Opini
Kasus Bullying Kenapa Terus Berulang?
Oleh: Umi Hanifah
(Aktivis Muslimah Jawa Timur)
TanahRibathMedia.Com—Kasus bullying terus berulang, yang lebih miris lagi pelaku kebanyakan anak muda bahkan usia SD. Masih lekat di ingatan perundungan anak SD yang memaksa teman mainnya berhubungan tidak senonoh dengan kucing, akibatnya sangat fatal korban depresi hingga tewas karena menanggung malu.
Perundungan atau bullying di Kebumen, Jawa Tengah viral di media sosial. Video berdurasi 1.07 menit itu memperlihatkan seorang anak berseragam warna putih bercelana putih mengenakan sepatu, merundung salah seorang anak mengenakan baju batik yang menggendong tas. Dalam video yang viral di medsos tersebut memperlihatkan sang anak melakukan kekerasan terhadap yang berbaju batik. (tvonenews.com, 5-5-2023)
Dan masih banyak lagi kasus serupa yang menyebabkan korban berakhir dengan meregang nyawa. Padahal mereka masih anak-anak yang dunianya seputar bermain, namun hari ini kita dihadapkan fakta bahwa mereka bisa bertindak kejam bahkan brutal di luar nalar. Mengapa kasus serupa terus berulang? Padahal pemerintah sudah membuat Kota Ramah Anak dan program pencegahan perundungan?
Ada beberapa hal kenapa perundungan atau bullying terus berulang:
Pertama, lemahnya peran orang tua. Hari ini banyak orang tua yang sibuk di luar rumah, ayah dan ibu sama-sama bekerja sehingga anak-anak terabaikan kasih sayangnya. Mereka tumbuh liar, susah dikendalikan, baik ucapan atau perilakunya karena terpengaruh lingkungan. Anak-anak tak mendapatkan figur teladan, hingga memilih teman di luar yang tak tentu arah.
Kedua, bebasnya konten kekerasan di sosial media sangat berpengaruh pada pribadi anak-anak. Tayangan anak-anak pun kerap kali menayangkan tindakan kekerasan. Setiap ada masalah, maka solusinya seperti yang dilihatnya dengan memukul, menendang, menampar, menginjak hingga hingga kekerasan lainnya dan berujung kematia.
Ketiga, sistem hidup yang diterapkan adalah sekuralisme-liberalisme. Sistem yang menyingkirkan aturan agama menjadikan anak-anak bebas melakukan apa saja tanpa takut berdosa. Masyarakat pun tak peduli dengan polah mereka, akibatnya tumbuh kembangnya jauh dari harapan generasi kuat calon pemimpin masa depan.
Keempat, negara abai dalam menjalankan tugasnya melindungi keselamatan jiwa rakyatnya. Terbukti kasusnya terus berulang. Jika negara bertindak tegas dengan menghukum pelakunya maka tindakan serupa tak akan terulang. Sejatinya anak-anak usia SD sudah tahu mana yang benar dan salah, ketika terbukti melakukan kesalahan harus tetap ditindak. Hukuman harus memberikan efek jera agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Dalam lslam, jika pelaku perundungan sudah baligh akan diberi sanksi tegas. Baligh adalah tanda ia sudah dewasa meskipun usianya masih SD, yaitu ketika mendapati mimpi basah. Perlakuan terhadap mereka sama dengan orang dewasa. Maka sanksi yang diberikan adalah qishash, pembalasan yang serupa dengan apa yang dilakukan.
Qishash terhadap pelaku penganiayaan terhadap orang lain dan jenis sanksinya sudah ditetapkan oleh syariat. Misal, memukul hingga merontokkan tiga gigi maka akan dibalas yang sama, mematahkan hidung sanksinya dibalas yang sama, membunuh maka akan diberi sanksi yang serupa pula.
Dengan tindakan tegas dari negara berupa qishash, siapapun akan berpikir ulang jika akan melakukan tindakan kekerasan, perundungan atau bullying. Selanjutnya jika sudah diterapkan sanksi di dunia, akan bisa menebus pedihnya azab di akhirat kelak.
Di samping itu, negara juga harus mendidik masyarakat untuk taat di manapun berada, dengan ketaatan maka tindakan kekerasan akan bisa dihentikan. Negara juga akan melarang tayangan kekerasan dan memberi sanksi tegas terhadap siapa saja yang membuat dan menyebarkan konten kekerasan. Sanksi bisa berupa denda, penjara, dan hukuman mati yang keputusannya diserahkan pada ijtihad pemimpin.
Dengan demikian, perundungan tidak akan berulang jika yang diterapkan adalah sistem lslam dalam seluruh aspek kehidupan. Sebaliknya, bullying akan terus terjadi karena memakai sistem rusak dan merusak yaitu sekularisme-liberalisme.
Wallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar