Nafsiyah
Tersesat di Jalan Dakwah
Oleh: N J
TanahRibathMedia.Com—Menjadi siswa yang berprestasi dalam setiap semester menjadikanku merasa yakin bahwa aku bisa memberikan mimpi itu untuk keluargaku.
Kisah ini bermula ketika aku baru saja menyelesaikan sekolah di salah satu SMAN 6 Lhokseumawe. Dengan beribu asa di pikiran ini, aku coba untuk mewujudkan cita-citaku terdahulu, menjadi anak yang berguna bagi keluarga, masyarkat, agama, bangsa dan negara.
Dengan sejuta harapan di depan mata, aku memilih masuk ke Institute Teknologi Bandung sebagai tujuan pertamaku. Berharap nantinya aku akan mendapatkan ilmu pengetahuan umum yang dipadukan dengan ilmu agama tentunya. Namun mengingat dari segi ekonomi akhirnya kulenyapkan mimpiku itu untuk menuju ke institut favoritku. Melihat dari segi ekonomi, akhirnya aku mengikuti tes Bidikmisi dan kukira dengan cara ini aku bisa mencapai impianku. Penuh harapan dan pertimbangan aku memilih masuk ke perguruan tinggi, entah dengan alasan apa tiba-tiba aku memilih masuk ke Politeknik, padahal yang tadinya aku tidak menyukai masuk ke perguruan ini, akhirnya aku terseret ke kampus ini, kampus yang saat ini kujejaki. Alhamdulillah, di balik rasa ketidaksukaan ada rasa kesyukuran di benakku, akhirnya aku bisa lulus di jurusan Teknik Telekomunikasi yang nantinya memberikan warna tersendiri dalam perjalanan panjangku.
Jalanan di depan kampusku memang terlihat sangat ramai, tak seperti jalanan SMAku sewaktu di desa. Begitu juga hatiku kala itu, dunia perkuliahan telah mengubah prinsip dan kebiasaan hidupku. Aku yang masih seperti anak kecil, tak terasa telah menginjakkan kakiku di sebuah kampus besar di Politeknik. Seperti sebuah mimpi, saat pertama kalinya aku memasuki gerbang kampus, begitu megah dan indah. Sebuah perjuangan besar harus kutempuh agar bisa meneruskan pendidikan menjadi seorang “mahasiswi”. Terasa takjub saat kumenyadari bahwa aku bisa menimba ilmu di sebuah kampus yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan umum tetapi juga mengkombinasikannya dengan ilmu agama.
Pelaksanaan acara Ordikmaru syarat yang harus diikuti oleh mahasiswa untuk benar-benar menjadi mahasiswa di kampus. Semua mahasiswa diikutsertakan dalam setiap acara termasuk pengenalan UKM pada mahasiswa. Tiba saatnya UKM FORDIMA LDK memperkenalkan kegiatannya pada semua mahasiswa. Entah apa yang membuat hati ini saat mendengar nama itu merasa damai dan tenang apalagi saat melihat acara jalan-jalannya yang membuatku semakin penasaran dan mencoba mengupas lebih dalam lagi mengenai Fordima dengan cara mendaftarkan diri untuk menjadi salah satu bagian darinya. Waktu itu yang terbesit di dalam pikiranku hanyalah untuk jalan-jalan semata.
Oktober 2012 aku mengikuti acara indahnya bersama Fordima. Saat itu, saat pertama kalinya aku di perkenalkan dalam bingkai ukhuwah kampus. Aku bertemu dengan salah seorang mahasiswi senior, Pertama kali aku disambut di sebuah UKM kampus ini.
Aku memang telah mengazzamkan bahwa aku harus berubah dari dunia (yang boleh dibilang) kegelapan menuju yang “lebih terang”. Lalu aku sedikit menyapanya,
“Assalamu’alaikum, Kak. Kakak pengurus Fordima ya?” sapaku. (Fordima adalah UKM forum diskusi Islam mahasiswa yang bergerak di bidang dakwah kampus di kampusku)
“Wa’alaikumussalamwarahmatullahwabarakatuh, iya. Adek namanya siapa? Dari jurusan apa?” Jawabannya begitu lembut, santun penuh ukhuwah, tangannya menjulurkan yang berarti mengajak bersalaman.
“Subhanallah. Indahnya ukhuwah ini,” bisikku dalam hatiku.
“Ijan dari Prodi Teknik Telekomunikasi, Kak.”
“Oh, dari Jurusan Elektro, ya? Kakak Jurusan Tata Niaga, Dek.”
Kemudian kami terlibat obrolan hangat terkait masalah pribadi dan pengalaman baru di kampus tentunya. Beliau sedikit menjelaskan tentang dakwah di Kampus ini. Aku disarankan untuk masuk Fordima. Aku hanya tersenyum. Dalam benakku, aku hanya ingin mengetahuinya saja dan tidak ingin terlibat di dalamnya. Waktu berjalan begitu saja dan kami tetap masih bertemu di kajian rutin Jumat.
Semenjak saat itu, seringkali aku mendapati SMS taushiyah dari kakak itu. Aku yang sebelumnya hanya sekadar ingin mengetahuinya, tapi seiring berjalannya waktu pikiranku berubah. Aku semakin yakin untuk memasuki lembaga dakwah di kampusku. Aku berdecak kagum melihat perempuan salihah yang terlihat indah mengenakan jilbabnya yang lebar itu.
