Teenager
Potret Kelam di Balik Tren Industri Populer
Oleh: Yulida Hasanah
(Pemerhati Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Di era digitalisasi hari ini, perkembangan budaya lokal generasi muda memang tidak lagi bisa dibatasi ruang atau batas-batas administrasi wilayah, bahkan batas negara. Hadirnya industri media dan produk budaya populer global telah mendorong kelahiran budaya lokal yang mengikuti perkembangan zaman.Generasi muda rentan mengikuti budaya global seiring berkembangnya perusahaan multimedia dan munculnya ruang budaya generasi muda yang bersifat transnasional. So, generasi muda dalam negeri menjadi begitu bangga saat idolnya adalah idol internasional atau idol luar negeri. Nah, kalo urusan idol, siapa yang tak paham anak muda hari ini dengan Korean Wave?
Yup, demam Korea atau Korean Wave menjadi fenomena yang sedang mendunia, tak terkecuali di Indonesia. Dalam beberapa tahun belakangan, hampir semua kalangan khususnya remaja, mengikuti tren yang dibawa oleh figur publik asal Korea ini. Banyak yang mengadaptasi cara berpakaian dan tata rias wajah Korea. Tak sedikit pula artis Indonesia yang mengcover lagu Korea. Fandom garis keras, khususnya untuk boyband/girlband K-Pop di negeri inipun meningkat fantastis jumlahnya. Ahli di bidang branding, Yuswohady mengatakan bahwa demam K-Pop di dalam negeri sudah dirasakan dalam 10 tahun terakhir. Bahkan, survei menunjukkan saat ini idol-idol K-Pop mampu menembus pasar yang besar dan trafik yang tinggi. Alhasil, perusahaan-perusahaan dalam negeri banyak melirik artis Korea sebagai brand ambassador mereka. Sebab, memiliki jumlah penggemar militan baik di dalam maupun luar negeri yang lumayan besar. Tokopedia, perusahaan star-up ini sukses berkolaborasi dengan BTS sebagai brand ambassadornya, Shopee yang menggaet Stray Kids, Blibli menggandeng Park Seo Joon, dan Lazada yang berkolaborasi dengan Lee Min Ho.
Bahkan kabar terbaru yang juga sangat dielu-elukan yakni drama Korea berjudul Start-Up. Di mana serial televisi ini membuat narasi bagaimana budaya pop bisa meningkatkan awareness industri startup hingga mampu mendongkrak kemajuan industri secara umum. Terbukti dari masifnya pemanfaatan momentum perang dumay antara tim Nam Do-san dan Han Ji-pyeong oleh berbagai brand di Indonesia demj meningkatkan engagement mereka. Termasuk banyaknya acara e-commerce yang khusus menghadirkan idol asal Korea sampai berkembangnya berbagai drama Korea yang populer di tengah masyarakat Indonesia. Hal tersebut sukses membuat permintaan produk adaptasi negeri ginseng itu makin meningkat signifikan.
Itu artinya, budaya populer telah menjadikan generasi muda yang menjadi fandom/penggemar tak sekadar memiliki ikatan loyalitas, namun juga emosi, dan bahkan kecanduan untuk terus mengikuti perkembangan tokoh idola yang menjadi pujaannya. Maka, benarlah jika industri populer atau yang lebih dikenal dengan industri budaya global ini sukses menciptakan generasi muslim yang membebek pada tren yang dibawa oleh figur publik asal Korea. Meskipun memang tak dipungkiri, ekonomi dalam negeri menjadi makin hidup, tetapi di balik cuan yang didapat oleh segelintir perusahaan/pengusaha yang ada, ada banyak problem budaya dan gaya hidup yang menambah panjang deretan problem generasi muslim kita hari ini. Miris bukan?
Dikutip dari berbagai media, bahwa ada fakta kelam dibalik suksesnya industri K-pop sebagai industri populer.
Pertam, eksploitasi tidak manusiawi. Misalnya, untuk mendapatkan ketenaran, seorang calon idol harus melakukan debut di usia muda bahkan sejak anak-anak. Lebih muda akan lebih baik, lebih laku, dan kesempatan tenar makin besar.
Dalam perusahaan Industri hiburan, meraih cuan dan menambah idol-idol baru bagi penggemar menjadi tujuan utamanya. Mereka akan memilih trainee (karyawan resmi perusahaan dalam bagian pelatihan) untuk debut sebagai idola. Sebelum debut, anak-anak calon idol, wajib dikarantina oleh agensi atau manajemen yang bernaung di bawah perusahaan tersebut. Selama masa karantina bahkan hingga menjadi idol, mereka juga diwajibkan menjalani serangkaian aturan agensi, seperti menjalani diet ketat demi penampilan. Jika wajah mereka gak mendukung? Maka oplas jadi solusinya.
