SP
Menyoal Fenomena Masa Orientasi Siswa
Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
(Santriwati Peduli Generasi Muda)
TanahRibathMedia.Com—Memprihatinkan. Fenomena masa orientasi siswa tak ada yang berubah. Sejak dahulu kala hingga kini zaman sudah modern, masih saja banyak perilaku yang sangat aneh. Seperti perlakuan kakak kelas yang memerintahkan kepada adik kelasnya untuk menggunakan topi kerucut, kalung permen atau kerupuk, dan lain sebagainya. Bahkan terkadang mereka seolah punya kuasa untuk menghukum para siswa baru tersebut.
Sebenarnya apa sih maksud atau tujuan dari adanya hal-hal seperti itu? Bukankah tujuan acara MOS itu adalah sebagai ajang perkenalan atau adaptasi seorang siswa terhadap lingkungan sekolahnya? Akan tetapi pada kenyataannya jauh api dari panggang.
Kita belajar atau menuntut ilmu saat ini bukan dituntut untuk menjadi ilmuwan seperti zaman dahulu, melainkan hanya sebagai orang yang bermental karyawan atau pekerja. Itulah goal dari kita belajar tersebut. Wajar saja apabila yang terjadi adalah generasi yang tak memiliki prinsip yang kuat.
Padahal di dalam Islam, tujuan dalam menuntut ilmu itu sangat jelas sekali yakni untuk mencari rida Allah Swt.. Dan ilmu yang telah kita pelajari bisa bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Nah, bagaimana mau lurus tujuannya kalau dari awalnya saja sudah aneh begitu.
Kalau kita telisik kembali, sebenarnya tak ada manfaatnya dari perlakuan tersebut, seharusnya acara MOS itu bisa diganti dengan acara yang lebih bermanfaat. Seperti mengadakan kajian, talk show tentang kepribadian remaja muslim atau hal bermanfaat lainnya. Kan jadi lebih berpahala dan bermanfaat bukan?
Perlakuan yang telah turun-temurun dilakukan oleh kakak kelas terhadap adik kelasnya seyogianya tidak lagi terjadi karena hal tersebut lebih banyak dampak buruknya daripada kebaikannya, sepertinya tidak ada nilai edukasi sama sekali. Tidak adakah sebuah terobosan baru yang jitu untuk para peserta didik baru? Jangan sampai kita menjadi generasi dungu karena terus-menerus membebek tradisi yang tidak jelas tujuannya.
Pertanyaannya adalah mengapa hal tersebut bisa turun-temurun dilakukan pada hampir seluruh tingkat pendidikan? Padahal di zaman Rasulullah saw. dulu hingga runtuhnya Daulah Islam terakhir tidak pernah dijumpai perilaku semacam itu. Ini karena hal tersebut sangat membuang-buang waktu dan tenaga untuk hal yang tidak penting dan tidak ada manfaatnya untuk kita atau sia-sia.
Apalagi kalau hanya sekadar eksistensi. Mencari popularitas atau sekadar unjuk gigi supaya diakui. Kemudian membanggakan diri karena merasa sudah senior. Bersikap sesuka hati terhadap junior. Cukup sudah.
Bagaimana kira-kira supaya hal yang sia-sia tidak kembali terjadi?
Pertama, mungkin perlu adanya edukasi dan diskusi. Ada semacam gebrakan baru yang jitu. Mengalihkan kebiasaan yang jelas-jelas tak begitu ada kebaikan.
Kedua, mungkin perlu adanya penyadaran bersama. Mengubah pola pikir masyarakat khususnya di dunia pendidikan. Termasuk para guru. Meluruskan kembali tujuan dari sebuah pendidikan adalah membentuk generasi berakhlak mulia.
Ketiga, evaluasi sistem pendidikannya. Tahun demi tahun, perbaikan demi perbaikan nyatanya belum mampu mengubah wajah pendidikan menjadi lebih baik. Buktinya bisa dilihat banyaknya fakta tentang kerusakan moral generasi muda.
Akan tetapi, hal tersebut tidak akan terwujud apabila sistem yang kita gunakan saat ini bukan sistem Islam. Oleh karenanya, tugas kita saat ini adalah terus berdakwah dan memperjuangkan Islam agar kembali tegak di muka bumi agar seluruh elemen dan lapisan masyarakat bisa diperbaiki secara keseluruhan. Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
SP
Posting Komentar