Opini
Senang Tawuran, Generasi Muda Kehilangan Masa Depan?
Oleh: Yulida Hasanah
(Ibu dan Pemerhati Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Tak habis pikir, apa yang diinginkan oleh 69 pelajar di Kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten hingga memiliki rencana melakukan tawuran saat hari pertama masuk sekolah. Beruntung, rencana tersebut digagalkan Polresta Tangerang. Para pelajar yang diketahui berasal dari dua sekolah yang berbeda ini kemudian menangis di depan orang tua mereka saat dihadirkan di Polresta. Mereka akan diberi sanksi berupa pembinaan di tempat ini (Beritasatu.com, 18-7-2023).
Tawuran pelajar memang terlihat makin digemari dan bahkan telah menjadi budaya di negeri ini. Di tempat lain, yakni di Jakarta Utara tepatnya di Jembatan Bandengan. Sekelompok pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) terlibat aksi tawuran demi sekadar ingin mencari pengakuan di media sosial. Menurut Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Metro Penjaringan Kompol Harry Gagsari, mereka ingin eksis dan juga memang memiliki catatan merah di sekolah masing-masing karena sering bolos. Dugaan kuat mereka bolos karena bergabung dalam kelompok yang suka berbuat onar (Antaranews.com, 18-7-2023).
Bukan sekali dua kali ini saja aksi tawuran pelajar terjadi. Polres Metro Depok pada April lalu berhasil mengamankan 367 pelajar tawuran terhitung mulai 23 Maret hingga 14 April 2023. Mereka yang rata-rata berusia 16 sampai 19 tahun dan masih duduk di bangku sekolah. Dan yang memprihatinkan adalah aksi tawuran ini terjadi 63 kali di 11 kecamatan di Kota Depok selama selang waktu tersebut. Di mana dalam semalam ada 2-3 kali tawuran, baik yang berhasil dicegah dan yang sudah terjadi (Antaranews.com, 14-4-2023).
Tawuran Menjadi Budaya, Pahami Sebab dan Solusinya
Meski banyak program pencegahan aksi tawuran pelajar digencarkan oleh pemerintah melalui badan kepolisian. Namun, hingga detik ini program-program termasuk penerapan sanksi terhadap pelaku tawuran tidak mencapai pada solusi yang diharapkan. Yakni meminimalkan dan menekan angka aksi tawuran. Bahkan kepolisian juga menggandeng dinas pendidikan dan berbagai elemen pemerintahan dalam mengatasi salah satu tindak kriminalitas yang disebut kenakalan remaja ini. Namun nihil, upaya yang ditempuh juga tak sampai pada masalah mendasar yang ingin dituntaskan.
Sejatinya ada dua faktor yang bisa digali untuk disolusi terkait membudayanya tawuran pelajar. Yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor pertama, yakni faktor internal berasal dari dalam diri pelajar sendiri. Hari ini begitu jelas terlihat di mana pelajar kita makin jauh dari agama/Islam. Padahal masa-masa di usia mereka inilah masa labil yang butuh sekali untuk membangun fondasi yang kuat pada diri mereka. Mengenalkan identitas mereka sebagai manusia dan dari sinilah mereka mampu membangun benteng sebagai kontrol diri mereka sendiri. Namun sayangnya, hal tersebut ternyata tidak dilirik oleh pemerintah sebagai masalah mendasar yang harus dibangun di dalam diri pelajar. Yang ada malah dunia pendidikan kita dan kondisi kehidupan yang mengelilingi generasi muda hari ini makin dijauhkan dari agama.
Negeri ini masih mengenggam erat sekularisme (paham yang memisahkan peran agama dari kehidupan), baik sebagai landasan kurikulum pendidikannya maupun landasan kehidupan dalam bernegara. Jadi wajarlah jika pendidikan kita tidak memberikan pembinaan sampai pelajar mampu memahami hakikat hidupnya, hakikat penciptaan untuk apa sebenarnya dia diciptakan ke dunia ini. Inilah awal mula generasi muda kita menjadi gagal paham terkait untuk apa masa muda mereka, mau diisi dengan apa kehidupan remajanya.