Belum lagi jam latihan dan jam kerjanya yang gak manusiawi banget. Sebagaimana kisah SBS PopAsia yang menceritakan bahwa rata-rata waktu kerja para idol adalah 20jam/hari. Dan mereka menjalani ini sejak usia anak-anak loh! So, pantes aja banyak kasus idol yang tetiba pingsan saat manggung. Ini sih bukan profesional ya? tapi sebuah eksploitasi yang gak manusiawi. Bahkan, banyak idol yang bunuh diri karena saking depresinya. Astaghfirullah!
Kedua, anak-anak jadi korban rakusnya kapitalis atas nama industri idola. Anak-anak yang lahir dari keluarga kaya, pasti akan hidup berkecukupan meski mereka tidak bisa debut sebagai idola. Inilah yang menjadi sudut pandang perusahaan saat merekrut calon idol. Sebab, ketika mereka harus meninggalkan perusahaan untuk mencari jalan hidup lain saat gagal debut, tentu akan lebih mudah nantinya.
Makanya perusahaan lebih sering memilih anak-anak dari keluarga seperti itu dan memilih mereka untuk lolos sebagai trainee dalam perusahaan. Begitu pula anak-anak yang memiliki uluran tangan yang besar dan sokongan yang kuat atau sudah menjadi idol akan dipilih untuk debut. Jadi, ini menjadi bukti bahwa perusahaan atau para kapitalis tidak mau menanggung ‘beban biaya yang harus dikeluarkan demi debut’ kecuali hanya sedikit saja. Sebab, mereka punya prinsip ‘mengeluarkan modal sedikit untuk untung yang banyak’.
Nah, fenomena inilah yang akhirnya mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Korea Selatan. Mereka mengesahkan Undang-Undang Pengembangan Industri Budaya dan Seni Populer pada Kamis, 20 April 2023 lalu. Oleh karenanya, pihak manajemen kini semakin sering mengorbitkan ‘K-pop idols’ di usia lebih muda di tengah naiknya permintaan di industri hiburan.
Ketiga, liberalisasi media paling efektif bagi generasi muslim. Jangan tanya mengapa. Karena tak bisa dinafikan bahwa tren K-pop telah membuat kiblat baru bagi budaya generasi muda hari ini. Mulai dari fashion style' atau cara berpakaian dan life style lainnya. Bahkan tak sedikit dari generasi kita yang berusaha mati-matian agar bisa sama persis dengan lifestyle idolanya. Hingga mampu mengubah pandangan hidup generasi muslim terkait makna kebahagiaan. Hingga meyakini bahwa popularitas dan kekayaan adalah segala-galanya. Padahal dua hal ini adalah kebahagiaan fana. Terbukti hingga hari inipun, banyak idol-idol K-pop yang sudah kaya raya dan tenar, hidupnya berakhir tragis dengan bundir.
Jadi, sisi gelap dibalik gemerlapnya tren K-pop bukan hanya masalah ‘mendongkrak ekonomi yang sedang loyo’, tapi ada bahaya besar yang harus segera kita cegah dan hindari agar tidak makin merambah dan kitapun kena imbasnya. Lantas, bagaimana caranya?
Pertama, generasi muda muslim wajib memahami bahwa agamanya sebagai pandangan hidup sekaligus sebagai satu-satunya lifestyle yang layak diikuti.
Kedua, jangan malas dan cuek untuk mendekat ke tempat-tempat yang mendekatkan kita pada hidayah Allah, seperti majelis-majelis ilmu yang saat ini juga telah banyak bertebaran di sekolah maupun kampus-kampus.
Ketiga, buat 'circle' pertemanan muslimah-muslimah taat, sebab bersama merekalah kita bisa menjaga ketaatan.
Keempat, aktif menyuarakan Islam sebagai kunci kebahagiaan sejati kita, bukan popularitas, ketenaran dan kekayaan yang semuanya hanya fana.
Terakhir, Allah Swt. telah mengingatkan kita semua tentang hidup kita, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawaban.” (TQS Al-Isra:36)
Yuk, sama-sama berhati-hati dalam menjalani kehidupan ini, karena pertanggungjawaban di sisi Allah itu amatlah berat, Sis!
Via
Teenager
Posting Komentar