mencetak generasi berkepribadian Islam, di mana pola pikir dan pola sikap berstandar hanya pada Islam. Jika boleh dalam Islam, dilakukan. Jika tidak boleh, maka tidak dilakukan. Termasuk kekerasan adalah hal yang dilarang dalam Islam, karena yang diajarkan dalam Islam adalah saling menyayangi sesama muslim.
Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa yang tidak belas kasihan kepada yang lebih kecil dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua maka ia bukan dari golongan kami.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar ra)
Pendidikan bukan hanya sekadar pintar dan cerdas dalam prestasi akademik, tapi output pendidikan dalam Islam terintegral. Yaitu membentuk siswa memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqafah dan ilmu pengetahuan, serta memiliki skill dan keterampilan. Keimanan yang dididik dari kecil oleh orang tua dan dikuatkan di sekolah menjadi pondasi serta self control dalam kehidupan. Sehingga, ketika anak akan berbuat sesuatu dia akan berpikir apakah boleh atau tidak dalam Islam. Anak diberi pemahaman, jika sudah balig semua perbuatan harus berani dipertanggungjawabkan. Semua akan dihisab di hari akhir.
Oleh karena itu, anak akan sangat hati-hati dalam berucap dan bertindak. Semua terpola di rumah, sekolah, lingkungan masyarakat yang hidup suasana amar makruf nahi mungkar dan negara mengondisikan rakyatnya untuk terus memperkuat keimanan dan ketaatan kepada Allah. Karena visi dalam Islam ialah mempersiapkan kehidupan setelah kehidupan di dunia yaitu di akhirat. Maka, dunia sebagai tempat persinggahan adalah tempat menanam benih dan mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk pulang ke kampung akhirat.
Siapa yang tidak ingin aturan yang membuat damai, tentram, saling menyayangi antar sesama dan saling menghormati pada yang lebih tua? Siapa pun pasti menginginkan suasana yang indah penuh ketaatan kepada Allah, terjaga dari hal-hal yang tidak baik. Sibuk berlomba dalam kebaikan, fokus pada kehidupan akhirat sehingga terwujud rasa persaudaraan berdasarkan keimanan.
Allahua’lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar