Opini
Calon Pejabat Bermaksiat?
Oleh: L. Nur Salamah, S.Pd
(Penulis, Pengasuh Kajian Mutiara Ummat)
TanahRibathMedia.Com—Mengejutkan. Sempat heboh dan menghiasi hampir setiap beranda media, seorang pejabat dengan tanpa rasa malu mengungkapkan bahwa dirinya suka nonton video porno. Ironisnya lagi, malah dinobatkan sebagai capres pada pesta demokrasi 2024 mendatang.
Sebagai masyarakat muslim, penonton konstelasi politik jelas merasa gerah dan gregetan. Bagaimana tidak. Suatu perbuatan yang jelas-jelas tidak pantas bahkan diharamkan dalam Islam, malah publik disuruh diam, tidak usah mempermasalahkan capres yang bermaksiat.
Anehnya lagi, capres tersebut adalah seorang muslim. Hal itu tampak jelas pada gelar yang melekat pada dirinya yaitu haji. Sehingga, tidak diragukan lagi kemuslimannya.
Sebagai masyarakat muslim, dalam setiap amal perbuatan harus tetap berpedoman pada rambu-rambu syariat. Tolok ukur suatu perbuatan adalah halal atau haram, termasuk dalam hal memilih pemimpin.
Dalam pandangan Islam, ketika memilih pemimpin atau penguasa yang akan menduduki jabatan khalifah/ Imam/ Sultan ada tujuh sarat yang harus dipenuhi, yaitu:
Pertama, khalifah atau penguasa itu harus seorang muslim. Jelas tidak sah kepemimpinan diserahkan kepada orang kafir dan sebagai masyarakat tidak wajib menaatinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 141, yang artinya, "Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin".
Kedua, khalifah atau penguasa harus seorang laki-laki. Artinya perempuannya tidak boleh menjabat sebagai khalifah atau penguasa, hukumnya tidak sah. Sebagaimana sabda Nabi SAW, yang artinya, "Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan". (HR. Bukhari)
Ketiga, khalifah atau penguasa harus balig, artinya khalifah tidak boleh orang yang belum balig.
Keempat, khalifah atau penguasa harus yang berakal. Orang gila tidak sah menjadi seorang pemimpin atau penguasa. Sebab, akal merupakan tempat pembebanan hukum. Sedangkan penguasa memiliki amanah mengatur berbagai urusan pemerintahan dan beban-beban syariat. Sehingga jelas tidak sah orang gila menjabat sebagai khalifah atau penguasa.
Kelima, khalifah atau penguasa harus adil. Dalam sarah kitab yang lain, adil memiliki arti senantiasa menghindarkan dirinya dari dosa-dosa kecil. Kalau sudah nonton video porno ini bukan lagi dosa kecil. Maka, seyogyanya, sebaiknya, semestinya sebagai seorang muslim tidaklah berlaku maksiat. Apalagi mengumbar aibnya di depan khalayak umum. Astaghfirullah.
Keenam, khalifah atau penguasa harus merdeka. Seorang hamba sahaya atau seseorang yang hidup dalam bayang-bayang pihak lain jelas tidak memiliki kewenangan dalam mengatur urusan.
Terakhir, khalifah atau penguasa harus orang yang mampu. Artinya mampu menjalankan amanah kepemimpinan. Ini hari muncul fenomena Ruwaibidhah, yaitu orang dungu atau jahil ngurusin urusan umat (politik), maka wajar jika semakin hari menuju kepada kehancuran.
Jika ketujuh sarat di atas sudah terpenuhi, maka dalam menjalankan kepemimpinan juga harus sesuai dengan syariat yakni menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Jika yang diterapkan ternyata bukan berdasarkan Islam, atau hukum selain Islam, menghalalkan yang haram melegalkan kemaksiatan dan pelaku maksiat, jika kita tetap memilihnya, selama ia duduk dalam kursi pemerintahannya maka kita terkena dosa jariyah.
Allahua'lam bisshowwab.
Via
Opini
Posting Komentar