SP
Jargon UMKM Penyangga Ekonomi, Sudah Sesuaikah?
Jargon UMKM Penyangga Ekonomi, Sudah Sesuaikah?
TanahRibathMedia.Com—Baru-baru ini pemerintah menyelenggarakan acara peringatan Hari UMKM Nasional selama 4 hari mulai 10 hingga 13 Agustus 2023. UMKM tahun ini juga dilaksanakan bersamaan dengan UMKM Eskpo 2023 yang mengambil tema “Transformasi UMKM Masa Depan”. Dengan mengusung tema tersebut maka pelaku UMKM diharapkan siap menghadapi tantangan di masa depan, yaitu bertransformasi digital dan dapat memperluas jaringan pemasaran melalui e-commerce. Pemerintah memberikan kemudahan akses dalam permodalan Kredit Usaha Rakyat (KUR) plafon sampai dengan 500 juta bagi para pelaku UMKM (10-08-2023).
Pemerintah memberikan jargon UMKM sebagai penyangga ekonomi bangsa. Hal ini dikarenakan lapangan pekerjaan yang cukup luas ini mampu dibuka oleh UMKM. Pelaku UMKM di Indonesia saat ini ada 99,9 persen atau sudah ada 64,2 juta pelaku UMKM yang menyumbangkan 97 persen dari total tenaga kerja yang ada di Indonesia (10-08-2023). Namun, faktanya UMKM menjadi cara memperpanjang rantai produksi yang jelas akan menguntungkan para pengusaha (oligarki).
Trickle Down Effect sangat jelas tergambar di sini. Efek menetes ke bawah yang menjelasakan tentang kebijakan ekonomi yang berfokus pada pemilik modal. Lalu dengan sendirinya menetes ke bawah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang merata (pimhome.id). Fakta tersebut sejatinya menggambarkan negara tidak memberikan solusi yang menyejahterakan rakyat. Bahkan negara hanya bertindak sebagai regulator yang menguntungkan oligarki. UMKM hanya solusi sesaat bagi rakyat untuk sekadar bertahan hidup di tengah penerapan sistem kapitalisme yang menyengsarakan.
Sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh institusi negara Islam, yaitu Khil4f4h. Khil4f4h tidak akan membebankan rakyat sebagai penopang ekonomi. Khil4f4h-lah yang bertanggung jawab membangun ekonomi yang mandiri dan kuat melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Rasulullah saw. bersabda; “Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keberadaan negara sebagai pengurus kebutuhan rakyat termasuk pada kesejahteran ekonomi sangat jelas ditunjukkan oleh hadis tersebut di atas.
Salah satu konsep ekonomi Islam adalah kepemilikan yang telah ditetapkan oleh asy-syaari’. Islam telah mengatur kepemilikan harta menjadi tiga yaitu harta milik individu, harta milik umum (rakyat), dan harta milik negara. Dalam sistem ekonomi Islam, seluruh barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak dan masing-masing saling membutuhkan terkategori sebagai harta milik umum seperti barang tambang, sungai, laut, hutan, dan sebagainya.
Islam menetapkan seluruh harta milik umum dilarang untuk diprivatisasi, apa pun alasannya. Dengan larangan privatisasi ini, negaralah yang akan bertanggung jawab mengelola harta milik umum yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat baik muslim maupun nonmuslim. Melalui pengelolaan harta milik umum ini negara mampu membuka lapangan kerja untuk seluruh rakyat.
Selain itu, syariat Islam telah mengharuskan khalifah mengelola sumber-sumber ekonomi berupa pertanian, industri, perdagangan, menjadi aktivitas real. Kegiatan ekonomi real ini membuka peluang kerja. Pertumbuhan ekonomi yang seperti inilah menjadi target yang harus dicapai oleh negara. Akumulasi kapital berupa konsumsi dan investasi yang tidak menciptakan pemerataan harta bukanlah tujuan pertumbuhan ekonomi Islam.
Demikianlah, hanya negara yang menerapkan sistem Islam yang mampu mengeluarkan masayarakat dari keterpurukan ekonomi yang menimpa saat ini dan melepaskan rakyat dari dominasi para kapital. Negara sebagai penanggung jawab penuh urusan rakyat akan memenuhi kebutuhan asas rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih, energi dan sebagainya dengan cara makruf dan amanah. Wallahu a’lam bisshawab
Riza Maries Rachmawati
Via
SP
Posting Komentar