Opini
Habis Pergaulan Permisif, Terbitlah Sifilis
Oleh: Yuni Oktaviani
(Penulis dan Pegiat Literasi Pekanbaru-Riau)
TanahRibathMedia.Com—Siapa sangka, penyakit sifilis merebak di Provinsi Jawa Barat terutama kota Bandung. Setelah melonjaknya kasus permintaan dispensasi nikah dini oleh para siswi di bangku sekolah Februari lalu, kini publik dikejutkan dengan meningkatnya penyakit sifilis di beberapa kalangan. Apa sebenarnya penyebab dari banyak kasus di Jawa Barat tersebut? Lalu, apa solusi untuk menuntaskannya agar tidak terulang kembali?
Dilansir dari radarjabar.disway.id (14-06-23), berdasarkan data yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, di Provinsi Jawa Barat tercatat 3.186 pasien terjangkit sifilis sepanjang data 2018-2022. Jabar di peringkat kedua setelah Provinsi Papua sebanyak 3.864 pasien. Setelah Jabar data menunjukkan provinsi DKI Jakarta 1.897 pasien lalu Papua Barat 1.816 pasien, Bali 1.300 pasien dan Banten 1.145 pasien.
Dari 3.186 kasus di Jabar tersebut, Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat tercatat paling dominan dari hasil skrining yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jabar di beberapa kota dengan temuan 830 kasus.
Rochady HS Wibawa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar pun mengakui hasil skrining kasus penyakit sifilis itu paling tinggi di Kota Bandung.
Penularan Penyakit Sifilis
Penyakit raja singa atau sifilis muncul karena infeksi bakteri treponema pallidum yang apabila masuk ke dalam tubuh seseorang maka akan timbul gejala seperti demam dan munculnya luka pada kulit. Penularan penyakit sifilis ini biasanya melalui kontak seksual.
Seperti dikutip dari halodoc.com (18-02-21) bahwa penularan penyakit sifilis dapat terjadi diantaranya:
Pertama, kontak seksual, menjadi jalur utama dan paling sering terjadi dalam kasus sifilis. Kontak seksual yang terjadi dapat secara oral, vaginal, maupun anal.
Kedua, penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Hal ini bisa terjadi ketika transfusi darah. Walaupun jarang terjadi karena setiap pendonor akan menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu sebelum donor darah.
Ketiga, penularan dari ibu hamil ke janin. Risiko penularan sifilis juga sangat tinggi terjadi pada ibu hamil dan janinnya.
Keempat, kontak langsung dengan luka terbuka pada penderita sifilis. Memang penularan dengan cara ini terbilang jarang, tetapi tetap perlu waspada. Terlebih bagi yang bekerja di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penularan penyakit sifilis lebih disebabkan karena kontak seksual. Penularan melalui kontak atau hubungan seksual Ini terbukti lebih berisiko terjadi kepada penderitanya.
Pergaulan Tanpa Batas
Angka penderita yang terjangkit sifilis di Jawa Barat tercatat lebih dari 3.000 orang, ini bukanlah angka yang kecil atau sedikit. Lalu menyusul DKI Jakarta, Papua Barat, Bali, dan Banten setelahnya. Belum ditambah dengan daerah lain dan jika dilakukan skrining secara menyeluruh, mungkin angka yang tertera bisa jadi lebih besar.
Istilah sifilis mungkin masih asing bagi sebagian orang. Jika berbicara penyakit yang dihasilkan dari berhubungan seksual, maka yang pertama kali terpikir pastilah HIV/AIDS. Perbedaannya adalah sifilis disebabkan oleh bakteri, sementara HIV/AIDS merupakan infeksi virus yang menyerang kekebalan tubuh.
Persamaannya adalah ditularkan melalui hubungan seksual (paling sering) dan sama-sama membahayakan bagi penderitanya. Di sisi lain, juga berbahaya bagi keamanan lingkungan sekitar penderita. Apabila penyebabnya karena perbuatan seks bebas atau maksiat, semestinya masyarakat khawatir akan murkanya Allah Swt..
Secara umum, pergaulan antara pria dan wanita saat ini memang membuat miris dan geleng-geleng kepala. Pacaran gaya Barat menjadi tren, bahkan sering terlihat di ruang publik, seperti berpelukan, pegangan tangan, hingga ciuman. Belum lagi cara berpakaian terbuka, ketat meski kerudungan, pertemanan yang salah, hingga L687 yang tidak kalah meresahkan.
Sementara untuk di Jawa Barat sendiri, hampir setiap tahun ribuan anak mengajukan dispensasi nikah karena hamil "yang tak diinginkan". Berdasarkan data dari pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat, pada 2020 jumlah anak yang mengajukan dispensasi nikah ada 8.312 anak. Pada 2021 sebanyak 6. 794 anak. Kemudian pada 2022 triwulan 3, jumlah anak yang mengajukan dispensasi nikah naik menjadi 8.607 anak (republika.co.id).
Data ini menunjukkan bahwa pergaulan anak muda zaman now sudah melewati batas, buktinya sampai melakukan seks padahal belum berstatus menikah. Bahkan, seks bebas ini lebih didominasi oleh anak-anak dengan status pelajar atau mahasiswa.
Kebijakan yang Tidak Solutif
Jika dilihat dari pergaulan bebas yang mengudara di Jawa Barat dari data-data di banyak media, maka tidak heran lonjakan penderita yang mengidap penyakit sifilis juga meningkat di sana.
Namun, solusi yang ditawarkan dari beberapa pihak yang berwenang masih sebatas penambahan kurikulum belajar di satuan pendidikan seperti materi soal pencegahan seks di luar nikah. Atau sosialisasi terkait organ reproduksi dan pemberian obat dari pejabat daerah kepada para penderita sifilis yang sudah kadung tertular.
Pertanyaannya, apakah semua permasalahan ini dapat terselesaikan dan dicegah dengan solusi yang tadi ditawarkan?
Alangkah baiknya dicari tahu terlebih dahulu penyebab mendasar merebaknya penyakit sifilis di Jawa Barat ini. Jika memang faktor pergaulan antara laki-laki dan perempuan atau anak muda yang sudah di luar batas, maka bagaimana agar pergaulan tadi tidak semakin membuat resah. Gunung es permasalahannya harus secepat mungkin dipecahkan yakni liberalisme sekuler.
Konsep pencegahan secanggih apapun mau dibuat, ketika gaya hidup liberal masih terus dibudidayakan, maka kasus sifilis ini akan terus mencuat ke permukaan.
Anggaplah aparatur daerah menetapkan sanksi kepada pelaku seks bebas. Lalu bagaimana dengan media? Ketika media massa atau media elektronik tetap diberi kebebasan kepada orang-orang untuk mengakses video-video dewasa berbau seks, maka sanksi itu hanya akan sekadar harapan.
Ketika sistem pergaulan diliberalisasi, maka muncullah istilah-istilah seperti “my body my authority” (tubuhku adalah otoritasku, mau kuapain, terserahku), child free (menolak memiliki keturunan), seks bebas, memakai obat-obatan terlarang, latah dengan gaya hidup hedon, yaitu berfoya-foya dan hura-hura, dan lain-lain.
Maka ketika liberalisme ini tetap dibiarkan tumbuh subur, maka kelak akan menjadi racun bagi masyarakat dan negara.
Kembali Kepada Solusi Islam
Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Dalam Islam, semua aspek kehidupan diatur sedemikian rupa dari adab masuk kamar mandi sampai mengatur kehidupan bernegara. Maka, sudah sepantasnya, ketika berbicara solusi apa yang terbaik untuk mengatasi permasalahan merebaknya penyakit sifilis oleh pergaulan yang bebas tanpa batas, jawabannya adalah hanya dengan Islam.
Islam memiliki sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara pria dan wanita, mengatur hubungan yang timbul bentuk dari hasil interaksi tersebut, dan menyelesaikan segala persoalannya.
Oleh karena manusia diberikan Allah naluri nau' atau naluri untuk berkasih sayang dan melestarikan keturunannya, maka sudah semestinya Allah Swt. membuat aturan untuk menjaga tersalurkannya naluri tersebut sesuai ketentuan hukum syarak. Di sinilah peran sistem pergaulan yang ada di dalam Islam tersebut.
Semua aktivitas yang mendorong timbulnya naluri nau' akan dilarang jika tidak sesuai syariat. Seperti aktivitas pacaran yang memiliki banyak efek negatif dan jelas-jelas diharamkan dalam Islam. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Isra' ayat 32:
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."
Ketika pria dan wanita hidup dalam tatanan kehidupan Islam, maka akan didapati masyarakat hidup lebih tenteram dan damai tanpa takut tertular penyakit berbahaya seperti sifilis. Oleh karena itu, hanya dalam Islam aturan yang dibuat bersifat preventif.
Seperti kewajiban menutup aurat baik wanita maupun laki-laki secara sempurna, menundukkan pandangan, dilarang bercampur baur, berkhalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis, melarang istri keluar rumah tanpa izin suaminya, melarang wanita bepergian tanpa mahram, dan sebagainya.
Semua itu juga didukung dengan rasa ketakwaan kepada Allah Swt. di dalam diri setiap individu. Oleh karenanya dapat mencegah dirinya untuk melakukan perbuatan maksiat kepada Allah. Ketakwaan dan rasa takut ini tidak muncul dengan sendirinya. Ada support system di balik itu semua, yaitu negara yang menerapkan hukum-hukum Allah secara kafah. Hanya itu solusi yang mampu mencabut semua permasalahan pergaulan tanpa batas tadi sampai ke akar-akarnya.
Wallahu a'lam bisshawab.[TRM/Nai]
Via
Opini
Posting Komentar