Opini
Bantuan Tidak Tepat Sasaran, Seriuskah Pemerintah Ingin Mengentaskan Kemiskinan?
Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)
TanahRibathMedia.Com—Bantuan sosial (bansos) adalah salah satu yang diharapkan masyarakat menengah ke bawah untuk bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang makin sulit hari ini. Namun, sayangnya banyak bansos yang tidak tepat sasaran. Orang yang seharusnya berhak mendapatkannya tidak bisa menikmati sehingga mereka tetap berada dalam kesulitan ekonomi. Kementerian Sosial (Kemensos) menemukan ada 5,8 juta calon penerima bansos diduga tidak memenuhi syarat menerima bantuan. Bahkan ada 10 ribu nama yang tercatat sebagai beneficial ownership, yaitu pengendali perusahaan. Terdapat pula ASN, pendamping sosial, dan penerima upah di atas UMR pada data Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Mirisnya ada data penerima bantuan ganda dan telah meninggal dunia.
Begitu pun bansos berupa sembako yang juga salah sasaran seperti minyak goreng dan BBM. Data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat nominalnya sekitar Rp185,23 miliar (Bisnis Indonesia, 20-06-2023).
Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) menilai sistem pendataan penerima bansos di Kemensos masih buruk. Hal ini terjadi karena minimnya koordinasi antar lembaga. Ditambah banyak pengusaha yang mencatut nama orang lain untuk menyamarkan asetnya.
Stranas PK menawarkan program untuk mencegah hal ini dengan mewajibkan perusahaan melaporkan nama-nama pengendalinya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Sementara itu, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengatakan bahwa sistem pendataan penerima bansos sudah sesuai dengan UU 13/ 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Proses pengajuan data dimulai dari kepala daerah, lalu ke gubernur dan terakhir ke menteri dalam bentuk pengesahan. Seharusnya jika data dari bawah sudah valid, pemerintah pusat tidak perlu ikut turun tangan. (Okezone, 14-06-2023).
Bukti Pemerintah Tidak Serius Atasi Kemiskinan
Bansos yang tidak tepat sasaran ini menimbulkan konflik di masyarakat. Banyak ketua RW yang dikeroyok warga karena tidak mendapatkan bansos. Belum lagi kecemburuan sosial hingga bentrok antar warga. Adanya ketimpangan penerima bansos antara satu RT dengan RT yang lain, padahal kondisinya sama-sama layak mendapatkan bansos.
Selain salah input data, kadang hal ini muncul karena adanya penyalahgunaan wewenang dari pihak terkait. Hal ini terjadi karena ada temuan dugaan transaksi jual beli data oleh oknum pejabat daerah.
Masalah lain juga datang dari data yang dikirim daerah berbeda dengan data datang ke pusat. Akhirnya masyarakat saling gontok-gontokan, sakit hati, iri, bahkan berkonflik.
Bukan rahasia lagi persyaratan untuk menerima bansos sangatlah rumit. Rakyat dipersulit karena harus mengurus ini dan itu sebagai syarat untuk mendapatkan bansos. Ironisnya kadang kesulitan mereka tidak berbuah manis karena akhirnya mereka tidak mendapatkan bansos tersebut.
Semua hal ini wajar terjadi di dalam sistem kapitalisme, sebab asasnya yang sekuler sangat mustahil melahirkan pejabat yang benar-benar bekerja untuk melayani rakyat. Materi adalah tujuan utama mereka dan tolok ukur perbuatannya adalah manfaat, bukan lagi halal haram atau rida Allah Swt..
Di dalam sistem demokrasi, politik transaksional sering terjadi. Tidak sedikit yang menjadikan jabatan sebagai ladang mencari keuntungan. Bahkan tidak segan menghalalkan segala cara untuk memperkaya diri, keluarga, atau kelompoknya.
Dalam sistem demokrasi, pemimpin bukanlah pelayan bagi rakyat. Keberadaan rakyat khususnya yang berada di bawah garis kemiskinan dianggap beban. Bansos yang merupakan hak mereka dianggap suatu pemborosan. Bahkan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat pembangunan ekonomi negara.
