Opini
Pinjol Berujung Petaka, Bukti Bobroknya Kapitalisme
Oleh: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Kepri)
TanahRibathMedia.Com—Begitu murahnya harga nyawa manusia ketika hidup dalam payung kapitalisme sekuler. Saat terhimpit masalah, nyawa bisa melayang seperti tak ada harganya. Padahal bersama kesulitan itu ada kemudahan dan solusinya. Namun, manusia di era sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini selalu memilih cara yang instan dalam menyelesaikan masalah, hingga berujung petaka.
Dikutip dari Tribunhealth.com (14-6-2023), gegara pinjol atau pinjaman daring seorang wanita muda berusia 24 tahun, yang merupakan pegawai Indomaret di Gorontalo, berinisial LL, nekat mengakhiri hidup dengan jalan gantung diri di kamarnya. Diduga karena depresi setelah menjadi korban penipuan pinjol.
Kapolsek Kota Barat, Iptu Eldo mengungkapkan kronologinya. Di mana sebelumnya korban dijanjikan akan mendapatkan pinjaman Rp 15 juta, dengan syarat korban harus mengirim uang Rp 3,2 juta kepada seseorang yang tidak dikenalnya. Sayangnya, setelah korban menyerahkan uang sebanyak yang diminta, korban malah ditipu.
Miris sekaligus memilukan. Begitu sempitnya pemikiran manusia ketika hidup dalam sistem hari ini. Segala perbuatan tidak disandarkan pada perintah dan larangan Allah Swt.. Maka tak heran peristiwa demi peristiwa memilukan hati terus terjadi. Individunya tidak lagi memahami tujuan hidup yang sebenarnya. Sehingga menghalalkan segala cara untuk keluar dari masalah. Bahkan lupa bahwa setiap masalah adalah bagian dari ujian kehidupan.
Sementara di sisi lain, maraknya pinjaman daring ilegal di media sosial rentan merugikan masyarakat. Masih banyak pinjol ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terlebih yang menjadi daya tarik pinjol ilegal ini adalah memiliki syarat yang mudah dan pencairan dana yang tidak rumit. Padahal sejatinya adalah sebuah kemudahan yang menjebak. (Kompas.com, 21-5-2023).
Sebelumnya jika kita melihat hukum dari pinjol itu sendiri, menurut KH Muhammad Shiddiq al-jawi seorang pakar fikih muamalat dalam acara kajian, fikih hukum pinjol. Beliau mengatakan haram hukumnya, baik pinjol legal maupun ilegal.
Sebab di sana terdapat riba dalam tiga bentuk. Pertama, adanya bunga meskipun kecil. Kedua, adanya denda. Ketiga, adanya biaya administrasi yang harus dibayar oleh peminjam berdasarkan persentase pinjaman.
Selain itu, dalam pinjol ada bahaya atau dharar. Pihak pinjol yang ilegal akan menagih utang dengan cara teror atau intimidasi. Tentu saja ini merugikan orang lain. Kemudian bunga yang ditetapkan juga tinggi.
Lagi-lagi ini adalah salah satu bukti bobroknya sistem kapitalisme. Menyelesaikan masalah dengan mendatangkan masalah baru. Memberi solusi yang tidak solutif bahkan cenderung merugikan.
Sudah seharusnya pemerintah menghentikan aktivitas ribawi tersebut. Kemudian memberikan solusi tanpa masalah yaitu memberikan pinjaman tanpa riba kepada masyarakat yang membutuhkan pinjaman. Sayangnya, memberlakukan aturan pinjaman tanpa riba di alam demokrasi adalah sebuah kemustahilan. Sebab hukum dibuat oleh manusia dan diatur berdasarkan kepentingan manusia.
Aktivitas ribawi sudah menjadi bagian dari ekonomi kapitalisme. Segala hal yang berpeluang menguntungkan diupayakan untuk kepentingan bisnis. Tak peduli apakah itu halal atau haram. Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 279 yang artinya,
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."
Walhasil, masyarakat mesti berupaya sendiri untuk menghindar dari debu-debu riba. Salah satunya mungkin dengan cara meminjam kepada teman yang sama-sama paham syariat. Hanya dengan cara inilah aktivitas pinjam-meminjam bebas dari tambahan bunga dan tipu-tipu.
Berbeda dengan Islam, menyelesaikan masalah tanpa masalah sampai tuntas hingga ke akar. Sebab, syariat Islam secara keseluruhan diterapkan dalam institusi negara. Maka dari itu, negara pasti tidak akan membiarkan adanya praktik riba barang secuil pun. Akan tetapi, negara akan memberikan pinjaman tanpa riba dan dharar (bahaya) jika ada yang membutuhkan pinjaman. Oleh karena kebutuhan hidup dan keamanan adalah salah satu kebutuhan yang dijamin oleh negara.
Di sisi lain, dengan diterapkannya syariat, masyarakat akan tahu hukum dari setiap perbuatan. Sementara pribadi individunya diikat dengan akidah yang benar dan kokoh. Paham dengan tujuan hidup yang sebenarnya. Oleh karenya, seorang hamba tidak akan mudah untuk melakukan maksiat. Termasuk perbuatan menyakiti diri sendiri dan orang lain.
Dengan begitu, ketenangan dan kenyamanan akan diperoleh, karena Islam mampu memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai dengan fitrah manusia. Lebih dari itu, Islam menyelesaikan seluruh permasalahan hidup manusia secara komprehensif.
Oleh karenanya, dibutuhkan perjuangan untuk mengembalikan kejayaan Islam yang dahulu pernah menaungi umat manusia. Untuk itu, mari terus mengkaji Islam secara kafah sebagai amunisi dalam perjuangan. Hingga akhirnya kita bisa berdiri setegar karang di tengah hantaman pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Allahu Akbar.
Wallahu a'lam bisshawab.[TRM/Nai]
Via
Opini
Posting Komentar