Selain karena adanya krisis identitas di kalangan pelajar, faktanya generasi muda sekarang mudah sekali tersulut emosi dan ikut-ikutan sekadar demi eksistensi. Hal ini jelas menjadi akibat dari ‘kontrol diri yang lemah’ pada diri mereka. Generasi muda lemah dalam mengendalikan diri atas potensi kehidupan yang dimiliki, khususnya potensi naluriah yakni naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’). Sebagai manusia, memang Allah Swt. menciptakan potensi kehidupan pada diri manusia, baik berupa adanya kebutuhan jasmaniah yang pemenuhannya tidak bisa ditunda dan berasal dari dalam tubuh manusia sendiri. Akan tetapi, ada juga kebutuhan naluriah yang akan tampak meminta untuk dipenuhi saat ada stimulasi dari luar tubuh manusia dan pemenuhannya bisa ditunda dan dialihkan sebagaimana naluri mempertahankan diri tersebut.
Maka, naluri mempertahankan diri yang ada pada diri pelajar inilah yang seharusnya diatur dan diarahkan. Yakni dengan cara mengalihkan pada kegiatan fisik lain yang positif. Hal ini butuh pembinaan pelajar dengan pemikiran-pemikiran positif yang mendekatkan mereka pada agama mereka yakni Islam, bukan malah menjauhkannya.
Selanjutnya, Faktor kedua penyebab membudayanya tawuran pelajar adalah faktor eksternal. Pertama dari lingkungan, misal pengaruh pergaulan/pertemanan, tayangan media, dan kurangnya pengawasan orang tua. Maka, butuh sekali diciptakan lingkungan yang mendukung para pelajar agar jauh dari aktivitas negatif seperti tawuran ini. Sebab, lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi pembentukan karakter diri generasi pelajar.
Selain lingkungan yang kondusif, generasi kita hari ini begitu butuh sistem yang kondusif pula. Di mana sistem inilah sejatinya yang akan melahirkan lingkungan yang kondusif tersebut. Berbicara tentang sistem, hari ini generasi pelajar tidak lepas dari bentukan sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara. Dan faktanya, kapitalisme sekularisme masih kuat memengaruhi lahirnya sistem dan kurikulum pendidikan kita. Dari sinilah lahir berbagai produk generasi pelajar yang terjatuh pada aktivitas negatif yang membahayakan fisik dan jiwanya. Sedangkan mereka juga tidak mendapatkan sanksi yang tegas dari negara, padahal di hadapan Allah Swt., para pelajar sudah memasuki usia-usia baligh. Dan mereka bukan lagi anak yang harus ‘dimaklumi’ kenakalannya maka hal tersebut sudah termasuk dalam kategori kemaksiatan atau pelanggaran terhadap syariat.
Solusi Islam
Oleh sebab itu, solusi terbaik dan menjadi satu-satunya alternatif dari berbagai solusi yang telah jelas gagal menuntaskan problem tawuran pelajar ini hanya ada pada Islam. Hanya Islam dengan segala kesempurnaan syariatnya yang memiliki penyelesaian dari akarnya. Pedoman tingkah lalu, adab, dan akhlak yang baik tak hanya menjadi teori yang sekadar dipelajari, tetapi akan menjadi karakter generasi pelajar muslim yang terdidik dengan pendidikan Islam.
Islam tidak hanya menyelesaikan masalah tawuran, tetapi juga mampu mencegah generasinya melakukan tawuran. Hal ini akan terealisasi apabila tiga perkara ini diterapkan:
Pertama, adanya pembinaan Islam kafah pada diri generasi dengan menanamkan akidah Islam sebagai dasar pembentuk karakter pelajar yang baik. Dan hal ini jelas butuh dukungan dan peran para orang tua. Mendidik dan mendukung anak-anak mereka sehingga paham hakikat kehidupan dan tujuan hidupnya.
Kedua, lingkungan sosial yang positif, bersinergi antara orang tua dan lingkungan sekolah serta lingkungan tempat tinggal para pelajar. Maka, di lingkungan inilah butuh dijalankan peran amar makruf nahi mungkar. Peduli satu sama lain apabila terjadi masalah pada generasi kita, maka lingkunganlah benteng paling dekat untuk menyelematkan dan menjaga mereka.
Ketiga, hal yang paling penting dan genting untuk segera diwujudkan yakni negara yang menerapkan sistem yang kondusif bagi pendidikan Islam yang dibutuhkan generasi kita. Sekaligus negara yang mampu menerapkan sistem sanksi yang tegas dan memberikan efek jera terhadap para pelaku tawuran yang notabene mereka telah mukallaf. Inilah negara yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan diikuti oleh para sahabat Rasul saw.. Negara Islam yang menerapkan sistem Islam kafah menyelamatkan generasi muslim dari kerusakan moral dan melahirkan generasi muslim dengan karakter yang diharapkan, yakni generasi taat dengan masa depan gemilang. Wallaahua’lam
Via
Opini
Posting Komentar