Opini
Indonesia Genjot Ekonomi Syariah, Penerapan Islam Kok Setengah-Setengah?
Oleh: Yetti
TanahRibathMedia.Com—Sejak pandemi 2019, ekonomi syariah makin dilirik pemerintah dan para kapitalis. Ekonomi syariah ini diyakini dapat membangkitkan keterpurukan ekonomi negara karena resesi dan depresi ekonomi yang dialami selama pandemi. Selain itu, Indonesia berpotensi menjadi pusat ekonomi syariah dunia karena jumlah penduduk muslim yang besar dan lingkungannya yang mendukung.
Implementasi aktivitas ekonomi dan keuangan syariah telah membawa dampak positif yang dirasakan masyarakat, yang tercermin dari naiknya aset keuangan syariah mencapai Rp 2.375,8 triliun pada akhir 2022, yakni perbankan syariah telah menjadi motor penggerak (antaranews.com, 26 Mei 2023).
Penerapan ekonomi syariah di Indonesia nampak mulai menggoreskan prestasinya untuk menyangga ekonomi kapitalis yang berada di ujung tanduk kehancuran. Pemerintah giat memotivasi anak muda dan berbagai elemen masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan ekonomi syariah. Produk-produk syariah makin laris di pasaran, mulai dari produk perbankan syariah, kuliner halal, pariwisata ramah syariah, fashion-fashion syar’i, kosmetik, bahan-bahan berlabel halal sampai konten-konten media islami.
Semua tampak menjanjikan, seolah-olah pemerintah mulai menerapkan syariat Islam di Indonesia. Bahkan program ekonomi syariah ini akan dimasukkan ke dalam kerangka perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah. Namun, apakah benar Indonesia akan menerapkan ekonomi syariah secara kafah?
Ekonomi syariah yang saat ini dilakoni hanyalah subordinasi dari kapitalisme. Sejatinya perbankan syariah yang ada saat ini masih berujung pada sistem ribawi. Akumulasi modal dari produk-produk halal, fashion dan pariwisata syar'i tetap bermuara pada kapital besar. Dana haji, zakat, wakaf, infak, dan sedekah dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, bukan dimanfaatkan untuk tujuan yang semestinya. Oleh karenanya, penerapan ekonomi syariah model ini akan menghasilkan output yang sama yaitu menguatkan hegemoni kapitalisme di Indonesia.
Penerapan ekonomi syariah saat ini hanyalah solusi parsial dan tidak sampai pada tujuan ekonomi syariah Islam yang sebenarnya. Ekonomi syariah ini berada di bawah payung kapitalisme yang sejatinya hanya berasaskan manfaat. Manfaatnya didesain sedemikian rupa sehingga tetap dikendalikan oleh para kapitalis yang bersembunyi di balik kebijakan pemerintah dan penguasa.
Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan sistem perbankan dan pasar modal sebagai jantung ekonominya, suku bunga ribawi sebagai pompa jantungnya, uang kertas fiat money sebagai darahnya dan pasar bebas sebagai tubuh perekonomiannya. Sistem ekonomi seperti ini ibarat pedang bermata dua, jika sakit akan meluluhlantakkan semua sendi-sendi ekonomi dunia, namun jika sehat akan tumbuh menggurita dan menghegemoni dunia.
Berbeda dengan ekonomi syariah kafah yang diajarkan Islam. Pasar riil dan baitulmal yang menjadi jantung ekonominya, jual beli dan bagi hasil pompa jantungnya, mata uang dinar dan dirham berbasis emas dan perak sebagai darahnya, dan pasar yang adil sebagai tubuh perekonomiannya.
Dalam ekonomi syariah kafah, ekonomi bertumpu pada pasar riil yang menopang kekuatan ekonomi negara. Melalui pasar riil ini masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya bermu'amalah untuk memperoleh kepemilikan individu. Transaksi berdasarkan peredaran barang dan jasa bukan berdasarkan peredaran angka-angka yang tertera di uang kertas dan rekening bank saja. Transaksi berbasis jual beli dan bagi hasil bukan praktik riba dan penimbunan barang. Hal ini akan menghasilkan ekonomi yang kuat, stabil, dan tahan terhadap krisis. Sedangkan ekonomi kapitalis banyak bertumpu pada sektor non-riil sehingga sangat rapuh dan mudah dihantam oleh isu-isu lain yang tidak berhubungan.
