Opini
Penistaan Agama Terus Berulang, Bukti Negara Abai dalam Menjaga Akidah Umat Islam
Oleh: Emmy Emmalya
(Analis Mutiara Umat Institute)
TanahRibathMedia.Com—Akhir-akhir ini berita terkait penistaan terhadap agama semakin marak. Beberapa berita di antaranya adalah seorang selebgram LM yang ditetapkan sebagai tersangka penistaan agama karena mengucapkan bismillah saat makan olahan babi, tapi terakhir kasusnya dimaafkan dan tidak ditahan hanya karena alasan pelaku pelecehan agama itu memiliki sakit magh akut (CNNIndonesia, 29/04/2023).
Masih dari sumber yang sama, diberitakan peristiwa pelecehan yang dilakukan oleh seorang warga negara asing asal Australia terhadap imam masjid di salah satu masjid di Bandung dengan meludahi imam masjid tersebut. Dan hukuman terhadap bule itu hanya dideportase, tanpa ada tindakan hukum yang setimpal. Perusakan kaca masjid, fasilitas ibadah serta melempar Al-Qur’an juga terjadi di Sukabumi. Proses terhadap pelaku juga sama, hanya berakhir dengan dugaan gangguan jiwa. Padahal menurut penduduk setempat orang tersebut berasal dari daerah sekitar masjid dan bisa berkomunikasi seperti biasa (Detikjabar, 1/05/2023).
Semua peristiwa itu menunjukkan penistaan terhadap agama Islam terus terjadi dan berulang, seakan dibiarkan karena tidak pernah ditangani secara tuntas oleh negara dan hukuman yang diberikan pun tak memiliki efek jera. Bahkan negara seakan menganggap kasus ini hanya tindak kriminal biasa yang bisa selesai hanya dengan meminta maaf dan melupakan peristiwa tersebut. Lalu apa yang sebenarnya terjadi dengan berulangnya kasus penistaan agama ini?
Mengapa Pelaku Penista Agama Terus Berulang?
Berulangnya pelaku penista agama saat ini, tidak lepas dari sistem yang sedang diterapkan saat ini yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan alias sekularisme. Dalam sistem ini, peluang terjadinya penistaan agama sangatlah besar karena adanya pengakuan dari sistem ini yang menjamin kebebasan berpendapat dan menganggap bahwa masalah agama adalah masalah privasi.
Meskipun negara menggolongkan penistaan agama sebagai tindak pidana tapi sanksi yang diterapkan tidaklah mengandung efek jera. Dalam pasal 156 KUHP, penistaan agama diancam dengan penjara 5 tahun, artinya hukumannya bisa lebih ringan dari 5 tahun.
Tapi anehnya, arah penistaan agama ini selalu mengarah pada Islam dan pemeluknya. Sangat jarang mengenai pemeluk agama lain. Nilai HAM, demokrasi, dan toleransi pun hanya ‘pepesan kosong' saat dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum muslim.
Sementara negara seolah bungkam dengan kasus-kasus penistaan agama. Negara tidak melihat hal ini sebagai persoalan serius yang harus segera dicari akar masalahnya dan diselesaikan secara tuntas. Negara seolah meminta umat Islam untuk bersabar dan tidak boleh melawan terhadap penista agama. Demikianlah gambaran negara sekuler yang menggunakan aturan selain Islam dalam mengatur negara, sehingga menjadi wajar jika tidak ada keadilan dan penjagaan terhadap akidah warga negaranya.
Negara Islam Penjaga Kemuliaan Agama
Berbeda dengan negara yang berlandaskan pada Islam. Negara dalam Islam adalah salah satu pilar penjaga kemuliaan agama. Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera para penista agama dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya. Bahkan dalam sejarah Khil4f4h, tidak ditemukan sosok penguasa yang lemah menghadapi penista agama. Sebab Khil4f4h adalah institusi yang menerapkan syariat Islam secara kafah dalam kehidupan, mengemban dakwah ke seluruh dunia, melindungi kaum muslim, dan mengurus kemaslahatan mereka. Khil4f4h inilah yang akan menjadi junnah alias perisai bagi kaum muslim dari setiap teror dan serangan dari musuh-musuh Islam.
Di belakang khalifah, kaum muslim akan berperang melawan setiap pihak yang merusak kehormatan Islam dan kaum muslim. Sebab salah satu fungsi negara dalam Islam adalah menjaga agama dengan jalan menjaga akidah umat. Khil4f4h tidak akan pernah membiarkan siapa pun menista agama Islam. Negara justru akan menggencarkan dakwah Islam untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar umat terpelihara fitrahnya sebagai muslim yang tunduk pada penciptanya. Sekaligus mengantisipasi dan menutup semua celah terjadinya penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Lebih dari itu, melakukan pelecehan terhadap salah satu ajaran Islam tergolong tindakan yang diharamkan dalam Islam karena terkategori dosa besar dan pelakunya akan disanksi dengan hukuman yang sangat berat. Bahkan mayoritas ulama menetapkan bahwa mencaci-maki Allah, Rasulullah, Al-Qur'an dan semisalnya dihukumi kafir meskipun dilakukan dengan tujuan bercanda atau bermain-main. Jika pelakunya muslim maka ulama mazhab sepakat bahwa hukum yang dijatuhkan atasnya adalah hukuman mati.
Syaikh al Islam Ibnu Taimiyyah pernah menyatakan bahwa, “Jika orang yang mencaci-maki Islam tersebut adalah seorang muslim maka ia wajib dihukum bunuh berdasar ijma’ (kesepakatan ulama) karena ia telah menjadi orang kafir murtad dan ia lebih buruk dari orang kafir asli.” (As Saiful mashlul ‘ala Syatim Ar Rasul, hlm. 546).
Begitu pula Imam An-Nawawi pernah berkata, “Seandainya ia mengatakan dalam keadaan mabuk atau melakukan zina dengan melecehkan asma Allah, maka hukumnya kafir.” (Raudhatuth Thalibin (10/67)
Apalagi Allah Swt. telah memperingatkan terkait hal ini dalam surat At-Taubah ayat 65-66 berikut,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah kalian beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kalian (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
Sikap Kaum Muslim terhadap Pelaku Penista Agama
Bagi setiap orang yang mengaku muslim wajib hukumnya untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Seorang muslim tidak boleh diam saja ketika ajaran agamanya dilecehkan. Bentuk kemungkaran apalagi yang lebih besar dari pada mencela Islam?
Kewajiban amar makruf ini telah ditegaskan dalam sabda Nabi saw., "Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Jauzi dalam kitab Al Muntazham fii Tarikh Al Muluk wa Al Umam (16/1390), bahwasanya kaum muslim dalam sejarah pernah tercatat melakukan demonstrasi besar untuk memerangi pelaku maksiat utamanya para penghina agama.
Selain itu, seorang muslim pun harus berusaha untuk memahami agama secara benar dengan mempelajari Islam secara kafah dan selanjutnya mendakwahkan Islam kafah tersebut secara gencar di tengah-tengah umat, sehingga umat menyadari kewajiban penerapan syariat dalam bingkai Khil4f4h. Karena hanya dengan Khil4f4h para penista agama tidak akan berani lagi menghina ajaran Islam dan kaum muslim.
Wallahu a’lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar