Opini
Perlindungan Data, Hanya Islam Solusi Nyata
Oleh: Putri Az-Zahra
(Aktivis Muslimah Peduli Negeri, Pegiat literasi Islam Kota Dumai)
TanahRibathMedia.Com—Beberapa hari kemarin pengguna platform media sosial ramai membicarakan peretasan yang dilakukan oleh Lockbit terhadap Bank Syariah Indonesia (BSI). Media sosial dibuat geger, pasalnya sejak Senin 8 Mei 2023, semua layanan di BSI tidak bisa diakses. Hal ini tentu merugikan mereka sebagai nasabah BSI, pasalnya banyak di antara pengguna BSI adalah pebisnis. Oleh karenanya, banyak di antara mereka yang menghentikan transaksi penjualannya akibat uang tidak bisa ditransfer. Lebih dari itu sejumlah nasabah ada yang mengklaim telah mengalami kerugian karena uang mereka raib seketika.
Dilansir dari Tempo.Co, Jakarta, Lockbit bahkan diduga telah membeberkan data nasabah BSI yang dienkripsi ke dark web karena permintaan tebusannya tidak dituruti oleh BSI.
Data yang diklaim bocor meliputi data karyawan, dokumen keuangan, dokumen legal dan NDA. Sementara itu data pelanggan yang bocor di antaranya adalah nama, nomor ponsel, alamat, saldo di rekening, nomor rekening, histori transaksi, tanggal pembukaan rekening, informasi pekerjaan, dan beberapa data lainnya.
Menurut pengamat teknologi dari ICT Institute, Heru Sutadi menjelaskan apa yang terjadi di BSI sangat mungkin menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat dalam sistem perbankan. Oleh karenanya, OJK, Bank Indonesia, termasuk juga BSSN Kominfo, harus bertindak cepat untuk menangani masalah ini agar proses transformasi digital dapat dilakukan. (Tempo.co, 15/5/2023).
Akibat kejadian tersebut, memang banyak nasabah yang menarik semua uangnya dari BSI atau memindahkan uang mereka ke bank lain, karena khawatir dengan keamanan uang mereka.
Namun menilik ke belakang, gaungan peretasan data dan pembobolan rekening bank, yang dilakukan oleh sejumlah hacker bukan kali ini saja terjadi. Tahun lalu, Bjorka juga dengan angkuhnya telah membeberkan sejumlah data milik para artis dan juga pejabat Indonesia, tetapi mirisnya, sampai saat ini penyelesaian dari kasus Bjorka belum menemui titik terang.
Kasus peretasan data yang dilakukan oleh para hacker sejatinya telah merugikan rakyat atau nasabah.
Sebab akan ada potensi rekayasa sosial (social engineering) oleh suatu pihak yang bisa digunakan untuk penipuan terhadap nasabah.
Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar, siapa yang bertanggung jawab atas jaminan keamanan dan perlindungan data rakyat?
Oleh karena, sejatinya kasus kebocoran data yang sering terjadi menjadi suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme, karena sistem ini membuat cara pandang masyarakathanya berorientasi pada materi untuk mencari keuntungan dengan berbagai cara meskipun harus merugikan orang lain.
Dalam hal ini seharusnya negara turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tetapi sayangnya kapitalisme telah membuat peran negara menjadi mandul. Maka suatu hal yang utopis untuk mengharapkan perlindungan data dari negara yang menjalankan sistem kapitalis karena solusi yang diberikan hanya dengan membuat RUU perlindungan data pribadi (RUU PDP) tanpa ada tindak lanjut yang berarti untuk keberlangsungan keamanan data rakyat.
Berbeda dalam sistem Islam, negara akan menjadi perisai yang akan melindungi warga negaranya secara penuh.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla dan berlaku adil baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggung jawab atasnya." (HR Al Bukhari, Muslim, An Nasa'i dan Ahmad).
Dalam sistem Islam, negara akan proaktif menjaga, melindungi dan menjamin keamanan data rakyat, termasuk menjaga harta rakyat. Oleh karenanya, negara akan terus memahami perkembangan arus digitalisasi, dengan mengerahkan tim IT negara untuk menciptakan mekanisme perlindungan terkuat dengan teknologi yang canggih dan terbaru.
Negara tidak akan berhenti pada sistem Mobile App Shielding Multifactor Authentication dan Elektronic Signature yang saat ini banyak dipakai untuk melindungi data digital. Namun, lebih dari itu negara akan terus melakukan berbagai inovasi, dan evaluasi teknologi untuk melakukan peningkatan pelayanannya.
Dan tentunya tugas ini akan secara penuh dipegang oleh negara tanpa menyerahkannya kepada pihak swasta sebagai pelindung, pelayan utama perlindungan data.
Negara juga akan menempatkan pegawai pemerintah yang amanah dan profesional sehingga akan menutup celah human error.
Selain itu, negara akan membuat sistem sanksi ta'dzir yang hukumannya akan diserahkan kepada ijtihad kadi (hakim) atau kepala negara. Hukuman akan diberikan sesuai dengan kadar kejahatannya. Hukuman yang paling ringan adalah pemberitaan dan yang paling berat adalah hukuman mati.
Dengan demikian, hal ini akan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan sehingga tidak akan mengulangi kejahatannya lagi.
Wallahu a'lam.
Via
Opini
Posting Komentar