Opini
Gurita Utang Membuat Hidup Tak Tenang
Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Aktivis Muslimah Tangerang)
TanahRibathMedia.Com—Kondisi ekonomi yang kian sulit memaksa sebagian masyarakat untuk berutang demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun sayang, utang yang seharusnya menjadi solusi dari permasalahan ekonomi nyatanya malah membuat hidup tidak tenang. Hari ini, utang makin mudah dengan kemajuan teknologi dan informasi. Pinjaman online alias pinjol saat ini sedang banyak menjerat masyarakat.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) total utang warga lewat pinjol se-Indonesia pada Mei 2023 telah mencapai Rp51, 46 triliun. Kabar buruknya, hampir sebagian dari pinjaman tesebut mengalami kemacetan karna nasabah tidak mampu membayar tagihan. Parahnya ada sebagian yang membayar utang dengan membuka pinjol baru alias gali lubang lagi dan lagi.
Kondisi ini membuat pinjol tumbuh subur. Peminatnya adalah masyarakat yang benar-benar terpaksa berutang demi memenuhi kebutuhan dan orang-orang yang budget pas-pasan, tetapi gaya ingin seperti sosialita alias BPJS.
Mudah dan cepatnya proses pinjol ini membuat masyarakat tergiur. Mereka tidak sadar sedang menggali lubang kesengsaraan sendiri. Mulai dari sulitnya membayar utang yang berbunga, ditagih dengan cara kasar dan tidak manusiawi sehingga membuat stress bahkan depresi dan bunuh diri.
Sempat heboh kasus ratusan mahasiswa IPB dan masyarakat dilaporkan telah menjadi korban penipuan yang berujung tunggakan tagihan pinjol. Total kerugian ditaksir sebesar Rp2,1 miliar dari 311 korban (CNNIndonesia.com, 18-11-2022).
Ada juga kasus pegawai minimarket yang bunuh diri karena depresi terus ditagih dan kasus-kasus serupa lainnya. Selain dampak buruk pinjol di atas, ada masalah yang lebih penting untuk kita ketahui bersama, yaitu praktik ribawi pada pinjol. Pinjol yang selama ini berjalan mengandung unsur riba nasi'ah yang hukumnya haram.
Keharaman ini mutlak berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah ayat 275 yang artinya, "Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba."
Praktik riba ini sangat besar dosanya dan diancam Allah Swt. kelak pelakunya akan dibangkitkan dari alam kubur seperti orang kerasukan setan karena gila. Selain itu, orang-orang yang melakukan riba dianggap menyatakan perang melawan Allah Swt.. Mereka (pelaku, pencatat, saksi) pun dilaknat oleh Nabi saw.. Di akhirat nanti mereka akan masuk neraka dan disiksa dengan sangat keras.
Sistem Kapitalis Suburkan Riba
Tidak dapat dimungkiri bahwa sistem kapitalis telah nyata menumbuh suburkan praktik riba. Dalam sistem ini, riba merupakan bagian dari sistem ekonominya. Pinjaman dianggap sebagai investasi untuk memperkaya diri dengan mengeksploitasi ekonomi orang lain melalui pinjaman berbunga.
Meski masyarakat menyadari bunga pinjol sangat tinggi dan mencekik, tetapi karena tidak ada pilihan lain, masyarakat sulit terlepas dari jeratan pinjol ini. Ditambah gaya hidup hedonis yang mengutamakan keinginan dari pada kebutuhan. Hal ini diperparah karena banyaknya tontonan yang memperlihatkan gaya hidup hedonis, serba wah, flexing, dan latah mengikuti trend. Masyarakat merasa rugi jika tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, teknologi, dan gaya hidup
Utang dalam Pandangan Islam
Allah melapangkan dan menyempitkan rezeki hambanya sesuai qada-Nya. Ketika seseorang sedang sempit rezekinya, tentu ia akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Setelah segala upaya dilakukan agar bisa menghasilkan uang dan mencukupi kebutuhan, tetapi tetap kesulitan dan ada kebutuhan yang harus segera dipenuhi, maka utang bisa jadi jalan keluar.
Islam tidak melarang seseorang berutang. Utang piutang dalam Islam adalah bentuk tolong-menolong dalam kebaikan, bukan investasi untuk mendapatkan keuntungan dan menzalimi orang lain.
Nabi saw. bersabda, "Siapa saja yang meringankan suatu kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Siapa saja yang memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberikan kemudahan bgainya di dunia dan akhirat." (HR Muslim)
Dalam Islam juga diatur adab-adab dalam utang piutang di antaranya berutang benar-benar karena kondisi mendesak, bukan sekadar keinginan atau menjadi gaya hidup. Orang yang berutang harus berupaya sesegera mungkin melunasi utangnya. Jika sudah jatuh tempo dan belum mampu membayar, maka hendaklah memberi tahu si pemberi utang dan meminta tangguhan. Jangan sesekali berutang dengan niat tidak ingin membayar. Rasulullah saw. bahkan sering berdoa memohon perlindungan dari utang karena utang itu akan dibawa sampai akhirat. Jika seseorang belum membayarnya di dunia, maka di akhirat ia akan dituntut. Bahkan seseorang yang mati syahid terhalang masuk surga sebelum utangnya dilunasi.
Orang yang memberi utang juga harus bersikap baik saat menagih haknya, memberikan kelonggaran waktu bahkan jika mampu membebaskan utang saudaranya dengan niat sedekah.
Islam juga mengatur agar praktik riba ini tidak sebatas individu. Apalagi hari ini riba telah menjadi gaya hidup dan hampir tidak ada seorang pun yang terlepas dari jeratannya. Maka, negara Islam hadir sebagai pelindung umat dari bahaya praktik riba ini.
Karena riba hukumnya haram, maka negara Ialam akan menghapus segala praktik riba baik legal maupun ilegal. Riba juga salah satu faktor yang dapat menghancurkan ekonomi. Maka Islam akan menata mekanisme utang piutang agar terlepas dari jeratan riba. Dalam Islam utang tidak boleh berbunga, siapa saja yang melanggar akan dikenai sanksi berupa ta'zir yang diserahkan kepada keputusan hakim bisa berupa cambuk, hingga penjara.
Negara Islam juga akan senantiasa mengedukasi umat agar tidak bergaya hidup hedonis dan konsumtif. Tidak mudah berutang yang akhirnya membawa pada kesusahan. Khalifah Umat bin Abdul Aziz pernah berwasiat agar tidak berutang meski sedang kesulitan karena utang itu akan membuat hidup kita tidak tenang, membuat hina di siang hari, dan sengsara pada malam hari.
Agar masyarakat tidak mudah berutang, maka negara wajib menjamin terpenuhinya segala kebutuhan pokok rakyat. Islam memiliki pos pengeluaran yang dapat memenuhi semua itu. Bahkan ada pos zakat untuk mereka yang tidak mampu/kesulitan dalam menulasi utangnya.
Para pemimpin juga memberikan teladan agar hidup sederhana dan tidak mudah berutang. Berbeda sekali dengan kondisi hari ini dalam sistem kapitalis yang mana utang justru menjadi sumber pemasukan negara. Untuk membayar bunga utang saja, kita harus berutang lagi, bagaimana mungkin kita akan terlepas dari gurita utang? Jika sudah begini tentu negara tidak lagi memiliki kedaulatan penuh, akan mudah disetir, dan lidah menjadi kelu untuk amar makruf nahi mungkar.
Bagaimana mungkin kesejahteraan akan terwujud jika praktik riba yang jelas keharaman masih tumbuh subur di negeri ini?
Wallahua'lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar