Opini
Staycation Terlarang, Simalakama Kapitalisme
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
TanahRibathMedia.Com—Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mulai menelusuri dugaan tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pimpinan perusahaan di Cikarang kepada karyawatinya. Dengan modus menawarkan bermalam bersama atau staycation agar diperpanjang kontrak kerjanya. Hal ini disampaikan oleh Pejabat Bupati, Dani Ramdan di Cikarang (pasundan Jabar ekspres.com, 5/5/2023).
Dani mengatakan jika fakta itu benar, maka perbuatan yang dimaksud akan menjadi pelanggaran, baik norma sosial, moral, dan hukum. Dani juga mengatakan, selama ini pemantau perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Bekasi menjadi kewenangan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Provinsi Jawa Barat. Sebelumnya viral di media sosial tentang staycation terlarang ini. Mirisnya, staycation terlarang ini sudah biasa, ada yang mau meladeni dan ada yang rela kehilangan pekerjaan daripada meladeni nafsu manajer bejat. Sungguh potret yang sangat memprihatinkan.
Viralnya berita ini berbuntut pada tindakan pelaporan salah satu karyawati, AD (23), yang menolak staycation berbutut tidak diperpanjang kontrak kerja. AD mendatangi Mapolres Bekasi, Sabtu (6/5/2023). AD diterima Unit PPA Polres Metro Bekasi dengan didampingi oleh anggota DPR RI Fraksi Gerindra Obon Tabroni dan anggota DPRD Kabupaten Bekasi fraksi PDI Perjuangan Nyumarno. Mereka mengatakan untuk kasus ini masih akan konsultasi dengan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) (tvonenews.com, 6/5/2023).
Kapitalisme: Dunia Kerja adalah Rimba
Inilah pengurusan urusan rakyat dalam kapitalisme. Selalu menunggu viral di media sosial, penanganannya pun tak segera sebab saling melimpahkan kewenangan terlebih dahulu. Seolah cuci tangan, padahal sesama pejabat pemerintahan. Kepekaan hilang dan berubah menjadi upaya penyelamatan diri. Dan ini jamak terjadi di berbagai wilayah negeri Indonesia tercinta. Contoh hangat bagaimana drama mobil kepresidenan yang membawa Presiden Joko Widodo dan rombongan tersangkut di jalanan Lampung yang mendapat julukan "1000 juglangan" ( 1000 lubang dalam, Jawa, pen).
Dalam kasus ini sebetulnya telah terjadi eksploitasi yang zalim kepada karyawan perempuan, namun pejabat hanya membenturkan dengan norma sosial, moral, dan hukum. Sangatlah lemah, hukum pun yang dimaksud adalah hukum buatan manusia yang lebih kental lagi dengan kepentingan pemilik modal. May Day yang baru saja diperingati beberapa hari lalu tak kunjung membawa hasil yang sesuai dengan harapan. Lagi-lagi, ini bukti keniscayaan kapitalisme sebagai sistem ekonomi yang diadopsi negara ini sama sekali tak menjamin kesejahteraan terwujud. Beribu kali demo, dengan angka yang sama tak akan terpenuhi permintaan para buruh itu sebab mindset pengusaha, pekerja, dan begitu juga pemerintah hanyalah keuntungan materi.
Dunia kerja ibarat rimba yang luas, sarat dengan perilaku curang, zalim, saling mengusai (aksi preman), dan lain sebagainya, sebagai akibat dari sekularisme akut. Sudah bisa dipastikan, jika kejam terhadap pekerja pria, terlebih bagi perempuan yang secara fitrah tak sekuat pria.
Islam Punya Solusi
Sejatinya, jika kita meneliti lebih dalam lagi, persoalan yang membelit pekerja, pemberi kerja dan pemerintah adalah diterapkannya kapitalisme itu sendiri. Di mana segala sesuatu dihitung untung rugi semata. Diperparah dengan sistem politik demokrasi yang sama sekali tak menghasilkan pemimpin yang lebih peduli dengan rakyat. Orientasi mereka pun tak beda, materi dan materi. Hingga warga negara ini sudah bisa memprediksi setiap tanggal 1 Mei pasti ada demo buruh dengan tuntutan lama, seolah hubungan pekerja dan pemberi kerja tak pernah harmonis.
Saking kapitalisnya aturan di masyarakat, hingga setiap demo harga bahan kebutuhan pokok ikut melonjak, sungguh jeli para pengusaha oportunis itu memanfaatkan momen. Nasib pekerja kian nyata sudah jatuh tertimpa tangga pula. Di sinilah perbedaannya dengan Islam, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan sehingga bekerja yang sejatinya adalah ibadah bisa tertunaikan dengan baik.
Islam sebagai sebuah ideologi telah mengatur urusan muamalah sedemikian detail, terutama masalah hubungan kerja. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan bagaimana seharusnya pekerja dan pemberi kerja berhubungan. Yaitu dengan akad ijarah, di mana pemberi kerja hanya wajib memberikan upah sesuai dengan jenis dan lamanya pekerjaan, besaran upahnya pun sesuai kesepakatan. Pemberi kerja tidak dibebani dengan kewajiban mensejahterakan pekerja, sebab itu menjadi kewajiban negara.
Maka, pekerjaan apapun tidak menjadi beban, bahkan perempuan tidak harus menerima berbagai pelecehan, sebab kemubahan dia bekerja dijamin negara. Negara akan mewajibkan para wali dan suami dari perempuan itu untuk menafkahi, sepanjang usianya. Jika tidak mampu maka akan diambil alih oleh negara.
Karena mubah, maka menjadi pilihan bagi perempuan untuk bekerja, asalkan tidak melanggar syariat, maka perempuan boleh mendermakan potensi yang ada pada dirinya untuk kemaslahatan umat. Negara akan menjaga dari sisi pensuasanaan dunia kerjanya. Dengan membangun ketakwaan individu dan masyarakat. Jika Islam yang terbukti keotentikannya mampu mensejahterakan umat, mengapa masih mempertahankan sistem yang tak manusiawi? Bukankah Allah Swt. telah memperingatkan kita dalam firman-Nya yang artinya, "Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata." (QS al-Ahzab: 36).
Wallahu a' lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar