Opini
Impor Beras Sebagai Antisipasi El Nino, Bukti Kegagalan Negara Mewujudkan Kemandirian Pangan
Oleh: Chatharina
TanahRibathMedia.Com—Indonesia akan dilanda El Nino atau cuaca panas ekstrem sepanjang tahun ini, yang akan berdampak pada produksi pertanian dan dikhawatirkan akan berkurangnya pasokan pangan ke depannya. Oleh karena itu, pemerintah berencana akan mengimpor beras dari India sebanyak 1 juta ton sebagai antisipasi menghadapi kondisi tersebut.
Dilansir dari Antara.com, bahwa sebelumnya pemerintah telah merencanakan impor beras sebanyak 2 juta ton untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) guna menjaga stabilitas stok dan harga beras. Sampai saat ini sudah terealisasi sebanyak 415 ribu ton.
Presiden Joko Widodo menjelaskan impor beras dilakukan karena kemungkinan akan menghadapi kekeringan panjang. Oleh karenanya, pasokan tersebut sebagai langkah mengantisipasi kekosongan saat musim kekeringan melanda.
Mengingat Indonesia adalah negara agraris, haruskah kebijakan impor beras ini diambil? Benarkah kebijakan tersebut akan menjadi solusi bagi keberlangsungan pangan masyarakat menghadapi El Nino?
Kebijakan Impor Mengabaikan Petani
Langkah pemerintah dengan impor beras sebagai antisipasi menghadapi fenomena El Nino bukanlah langkah yang tepat. Bahkan langkah yang diambil pemerintah tersebut justru akan memberikan dampak yang buruk bagi para petani. Apalagi dilakukan bersamaan dengan panen raya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah seolah acuh terhadap nasib petani.
Fenomena El nino ini bukan kali pertama terjadi, sebelumnya pada 1997 dan 2015 sudah pernah terjadi. Seharusnya pemerintah bisa belajar dari pengalaman ini dalam hal mengantisipasi keadaan tersebut. Terlihat kalau pemerintah tidak ada perencanaan yang matang bahkan seakan gagap menghadapi fenomena El Nino.
Sebenarnya permasalahan dalam pemenuhan pangan di negeri ini bisa diatasi dengan baik dalam kondisi apa pun apabila tata kelola sistem pertanian dilakukan dengan baik dan benar serta pemerintah hadir di tengah para petani membela hak-hak mereka. Akan tetapi, sayangnya, hal itu tidak terjadi dalam negeri yang menerapkan sistem kapitalisme neoliberal.
Saat ini sistem pertanian di Indonesia masih sangat lemah dan belum tertata dengan baik mulai dari bangunan irigasi, pengadaan pupuk, pestisida, pemasaran, infrastruktur hingga teknologi yang menunjang sistem pertanian. Hal ini mengakibatkan produksi pertanian menjadi tidak maksimal dan bisa mengurangi jumlah suplai bahan kebutuhan pokok masyarakat di pasaran, imbasnya harga-harga naik.
Dikhawatirkan kebijakan impor beras oleh pemerintah sebagai antisipasi menghadapi kekeringan atau El Nino hanya akal-akalan saja, alias kambing hitam untuk menutupi kelemahan negara sebagai penanggung jawab urusan pangan masyarakat.
Buah dari Kapitalisme
Karut-marutnya sistem pertanian ini menjadikan program apa pun yang dibuat tidak akan berjalan dengan baik. Karena sistem pertanian di bawah kendali kapitalisme menjauhkan dari tata kelola sistem pertanian yang sahih. Banyak kebijakan yang dibuat tidak menguntungkan para petani juga masyarakat, mengakibatkan ke depannya para generasi juga tidak berminat menjadi petani. Ditambah lagi pemerintah lebih gemar impor daripada memperhatikan produksi pertanian di negerinya sendiri.
Ketergantungan pada impor menunjukkan kegagalan negara mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Menjadikan negara berada dalam kendali dan kuasa negara importir sehingga bisa berakibat pada lemahnya kedaulatan negara secara politik. Inilah buah dari kapitalisme yang diterapkan saat ini.
Selain itu, sistem ini menghilangkan peran negara yang baik sebagai penanggung jawab untuk pemenuhan pangan masyarakat. Dalam sistem ini juga negara hanya sebatas sebagai regulator sehingga pengurusan pangan masyarakat dikuasai oleh korporasi. Kapitalisme memberikan kebebasan tanpa batas kepada individu/swasta, akibatnya tumbuhlah korporasi yang bisa menguasai seluruh rantai pengadaaan pangan.
Solusi Tuntas Hanya dengan Islam
Hanya Islam yang memiliki pengaturan yang baik dan benar untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pemenuhan pangan. Tata kelola pangan yang dijalankan oleh negara yang berlandaskan Islam memiliki arah yang sangat berbeda dengan kapitalisme.
Keberadaan negara secara utuh dalam mengurusi pangan adalah hal yang mutlak untuk mewujudkan tanggung jawab melayani masyarakat sepenuhnya dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Islam melarang kepala negara/khalifah untuk bergantung kepada pihak/negara lain yang bisa mengendalikan kedaulatan negara. Negara yang berlandaskan Islam harus menjadi negara yang independen dan menutup semua pintu yang bisa menjadi jalan bagi pihak lain untuk menguasai kaum muslim. Firman Allah Swt.,
"Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.” (QS An-Nisa: 141)
Oleh karena itu, kebergantungan pada impor pangan tidak boleh terjadi dalam Islam, meskipun hal itu tetap diperbolehkan. Negara yang berlandaskan Islam akan menyelesaikan masalah persediaan pasokan pangan dengan mudah melalui tata kelola pertanian yang baik sesuai syariat. Dengan mengoptimalkan seluruh potensi lahan dan peran berbagai ahli untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok.
Begitu juga manajemen logistik, sepenuhnya dikendalikan pemerintah, yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang. Terkait perubahan iklim dan cuaca ekstrem, negara akan melakukan analisis kemungkinan terjadinya dari jauh-jauh hari sehingga bisa mengantisipasinya secara matang. Maka dengan adanya negara yang berlandaskan Islam semua masalah akan bisa terselesaikan secara tuntas.
Wallahu a’lam.
Via
Opini
Posting Komentar