Motivasi
Generasi Tangguh Bukan Generasi Warisan
Oleh: Meilina Tri Jayanti
TanahRibathMedia.Com—Bagi orang yang telah dewasa, membangun rumah tangga dan memiliki keluarga lumrah diidamkan. Dari seorang suami dan istri berharap generasi tangguh akan dilahirkan. Generasi yang tidak hanya meneruskan "kemiskinan" atau "kekayaan" orang tuanya. Kenapa demikian, karena di zaman kapitalis seperti sekarang ini, "kemiskinan" dan "kekayaan" ibarat lingkaran setan yang sulit diurai.
Gambaran generasi tangguh, adalah mereka yang setidaknya mampu memahami tujuan akhir hidupnya. Dari sini mereka akan menetapkan batasan perbuatannya agar dapat mencapai tujuan. Tentunya tujuan hidup bagi seorang muslim adalah mencapai rida Allah. Sebab, rida Allah-lah yang dapat menjadi sebab seseorang merasakan kenikmatan surga.
Bukan sebaliknya, seperti generasi yang banyak terlihat saat ini yang hanya berfokus pada kesenangan duniawi. Generasi alay, generasi pelangi, generasi lemah yang seringkali buntu ketika menghadapi masalah. Bahkan tak segan mereka menganiaya sesama atau menghilangkan nyawa. Kiranya tidaklah berlebihan jika saya menyebut gambaran generasi seperti itu merupakan generasi warisan dari "kemiskinan" atau "kekayaan" orang tua saat ini.
Sebenarnya kemiskinan atau kekayaan bukanlah sebab dari lemahnya generasi. Yang menjadi sebab utama lemahnya generasi muslim saat ini adalah minimnya pola asuh yang didasarkan pada pemahaman agama yang baik. Pada keluarga miskin misalnya, putra putri mereka dididik dengan mental marjinal. Tidak dilatih malu untuk menjadi peminta-minta. Yang lebih ironi lagi, tak jarang media memberitakan seorang pengemis yang kaya raya, memiliki harta bahkan bernilai milyaran rupiah. Apa yang bisa diharapkan dari keluarga seperti ini?
Seharusnya kita tidak pernah lupa bagaimana Rasulullah mengajarkan seorang miskin untuk bisa menafkahi keluarga dari hasil keringatnya. Harga diri mereka tidak mudah terbeli atau tergadaikan. Terhormat dalam pandangan manusia dan mulia dalam pandangan Penciptanya. Dalam hadis riwayat Al-Bukhari, Rasulullah menggambarkan orang yang meminta-minta pada manusia, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan tanpa sekerat daging di wajahnya. Na'udzubillah min dzalik.
Di sisi lain, keluarga kaya memanjakan putra-putri mereka dengan keberlimpahan materi berupa uang dan fasilitas mewah. Tak ayal, generasi yang dihasilkan dari pola asuh semacam ini justru membawa petaka bagi diri dan keluarganya. Betapa banyak para pejabat yang tersandung kasus, bermula dari tindak kriminal yang diperbuat anak-anak mereka. Alih-alih mewariskan sikap kepemimpinan yang amanah dari kekuasaan yang dimiliki, mereka justru membentuk generasi bermental rapuh yang rusak dan merusak.
Mari sesaat kembalikan ingatan kita pada kisah teladan Umar bin Khattab dan putranya, Abdulah bin Umar. Ketika didapati sapi-sapi milik anaknya lebih gemuk dari pada sapi orang lain. Padahal sapi-sapi tersebut digembalakan di padang rumput yang sama. Muncul rasa kehati-hatian Umar yang saat itu menjabat sebagai Amirul Mukminin, khawatir kalau penanggung jawab padang rumput memprioritaskan sapi-sapi Abdullah bin Umar untuk senantiasa berada di tempat yang subur. Lantas dengan tegas Umar bin Khattab memerintahkan anaknya untuk menjual sapi-sapinya dan ia hanya boleh mengambil modalnya saja. Sedangkan keuntungannya ia kembalikan ke kas negara. Demikian seorang Umar bin Khattab menutup celah pemanfaatan jabatan oleh anaknya yang sungguh akan mendatangkan murka di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebuah teladan yang patut ditiru oleh umat saat ini.
Tak peduli Allah menguji kita dengan kemiskinan atau kekayaan, kedua kondisi tersebut sama-sama berpeluang menghadirkan anak-anak yang saleh/salihah, penyejuk pandangan orang tua di dunia sekaligus penyelamat orang tua dari siksa neraka. Tentu, tujuan itu akan tercapai dengan upaya sungguh-sungguh berbekal petunjuk Sang Pencipta Yang Maha Mengatur.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
Motivasi
Posting Komentar