Opini
Polemik Pencaplokan Lahan Calon Bandara IKN, untuk Kepentingan Siapa?
Oleh: Mutiara Aini
TanahRibathMedia.Com—Megaproyek IKN yang mengusung konsep “Future Smart Forest City of Indonesia” dengan tagline “Kota Dunia untuk Semua” telah menyerap anggaran hingga triliunan rupiah. Kini kembali menuai masalah baru terkait rencana pembangunan bandara sehingga membuat warga protes lantaran tanah yang mereka tempati diambil alih oleh Bank Tanah untuk pembangunan Bandara Naratetama atau VVIP. Protes ini dilakukan oleh ratusan warga Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Ratusan warga yang protes itu berasal dari lima kelurahan diantaranya empat kelurahan berada di Kecamatan Penajam, yakni Kelurahan Gersik, Jenebora, Pantai Lango dan Kelurahan Riko. Sedangkan satunya lagi berada di Kecamatan Sepaku Kelurahan Maridan.
Delle Roy Bastian salah satu warga kecamatan Gresik mengungkapkan bahwa ada 1000 orang warga yang terdampak dari pembangunan bandara tersebut, bahkan warga diharuskan pindah dari tanah yang diambil alih Bank Tanah itu. Ironisnya, Bank Tanah melakukan sosialisasi dan tanpa pemberitahuan apapun kepada warga, mereka langsung mematok tanah sehingga warga ditahan tidak boleh mendekati patok pada saat ditahan (cnnindonesia.com, 21-6-2023)
Bisnis Kapitalistik
Sejak awal, proyek IKN sudah terlihat sebagai proyek yang dipaksakan. Terbukti pembangunan proyek tersebut melahap tanah warga, tanah adat, dan sebagainya. Sayangnya, sekalipun warga telah berusaha melakukan protes, tetapi seolah tidak dihiraukan oleh penguasa.
Proyek pemindahan IKN ini seakan menjadi surga baru bagi para pengusaha. Sekaligus menjadi santapan lezat bagi para pejabat yang biasa berkolaborasi dengan mereka. Maklum, pola kekuasaan oligarki sudah begitu erat dalam pemerintahan Indonesia. Kebijakan apa pun yang menyangkut rakyat seakan tak bisa lepas dari kepentingan para kapitalis. Inilah konsekuensi hidup dalam sistem sekuler kapitalisme neoliberal. Di mana paradigma dalam sistem ini menjadikan materi sebagai prioritas dari adanya sebuah kebijakan. Oleh karena itu, ketika sebuah pembangunan dilihat menguntungkan, maka bagaimanapun caranya proyek itu harus direalisasikan meski harus mencaplok tanah rakyat.
Keberadaan Bank Tanah seolah menjadi “senjata ampuh” bagi pemerintah untuk mempermudah pencaplokan tanah warga Kalimantan Timur kendati secara zalim, menanggap tanah tersebut kosong dan tidak ada pemilik atau penghuninya. Dari sini kita dapat menilai bahwa pembangunan IKN bukanlah untuk kepentingan rakyat melainkan demi memuaskan hawa nafsu para kapitalis dan penguasa. Dalam sistem kapitalisme liberal, umat terus ditimpa kezaliman, baik itu datang dari penguasa maupun dari para korporat.
Berbeda ketika umat hidup dalam naungan sistem Islam yang disebut Khil4f4h. Mereka benar-benar merasakan manfaat pembangunan yang dilakukan oleh negara. Hal tersebut tidak lepas dari paradigma keberadaan negara Islam di tengah umat yakni sebagai ra'ain atau pelayan. Nabi saw. bersabda, "Imam atau kepala negara laksana penggembala, hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Paradigma ini akan memengaruhi semua kebijakan dalam sistem Khil4f4h. Maka kita akan mendapati semua keputusan yang ditetapkan oleh khalifah terkait urusan umat, akan tertata dengan baik dan sesuai dengan keperluan mereka seperti halnya pembangunan infrastruktur.
Butuh Sistem Islam
Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbesar di dunia dan sangat kaya-raya. Mestinya, dengan modal SDA tersebut, Indonesia dapat meraih kebangkitan berupa ideologi Islam dalam menyejahterakan rakyatnya. Akan tetapi, kepemimpinan kapitalisme sekuler justru malah membajak potensi besar ini sehingga jauh dari keberkahan, bahkan tenggelam dalam bencana demi bencana. Kehidupan masyarakat diselimuti kesempitan dan kian terjajah.
Semua problem ini hanya sebagian kecil dari problem super besar yang dihadapi masyarakat. Masih banyak problem lain yang belum bisa dituntaskan oleh negara. Tersebab paradigma yang diterapkan saat ini tidak mengacu pada aturan Sang Khalik. Mulai dari soal politik, ekonomi, sosial, hukum, hankam, dan sebagainya.
Faktanya, para penguasa hari ini hanya fokus dan berlomba meraih kepentingan politik dan ekonomi semata demi kepentingan kelompoknya saja. Sedangkan rakyat ditinggalkan, kecuali menjelang momen lima tahunan.
Sejatinya, kunci kesuksesan dan keberkahan hidup sebuah bangsa adalah memiliki kepemimpinan yang beriman dan bertakwa. Di dalamnya ada fungsi riayah (mengurus) dan junnah (menjaga) umat berdasar kesadaran ruhiyah. Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-Araf: 96).
Dalam Islam, tujuan pembangunan adalah untuk memudahkan aktivitas sosial ataupun urusan ibadah masyarakatnya. Maka, untuk merealisasikan hal tersebut, negara akan membangun infrastruktur berdasarkan skala prioritas. Semisal infrastruktur kesehatan, pendidikan, jalan raya, dan semua infrastruktur yang menunjang aktivitas ekonomi rakyat menjadi prioritas utama. Sedangkan fasilitas umum yang bersifat tidak mendesak akan dibangun ketika semua fasilitas utama telah selesai dibangun dan keuangan negara dalam keadaan aman. Oleh karenanya, konsep ini akan menjadikan setiap proyek apa pun pada akhirnya berpihak kepada kepentingan umat dan untuk kemaslahatan umat.
Sekalipun dalam proses pembangunan tersebut ternyata harus memakai tanah milik umat, maka negara akan memberikan ganti untung yang sepadan. Negara dalam sistem Khil4f4h tidak akan menzalimi dengan memaksa rakyat menyerahkan tanahnya tanpa ganti untung sebagaimana negara kapitalisme saat ini. Justru sebaliknya Daulah Khil4f4h akan melakukan pembangunan untuk kepentingan rakyat.
Wallahu a’lam bisshwwab
Via
Opini
Posting Komentar