Sistem ekonomi syariah menghasilkan pasar yang adil karena berbasis jual beli sehingga barang dan uang beredar secara alami. Intervensi negara hadir ketika terjadi kecurangan atau penimbunan barang. Sedangkan sistem kapitalis menghasilkan pasar bebas yang menyuburkan praktik monopoli, penimbunan barang, dan kecurangan transaksi lainnya. Selain itu ekonominya sangat bertumpu pada transaksi ribawi sehingga sangat rentan dengan penumpukan barang dan uang pada seseorang atau kelompok tertentu. Alhasil, kekayaan didominasi oleh segelintir orang yang menjadi mafia pasar. Kesenjangan sosial ekstrem terjadi antara pemilik modal dan masyarakat biasa.
Selain mengoptimalkan perputaran ekonomi pasar riil untuk menghadirkan keseimbangan ekonomi, sistem Islam juga mengandalkan baitulmal sebagai wadah mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan harta kekayaan negara dan masyarakat.
Tidak seperti lembaga perbankan pemerintah yang ada saat ini, baitulmal hadir sebagai lembaga pemerintah non-komersial yang menampung harta kepemilikan umum, harta kepemilikan negara dan harta zakat, wakaf, infak, sedekah serta hibah masyarakat. Harta kepemilikan umum terdiri dari harta hasil pengelolaan tambang dan sumber daya alam (emas, perak, minyak, batubara, dll), hasil pengelolaan fasilitas umum (air, BBM, listrik, gas, dll) dan hasil pengelolaan barang-barang yang kepemilikannya menghalangi adanya penguasaan individu (jalan, sungai, danau, laut, udara, padang rumput, dll). Sedangkan harta kepemilikan negara dapat berupa ghonimah, fa'i, khumus, khoroj, jiziyah, rokaz, ushr, tanah dan bangunan milik negara, harta orang yang murtad dan harta orang-orang yang terputus pewarisnya.
Baitulmal akan disalurkan ke masyarakat sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan Islam. Harta hasil kepemilikan umum dan kepemilikan negara digunakan untuk membiayai operasional Daulah dan menciptakan kesejahteraan merata dalam masyarakat. Pemerataan kesejahteraan rakyat akan diwujudkan dengan memberikan bantuan langsung (seperti bantuan langsung tunai dan subsidi-subsidi kebutuhan utama masyarakat), memberikan pelayanan publik gratis (pelayanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan), serta menciptakan lapangan kerja yang nyaman untuk masyarakat.
Sedangkan dana haji, zakat, infak, dan sedekah akan disalurkan sesuai dengan jalurnya masing-masing. Dana haji tidak dipakai untuk pembangunan infrastruktur ataupun membayar utang negara, melainkan langsung digunakan untuk naik haji tanpa harus ditampung dananya oleh Daulah terlebih dahulu. Bahkan tidak menutup kemungkinan Daulah akan memberikan subsidi atau biaya gratis untuk naik haji masyarakat tergantung keadaan baitulmal saat itu. Dana zakat disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Dana wakaf, infak, dan sedekah digunakan sesuai dengan niat ibadah para pemberinya.
Sistem ekonomi syariah harus dijalankan secara kafah dan tidak dapat berdiri sendiri ataupun berada di bawah payung sistem lain. Sistem ekonomi syariah diterapkan secara komprehensif bersama dengan sistem politik syariah yang terintegrasi ke dalam sistem Islam. Sistem inilah yang diajarkan Rasulullah saw. sejak 1440 tahun yang lalu. Sistem yang sudah terbukti bisa memberikan kesejahteraan yang adil dan merata di dunia, tidak hanya masyarakat Islam yang merasakan keberkahannya tetapi masyarakat nonmuslim juga merasakan kenyamanan dengan aturan syariat. Kejayaan sistem ini akan membawa dunia dan penghuninya menikmati Islam yang rahmatan lil'alamiin.
Wallahua’lam bishawwab.
Via
Opini
Posting Komentar