Bansos hari ini nyatanya hanya pemanis dan penutup mulut rakyat agar tidak berteriak akan kezaliman penguasa. Rakyat seolah bisu untuk menyuarakan kebenaran hanya karena telah menerima bansos. Padahal bansos yang mereka terima tidak mampu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi. Rakyat miskin tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Peraturan atau kebijakan pemerintah seperti UU Omnibus Law telah nyata membuat rakyat menderita. Banyak karyawan yang di PHK, lapangan kerja makin sulit, sementara harga kebutuhan hidup kian melambung.
Iklim usaha juga tidak bersahabat dengan rakyat miskin. Pasar bebas membuat persaingan tidak lagi imbang. Mereka bahkan telah kalah sebelum bertanding. Keterbatasan modal dan keterampilan usaha, ditambah regulasi yang rumit membuat kondisi mereka semakin buruk.
Sistem ekonomi yang diterapkan saat ini membuat dana untuk bansos selalu minus. Akibatnya bansos tidak bisa diberikan kepada semua rakyat yang berhak menerimanya. Sedangkan kekayaan alam yang berlimpah ruah tidak bisa dinikmati hasilnya oleh rakyat. Lagi dan lagi, semua ini karena sistem kapitalis yang memberikan kebebasan bagi swasta atau asing untuk mengelola bahkan memilikinya.
Islam Mampu Memberikan Kesejahteraan
Jika sistem kapitalisme telah terbukti tidak mampu memberikan kesejahteraan, maka hanya sistem Islam satu-satunya solusi yang mampu memberikan kesejahteraan pada semua rakyatnya.
Islam mendorong seseorang untuk menjadi pemimpin dengan tujuan meraih pahala melalui jalan kekuasaan. Para pemimpin dibekali keimanan yang kokoh sehingga menyadari betul bahwa kekuasaan yang sedang ia miliki kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Mereka akan berusaha semaksimal mungkin meriayah rakyat dengan baik. Pengaturan administrasi akan dibuat semudah mungkin, cepat, dan diurusi oleh orang-orang yang berkompeten di bidangnya.
Pendataan akan dilakukan secara objektif dan transparan. Dari tingkat bawah akan didata secara teliti individu per individu. Sementara pejabat atas akan melakukan cek dan ricek sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan data. Mereka bekerja dengan semangat meraih pahala.
Adapun teknis pendataan akan disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selama tidak bertentangan dengan hukum syarak, teknis apa pun boleh dilakukan. Bahkan dulu Khalifah Umar bin Khattab pernah mengadopsi sistem sensus dari negeri di luar Daulah Islam.
Khalifah Umar juga tidak mencukupkan diri dengan laporan dari bawahannya. Ia sering kali melakukan sidak untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang luput dari periayahanya. Kisah seorang ibu yang memasak batu hingga Umar memikul sendiri karung gandum tentu sudah sering kita dengar. Semua itu menunjukkan bagaimana negara / penguasa hadir dan serius meriayah rakyatnya.
Masyarakat Islam juga tidak akan mau menerima bansos jika tidak memenuhi syarat. Justru mereka akan berusaha saling berbagi satu dengan yang lain daripada mengemis bantuan atau bahkan mengambil bansos yang bukan haknya.
Mereka mengimani peringatan dari Allah Swt. dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188 yang berbunyi:
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Bansos tentu tidak akan mampu mengentaskan kemiskinan jika tidak ditunjang dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Dalam Islam, negara adalah pengendali dalam pendistribusian harta bagi semua rakyatnya. Dalam Islam juga diatur masalah kepemilikan, sebab-sebab kepemilikan, pengembangan harta, dan pendistribusiannya.
Negara Islam juga akan menyediakan lapangan kerja dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam. Dengan banyaknya lapangan pekerjaan tentu para penanggung nafkah dapat melaksanakan kewajibannya. Oleh karenanya, bansos bisa diprioritaskan untuk orang yang tidak mampu bekerja karena alasan syari, orang-orang yang tidak memiliki wali atau orang yang menafkahi, atau wali dan orang yang wajib menafkahi itu ada tetapi tidak mampu menafkahi.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa permasalahan bansos salah sasaran bukan sekadar masalah teknis melainkan kesalahan sistem. Maka untuk memperbaiki tentu harus menganti dengan sistem yang telah terbukti dan teruji mampu memberikan kesejahteraan, yaitu sistem Islam.
Wallahua'lam bisshawab.[TRM/Nai]
Via
Opini
Posting Komentar