*****
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)
Berawal dari rasa keisengan untuk sebuah pencarian jati diri, hingga nantinya aku dipertemukan dengan lingkungan yang baik. Hal itu adalah kenikmatan yang luar biasa yang telah menjadi titik tolak sebuah perubahan menuju hidayah-Nya dan keindahan Islam.
Aku termenung meratapi, akan fokus ke manakah kegiatanku? Aku bertanya pada diriku sendiri. Apa yang bisa kulakukan untuk agamaku? Apa yang bisa kulakukan dan bagaimana aku bisa melakukannya, karena untuk mewujudkan itu semua tak bisa dengan pengorbanan yang biasa, tetapi membutuhkan pengorbanan yang di luar kebiasaan. Sebuah elektron tidak akan berguna ketika ia tidak bergerak ke luar dari orbitalnya. Bergerak menuju arah yang lebih baik tentunya. Menjawab kebingungan itu, aku sedikit berpikir mulailah dari diri sendiri, kemudian amalkan dan tularkan kepada orang lain. Aku berazzam untuk masuk lembaga dakwah.
*****
Awal November 2012, aku diajak oleh senior dan memang direkomendasikan oleh kakak untuk mengikuti sebuah training latihan kepemimpinan dasar dari Fordima. Berbagai step telah aku lewati, hingga akhirnya aku telah resmi menjadi anggota FORDIMA. Saat itulah pertama kalinya aku mengenal Barisan Dakwah Tarbiyah, yang indah serta melejitkan potensi diri.
Diperkenalkan pula padaku salah satu pengajian khas tarbiyah, pengajian pekanan yang disebut liqa. Pengajian bulanan dan berbagai momen seperti out bound maupun rihlah (jalan-jalan) kualami. Saat pertama kalinya aku mengikuti pengajian pekanan ini, aku dipertemukan dengan guru (murabbi) ku. Aku menyukai model pengajian seperti ini, karena di situlah ditemukan indahnya ukhuwah, saling berbagi cerita, berbagi pengalaman dan pengetahuan, dan saling mengingatkan dalam segala hal kebaikan dan kebenaran.
Setiap pekan, selalu dipertanyakan amal-yaumi (ibadah harian) yang kita kerjakan kemudian menjadi motivasi bagiku untuk senantiasa meningkatkannya di pekan berikutnya. Mulai dari situlah, aku mengenal sedikit lebih jauh tentang indahnya tarbiyah. Dakwah telah mengubah kehidupanku yang sebelumnya acuh tak acuh terhadap segala permasalahan kampus, menjadi sedikit tidak apatis.
Aku mulai belajar mencintai dakwah yang pada saat dahulunya, terpikir pun tidak. Ternyata di sini, di dalam barisan dakwah ini, kehidupanku berbalik seratus delapan puluh derajat. Di sinilah akhirnya aku menemukan teman yang bersahabat, yang mau menemaniku, yang mau berbagi denganku. Mereka menerimaku apa adanya, mereka membantuku saat aku dalam kesulitan, menghiburku saat aku sedih, mengajakku ke kantin saat istirahat, bahkan mengundangku berkunjung ke rumah mereka. “Mereka ada, bukan hanya sekadar guratan di dalam otakku, atau hanya sekadar sahabat dalam kehidupanku. Tapi mereka ada dalam setiap kerinduan dan membuat hidupku lebih berarti.”
Lalu kembali aku mulai lagi episode hidupku, labirin kehidupan tak ubahnya berjalan seiring perubahan waktu. Aku menyadari bahwa memasuki lembaga dakwah adalah suatu hal yang baru ada pada diriku. Dalam otakku pun tak pernah terbesit jikalau nantinya aku berada di dalam jemaah ini. Namun Sang Sutradara kehidupan telah menggoreskan tinta-Nya, bahwa aku harus berada di sini, di jalan ini, karena pada hakikatnya bukanlah kita yang memilih takdir, tapi takdir yang telah memilih kita.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, sebagai janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS At Taubah: 111)
Oleh karena aku tau, inilah jalan terbaik dari Allah, meski aku tahu, jalan yang kutempuh ini tak mulus, jalan ini penuh onak duri, aral rintangan, ranjau dan bebatuan terjal. Akan tetapi, aku sangat yakin bahwa inilah skenario kehidupan dari Sang Sutradara, jalan yang dijanjikan surga, serta jalan yang mendapatkan jaminan dari Sang Maha Segalanya.
Mustafa Masyhur dalam fikih dakwah menyampaikan:
“Jalan dakwah tidak ditaburi bunga-bunga yang harum baunya, tetapi merupakan jalan yang sukar dan panjang. Sebab antara yang haq dan batil ada pertentangan yang nyata. Dakwah memerlukan ketekunan dan kesabaran memikul beban berat. Dakwah memerlukan kemurahan hati, pembenaran dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. Yang diperlukan adalah usaha dan kerja keras terus menerus dan hasilnya diserahkan kepada Allah.”
Begitulah gambaran hidayah yang Allah berikan padaku, yang memberikan goresan terindah yang pernah terlukis selama hidupku. Berada dalam sebuah komunitas yang mencoba untuk selalu lebih baik dan tiada pernah bosan mengajak orang lain kepada kebaikan.
Inilah jalanku, Inilah jalan panjangku, izinkan aku berada di jalan cinta para pejuang-Mu, berada di jalan dakwah penuh cinta, meneruskan perjuangan para sahabat Rasulullah demi mencapai keridhaan-Mu.
Via
Nafsiyah
Posting Komentar