Opini
Bonus Demografi Antara Harapan dan Kenyataan
Oleh: Pudji Arijanti
(Aktivis Literasi Untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Melansir Merdeka.com, pada 2030 Indonesia menghadapi puncak bonus demografi. Presiden Joko Widodo mengingatkan sebanyak 68,3% dari total penduduk Indonesia berusia produktif. Bonus demografi berlaku sekali pada sebuah peradaban negara (15-6-2023).
Bonus demografi berlaku ketika penduduk usia produktif lebih banyak ketimbang usia nonproduktif. Yakni jika suatu negara banyak usia produktif, dari sisi ekonomi pastilah akan memberikan keuntungan. Bonus demografi diharapkan memberi kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Faktanya, dari hitung-hitungan penduduk usia kerja hanya sebagian saja yang mendapatkan pekerjaan. Dari 138,63 juta orang, yang belum mendapatkan pekerjaan yakni 7,99 juta orang.
Presiden Jokowi mengatakan, penduduk usia pekerja harus bisa memanfaatkan kesempatan ini, karena akan mendapatkan pencapaian yang besar. Jika tidak, akan memunculkan kerugian. Kepala negara mencontohkan bonus demografi di negara lain. Berdasarkan berita yang dibaca, lulusan S-2 sulit mendapatkan nafkah hidup. Harusnya bisa menjadi guru, malah yang didapat menjadi tukang sapu,
Lalu Bagaimana dengan Indonesia?
Jika Indonesia menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi usia produktif ini, pastilah capaian bonus demografi sesuai dengan yang diharapkan. Kenyataannya, sistem saat ini adalah sistem kapitalisme-sekuler. Lapangan pekerjaan tak tersedia dengan mudah.
Sulit memang jika berharap mendapatkan pekerjaan dari sistem yang berpihak pada pemilik modal. Sebuah fakta, kita bersaing di negeri sendiri dengan tenaga kerja asing. Sebuah pil pahit yang harus ditelan. Jadi jika ditilik dari hal ini, bonus demografi malah sulit diharapkan dari sistem kapitalisme.
Indonesia dengan kekayaan alamnya di mana terdapat tambang batu bara, emas, minyak bumi, dan lain-lain, belum lagi kekayaan lautnya dengan aneka ikan, hutan dan sebagainya. Namun, ironisnya, malah memasrahkan pengelolaannya kepada swasta/asing. Dengan demikian tenaga kerja sulit terserap, karena mekanismenya pemenuhan kebutuhan tenaga kerja diserahkan pada pasar.
Haruslah disadari bahwa sistem kapitalisme sekuler kapanpun tak akan mampu mensejahterakan rakyat. Di negara mana pun, kapitalisme sekuler pemilik kekuasaan, mengesampingkan Allah sebagai pemilik kekuasaan hakiki. Hari ini saja perusahan-perusahaan berbondong-bondong melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Begitu pula dengan sistem pendidikan tak lebih dari sekadar alat penggerak ekonomi semata. Lalu apa yang bisa diharapkan dari sistem ini?
Tentu berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan adalah hal utama bagi setiap warga negara. Pendidikan itu wajib dan dilakukan sesuai kemampuan individu. Juga, tak mengutamakan kepintaran, tapi skill. Outputnya pun menghasilkan generasi beriman dan bertakwa kepada Rabnya, kuat, tangguh serta survive.
Dalam Islam lapangan pekerjaan menjadi urusan negara. Karena, tugas negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Bahkan kewajiban kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, keamanan, dan pendidikan negara yang menjamin.
Oleh karenanya, bonus demografi akan terwujud jika menggunakan sistem Islam yang memiliki tujuan dan harapan yang terarah bagi generasi. Tidak mungkin bonus demografi terjadi jika negara menggunakan pengelolaan dengan sistem sekuler kapitalisme.
Generasi Islam adalah generasi terdidik memiliki tanggung jawab di hadapan Allah Swt. dalam proses pengelolaan harta, termasuk sumber daya alam dengan aturan Islam.
Inilah bonus demografi dalam Islam yang sesungguhnya karena memiliki tujuan dan harapan yang terarah bagi generasi.
Firman Allah Swt.,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS Ali-Imran: 110).
Allah telah anugerahkan sumber daya alam dan seluruh isinya untuk kesejahteraan manusia. Hanya saja manusia lalai dalam pengelolaannya. Hanya Islam pengatur terbaik yang telah Allah turunkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia seutuhnya. Ekonomi, sosial, politik, dustur dan lain-lain.
Wallahu a’lam bissawab[]
Via
Opini
Posting Komentar