Opini
Kebangkitan Pemuda dan Titik Perubahan
Oleh: Maman El Hakiem
(Kontributor Tetap TanahRibathMedia.Com)
TanahRibathMedia.Com—Hari Kebangkitan Nasional selalu diperingati setiap tahunnya pada 20 Mei di Indonesia. Perayaan ini memiliki latar belakang sejarah yang penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peringatan hari kebangkitan nasional ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran nasionalisme, menghormati para pahlawan perjuangan kemerdekaan, serta menginspirasi generasi muda Indonesia untuk menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan, kebangsaan, dan kemerdekaan.
Meluruskan Sejarah Bangsa
Jika mencermati sejarah panjang perjuangan bangsa ini, sebenarnya ada catatan sejarah peran kaum muslim yang dikaburkan, bahkan mungkin dikuburkan. Upaya meraih kemerdekaan dari penjajahan asing tidak lepas dari semangat (ghirah) yang dilandasi semangat tauhid dari tokoh ulama seperti peran HOS Cokroaminoto dengan pergerakan Syarikat Islam (SI) yang kemudian oleh kolonialisme-nasionalime dibendung dengan gerakan Boedi Oetomo yang didirikan oleh Soetomo dan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Gerakan pemuda inilah yang menjadi cikal bakal kebangkitan nasional.
Padahal sejatinya merupakan gerakan yang dibentuk kolonialisme untuk membendung munculnya ghirah umat Islam untuk menjalankan syariat Islam, seperti apa yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan persyarikatan Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asy'ari dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Hal yang wajar jika saat ini pemuda hanya mengenal gerakan Boedi Oetomo sebagai pelopor kebangkitan. Padahal faktanya gerakan pembaharuan pemikiran umat diawali dengan kehadiran para tokoh ulama melalui Syarikat Islam (SI), Muhammadiyah, NU dan lainnya yang banyak memotivasi para pemuda dengan seruan jihadnya sehingga muncul tokoh pemuda heroik Bung Tomo dengan seruan takbirnya pada perang 10 Nopember 1945 di Surabaya.
Pemuda Aktor Perubahan
Pemuda adalah fase emas kehidupan manusia yang memiliki vitalitas dan energisitas untuk melakukan perubahan. Menurut data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri tahun 2022, tercatat 69,3% dari populasi penduduk Indonesia adalah generasi muda yang diharapkan oleh Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat harus mampu menghasilkan berbagai gagasan yang mampu membangun, sekaligus melestarikan nilai-nilai kebangsaan (Detik.Com, 19/5/2023).
Hanya saja yang perlu kita kritisi, pemuda harusnya bukan untuk diarahkan kepada pola pikir sekularisme yang menekankan pada nilai-nilai materialisme semata. Sekalipun data lain dari Kementerian Koperasi dan UKM mencatat 70% anak muda Indonesia ingin menjadi pebisnis.
Harus ada pemahaman atau pola pikir yang baru, bahwa pemuda yang akan menjadi tumpuan perubahan sebuah bangsa yang lebih baik harus dimulai dari penguatan fondasi dasarnya, yaitu adanya pemahaman yang benar tentang cara pandang kehidupan.
Urgensi Perubahan Pola Pikir Islam
Hal inilah yang menjadi perhatian khusus Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya "Nidzam Al Islam", menjelaskan bahwa titik tolak kebangkitan umat harus dimulai dari perubahan pola pikir tentang jati diri manusia, alam semesta dan kehidupan berkaitan dengan cara pandangnya, sehingga ia mampu melakukan perubahan dengan standar akidah yang benar, yaitu akidah Islam.
Kebangkitan umat sering kali berhubungan dengan perubahan pemikiran umat. Proses kebangkitan umat sering dimulai dengan adanya dorongan atau kesadaran baru di kalangan individu-individu dalam masyarakat. Dorongan ini bisa berupa pemahaman baru tentang isu-isu sosial, politik, ekonomi, atau nilai-nilai yang mendasari tatanan masyarakat.
Ketika individu-individu dalam masyarakat mulai memiliki pemahaman baru, mereka dapat mulai mempertanyakan status quo dan memperjuangkan perubahan. Perubahan pemikiran ini dapat melibatkan kritisisme terhadap ketidakadilan, diskriminasi, atau ketimpangan yang ada dalam masyarakat. Individu-individu tersebut mungkin merasa terdorong untuk mencari alternatif yang lebih baik atau solusi yang lebih adil untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Kebangkitan umat sering kali melibatkan proses sosialisasi politik dan kesadaran kolektif yang melibatkan berbagi pemikiran, ide-ide, dan nilai-nilai baru di antara anggota masyarakat. Diskusi, perdebatan, dan gerakan sosial dapat memainkan peran penting dalam mengubah pemikiran umat secara kolektif.
Dalam beberapa kasus, kebangkitan umat dapat mencakup peningkatan akses pendidikan dan informasi yang membantu individu-individu memperoleh pengetahuan baru dan memperluas wawasan mereka. Pendidikan yang lebih baik dapat membangkitkan kesadaran kritis, mempertajam keterampilan berpikir, dan memperluas cakrawala pemikiran individu.
Dengan demikian, kebangkitan dan perubahan pemikiran umat saling terkait dan saling memengaruhi. Perubahan pemikiran yang dimulai oleh individu-individu dapat menjadi pendorong bagi perubahan sosial yang lebih besar, sementara kebangkitan umat yang berkembang dapat memperkuat perubahan pemikiran individu dan mendorong masyarakat untuk bergerak menuju perubahan yang lebih baik.
Hal tersebut selaras dengan seruan Allah Swt. dalam makna ayat berikut ini, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'd: 11)
Ayat tersebut hendaknya menjadi pemicu dan pemacu generasi muda harapan bangsa meraih prestasi terbaiknya di era digitalisasi saat ini, bahkan kecenderungannya mengarah pada tren kecerdasan artifisial abad ini. Dalam konteks ini, Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar menyarankan pola didik generasi Islam seharusnya menggunakan rumus 4 C, yaitu membangun berpikir kritis (critical thinking), kreatif (creativity) agar mampu mencari solusi atas persoalan baru, mampu bekerjasama (collaboration) dengan berbagai orang, dan berkomunikasi efektif (communication) dengan segala macam ragam manusia.
Wallahu a’lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar