Tsaqofah
Menikmati Nasi Bungkus dalam Tong Sampah, Sanggupkah?
Oleh: Sunaini, S.Pd.
(Aktivis Muslimah Kota Batam)
TanahRibathMedia.Com—Siapa yang tidak kenal dengan nasi Padang? Pastilah tidak asing lagi karena di setiap sudut pasar, di kafe, di mall, restoran, ruko, dan sebagainya, sudah tersedia rumah makan masakan padang. Harga yang terjangkau dan porsi "tambuah ciek, da". Menyatu di dalam satu bungkus itu terdiri dari nasi, lauk, kuah gulai, kuah asam pedas, sayur, dan cabe. Enak dan bikin kenyang.
Saat dinikmati pada waktu makan siang, cukup lahap dan menambah tenaga untuk melanjutkan aktivitas berikutnya. Ditambah juga segelas teh obeng. Sungguh, nikmat Allah mana lagi yang engkau dustakan?
Lalu, berbeda kejadiannya. Tatkala nasi bungkus masakan Padang ini kalau kita masukkan ke tong sampah. Di dalam tong sampah itu terdapat belatung, lalat, dikerumuni tikus. Meskipun nasi tadi masih belum terbuka bungkusnya, dipastikan tidak banyak yang mau mengambil apalagi untuk memakannya, pemulung sekalipun dia. Kecuali, orang yang sudah tidak sehat lagi akalnya.
Begitulah faktanya, sesuatu yang baik apabila masuk ke tempat yang kumuh, kotor, rusak, dan busuk. Maka, sesuatu yang baik itu akan tercemari dengan sendirinya. Hari ke hari pasti akan ada perubahan kepada keburukan.
Begitulah yang terjadi untuk saat ini. Kita saat lahir sudah berada dalam sistem kehidupan sekularisme kapitalisme. Aturan ini diterapkan oleh negara sebagai payung kehidupan dalam bergaul, pendidikan, jual beli, kepemilikan lahan, pengurusan sumber daya alam, dan sebagainya. Negara menyatakan bahwa menganut agama masing-masing telah dijamin menjadi urusan individu. Akan tetapi, urusan mengurus tatanan kehidupan tidak boleh menggunakan aturan dalam agama.
Ketika kita cermati, hal inilah yang disebut sekularisme. Artinya memisahkan aturan kehidupan dengan agama. Jelaslah ini sistem aturan yang rusak. Padahal kita meyakini bahwa Allah adalah penguasa langit dan bumi. Allah telah menetapkan seperangkat aturan dengan sifatnya Al-Mudabbir (Maha Mengatur) seisi langit dan bumi baik yang tampak maupun hal gaib. Hal ini menyadarkan kita, bahwa manusia yang tidak mau diatur oleh aturan Allah, itu berarti makhluk yang sombong dan angkuh.
Tidak ada sistem terbaik kecuali sistem yang dibuat oleh Allah Ta'ala. Sebaik apapun penguasa atau pemimpin negeri, jikalau masih meyakini aturan demokrasi buatan manusia yang lebih layak mengatur manusia, maka dapat dipastikan tidak akan beres cara pengaturnya. Karena aturan itu sendiri berasal dari orang kafir yang dipropagandakannya untuk memecah belah umat Islam. Untuk melemahkan umat Islam.
Oleh sebab itu, marilah diri kita merenung, kembalilah pada fitrah Islam. Menjadikan syariat Islam satu-satunya sistem terbaik untuk manusia, alam, dan kehidupan.
Wallahu a’lam bisshawwab.
Via
Tsaqofah
Posting Komentar