Opini
Gaya Hidup Frugal Living, Bagaimana Islam Menyikapinya?
Oleh. Hanum Hanindita, S.Si.
TanahRibathMedia.Com—Viral di media sosial tentang gaya hidup frugal living. Hal ini berawal dari konten kreator yang menceritakan bagaimana dirinya menerapkan frugal living dengan gajinya yang pas-pasan menurut standar ibukota, tetapi ia mampu membeli rumah dengan cash, kendaraan, memenuhi asuransi kesehatan, dan sebagainya.
Menanggapi frugal living ini masyarakat pun terbelah, ada kubu pro dan ada yang kontra. Masyarakat yang pro tentunya merasa frugal living ini akan menjadi jalan keluar dalam menghadapi tuntutan kebutuhan hidup yang makin tinggi, sekaligus menabung untuk masa depan demi kehidupan yang lebih baik. Sedangkan kubu kontra merasa gaya hidup ini tidak masuk akal dan cenderung pelit.
Apa itu sebenarnya frugal living? Bagaimana Islam memandangnya? Bolehkah seorang muslim menerapkan frugal living?
Pengertian Frugal Living
Merujuk dari djkn.kemenkeu.id, frugal living secara sederhana sering dimaknai sebagai gaya hidup hemat atau irit terhadap pengeluaran agar dapat menabung lebih banyak, bahkan cenderung dinilai pelit oleh sebagian orang. Hal ini mereka lakukan demi tujuan mencapai target perencanaan keuangan jangka panjang. Menurust Uztazah Rif’ah Kholidah, makna yang demikian ini adalah makna frugal living menurut cara pandang kapitalisme.
Dalam konsep hidup ini, seseorang dianjurkan untuk hidup irit, baik untuk dirinya maupun keluarganya, yakni bisa mengantarkan kepada pemenuhan hidup yang tidak layak misalkan makan seadanya, padahal dia bisa mendapatkan makanan yang lebih layak.
Frugal Living Bertentangan dengan Islam
Seruan frugal living sangat bertentangan dengan gaya hidup syariat Islam. Di manakah letak pertentangannya? Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan aturan yang begitu lengkap dan jelas dalam mengelola harta maupun membelanjakannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani dalam kitab An Nizamul Iqtisadi Fil Islam halaman 202 menjelaskan tentang ketentuan hukum dalam membelanjakan harta. Pertama, Islam melarang seseorang untuk berbuat israf dalam membelanjakan harta. Pengertian israf tidak hanya sebatas berlebihan atau melampaui batas, tetapi israf dalam makna syar’i adalah membelanjakan harta pada perkara yang dilarang Allah. Oleh karena itu membelanjakan harta baik sedikit atau banyak dalam perkara yang dibolehkan atau mubah dan perkara yang diperintahkan tidak termasuk kategori israf.
Demikian juga membelanjakan harta sebagai bentuk upaya mendekatkan diri kepada Allah, walaupun dengan jumlah besar seperti infak, sedekah, zakat dan yang lainnya tidak termasuk kategori israf. Sedangkan berbuat bakhil (kikir atau pelit) dalam perkara yang mubah adalah termasuk perbuatan tercela.
Allah Swt. berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (TQS Al-Furqan: 67)
Kedua, Islam melarang seseorang untuk berfoya-foya atau bermewah-mewahan. Allah juga mengancam kepada pelakunya sebagaimana firman Allah yang artinya, ”Sehingga apabila Kami timpakan siksaan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di antara mereka, seketika itu mereka berteriak-teriak meminta tolong.” (TQS Al-Mu’minun: 64)
Sikap yang diharamkan adalah tindakan menyombongkan diri yang muncul sebagai akibat banyaknya kenikmatan harta dan kekayaan. Allah Swt. pun membenci orang yang bersikap sombong serta membangkang karena banyaknya nikmat.
Jadi yang dilarang di sini bukan menikmati harta dan rezeki yang diberikan Allah, tetapi yang diharamkan adalah sikap sombongnya itu sendiri. Sebaliknya Allah menyukai orang-orang yang menikmati rezeki dari Allah dan merasakan rezekinya dengan baik sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya Allah suka untuk melihat tanda-tanda kenikmatannya pada hambanya.” (HR Tirmidzi)
Ketiga, Islam melarang tindakan kikir terhadap dirinya sendiri dan menahan diri dari kenikmatan yang dibolehkan oleh syarak. Allah menghalalkan untuk menikmati rezeki yang baik yang telah diberikan kepada para hamba-Nya. Membeli rumah yang luas dan megah, kendaraan atau pakaian yang bagus, memberi nafkah yang layak tanpa menyombongkan diri adalah bagian dari menikmati rezeki yang diberikan Allah sebagaimana sabda Rasul saw., “Jika engkau telah dianugerahi harta oleh Allah, tampakkanlah tanda-tanda nikmat dan kemuliaan yang telah Allah berikan kepadamu.” (HR Al-Hakim)
Jika seseorang itu memiliki harta, sementara dia bertindak bakhil atau pelit terhadap dirinya maka tindakan itu adalah dosa. Demikian juga jika seseorang itu mempunyai harta dan bertindak bakhil terhadap orang-orang yang dinafkahinya itu pun dosa dalam pandangan Allah. Frugal living yang diserukan atau diopinikan dalam sistem kehidupan kapitalisme tidak lain merupakan tindakan untuk bersikap kikir terhadap dirinya atau keluarganya demi mencapai target jangka panjang yang diinginkan sampai-sampai bisa menzalimi dirinya dan keluarganya. Jelas ini adalah konsep hidup yang bertentangan dengan Islam.
Menyikapi Frugal Living
Di dalam Islam, ketika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya solusinya bukan dengan cara menerapkan frugal living. Akan tetapi, negaralah yang hadir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dasar atau sekundernya, dengan cara yang makruf. Apabila ada orang yang berlebih dalam harta, tetapi yang bersangkutan malah menafkahi keluarganya dengan ukuran yang tidak semestinya, maka ia akan dipaksa oleh negara agar mampu menafkahkan hartanya untuk keperluan keluarganya dengan nafkah yang layak. Negara yang memiliki kekuatan demikian hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam dalam institusi Daulah Khil4f4h Islamiyah. Bukan seperti kondisi saat ini, yakni negara menerapkan sistem sekularisme kapitalisme yang aturan hidupnya berlawanan dengan Islam.
Maka sejatinya seruan frugal living itu adalah ilusi kesejahteraan yang disebabkan oleh penerapan sekularisme kapitalisme karena dalam sistem tersebut, negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pelayan bagi umatnya. Hanya Khil4f4h satu-satunya yang mampu memberikan jaminan kebutuhan umat mulai dari individu sampai seluruh masyarakatnya sehingga mengantarkan kepada kesejahteraan hakiki.
Untuk itu, sebagai seorang muslim, janganlah tertipu dengan konsep hidup frugal living yang seolah-olah baik dan menjamin kesejahteraan di masa depan. Nyatanya konsep ini hanyalah membuat seorang muslim menjadi salah kaprah dalam mengelola, membelanjakan harta, dan menikmati rezeki dari Allah Swt.. Lebih dari itu, frugal living hanyalah solusi pragmatis yang digunakan untuk menutupi borok kerusakan ekonomi kapitalisme dan abainya negara dalam bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup warganya. Cukuplah kita mengikuti gaya hidup yang memang disyariatkan oleh Islam.
Via
Opini
Posting Komentar