Opini
Jeratan Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Sekarat
Oleh: Mira Anggriani, S. Pd.
TanahRibathMedia.Com—Akhir-akhir ini tren pinjol (pinjaman online) makin meningkat. Hal ini sejalan dengan kemudahan transaksi yang disediakan pihak jasa pinjol sehingga dianggap sebagai solusi praktis oleh masyarakat. Bagaimana tidak menggiurkan, transkasi mudah dan cepat, cukup diakses melalui aplikasi, memasukkan data, dan dana langsung cair seketika tanpa menyita waktu yang lama.
Namun, kemudahan transaksi pinjol tak sebanding dengan imbas yang didapatkan. Tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang justru terjerat pinjol berikut bunga yang harus dibayar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pembiayaan pinjaman online pada Mei 2023 sebesar Rp51,46 Triliun. OJK menyimpulkan telah terjadi peningkatan pinjaman sebesar 28,11% dari tahun sebelumnya. Sebesar 38,39% pinjaman disalurkan kepada para pelaku UMKM dengan rincian Rp15,63 Triliun, disalurkan kepada pelaku usaha perorangan dan badan usaha sebesar Rp4,13 Triliun. Secara umum di Indonesia pinjaman dengan outstanding tertinggi dipegang oleh Jawa Barat sebesar Rp13,8 Triliun (Katadata.com, 14-07-2023).
Fenomena Pinjol membuat kehidupan masyarakat makin sekarat. Penyebabnya tak lain antara tekanan ekonomi yang sulit atau tuntutan gaya hidup elit. Tidak sedikit masyarakat terdesak sehingga menjadikan pinjol sebagai solusi. Usai terjerat, masyarakat kebingungan melunasi sehingga menghalalkan segala cara agar mampu menutupi utangnya. Ada yang berutang di pinjol lain, ada yang melakukan tindakan kriminal semisal pembunuhan, pencurian, bahkan ada yang sampai melakukan aksi bunuh diri karena depresi. Hal serupa seperti kejadian salah seorang mahasiswa UI yang tega membunuh adik kelasnya sendiri agar dapat menguasai barang korban untuk dipakai melunasi utang pinjol (Tempo.co., 07-08-2023).
Pinjol Haram, Praktik Ribawi
Dalam Islam, memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan merupakan amal saleh karena terdapat unsur ta'awun (tolong-menolong) di dalamnya. Hanya saja, pemberian pinjaman ini apabila mensyaratkan biaya tambahan dari utang pokoknya sebagai imbalan (laba), maka hal ini dikategorikan sebagai riba.
Tak ada bedanya dengan pinjaman di bank ataupun rentenir, Pinjol juga mengandung unsur riba di dalamnya. Riba ini disebut dengan riba nasi'ah, yakni peminjam diberikan tempo/penangguhan waktu dalam pembayaran utang beserta bunganya.
Islam dengan tegas menetapkan bahwa riba hukumnya adalah haram, sebagaimana firman Allah,
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (TQS Al-Baqarah [2]: 275)
Di samping keharamannya, Allah juga memperingatkan dosa besar yang akan didapat bagi para pelakunya. Allah Ta'ala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (TQS Al-Baqarah [2]: 275)
Dalam tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut menjelaskan bahwa kelak di hari kiamat saat manusia dibangkitkan, para pelaku riba tidak dapat berdiri tegak, berdirinya sempoyongan seperti orang yang kerasukan setan karena gila memakan harta riba.
Rasulullah juga memperingatkan dosa paling kecil yang akan ditanggung oleh para pelaku riba yakni sama seperti menzinahi ibu kandung sendiri. Sabda Rasulullah,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ
أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba Itu Ada 73 Pintu (Dosa). Yang Paling Ringan Adalah Semisal Dosa Seseorang Yang Menzinai Ibu Kandungnya Sendiri. Sedangkan Riba Yang Paling Besar Adalah Apabila Seseorang Melanggar Kehormatan Saudaranya.”(HR Al Hakim Dan Al Baihaqi)
Ribawi, Buah dari Penerapan Sistem Kapitalisme
Maraknya kasus pinjol saat ini tampaknya kurang ditanggapi serius oleh penguasa. Pasalnya, pemerintah hanya menilai kasus jeratan pinjol disebabkan pinjol ilegal yang masih beredar bebas di situs-situs online. Padahal tak ada bedanya dengan dengan pinjol legal, sama-sama problem utamanya adalah praktik riba yang menjerat para peminjamnya.
Tekanan ekonomi yang terus dialami masyarakat serta gaya hidup konsumtif kerap menjadi sasaran empuk bagi para penyedia jasa pinjol untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Bak pepatah "mencari kesempatan dalam kesempitan" begitulah nafsu bejat para kapitalis memanfaatkan segala keadaan untuk memperkaya dirinya sendiri.
Hal ini selaras dengan pernyataan OJK bahwa terjadinya peningkatan kelalaian pembayaran para peminjam. Tingkat wanprestasi (TWP 90) pada Mei 2023 meningkat menjadi 3,36% dari tahun sebelumnya (JawaPos, 12-07-2023). OJK menilai ada beberapa faktor penyebab terhambatnya pembayaran para peminjam di antaranya gaya hidup konsumtif, kebutuhan mendesak, hingga salah perhitungan bisnis dari para pelaku UMKM (Katadata.com, 14-07-2023).
Berdasarkan fakta tersebut, jika kita telusuri akar masalahnya bukan hanya persoalan individu yang terjerat praktik riba. Meningkatnya kasus pinjol setiap tahunnya merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Selama masih melanggengkan kapitalisme sebagai sistem kehidupan, disertai abainya penguasa terhadap kesejahteraan rakyat, maka lingkaran riba tidak akan pernah putus. Justru akan terus menjerat sehingga melahirkan korban-korban selanjutnya.
Minimnya pemahaman Islam umat juga turut menjadi sebab merajalelanya kasus riba. Sebab, umat tidak takut bahkan menganggap enteng untuk mengambil riba dengan dalih terdesak kebutuhan atau zaman sudah berubah. Ruh kesadaran akan hubungannya dengan Allah pun akhirnya dikerdilkan hanya pada waktu salat ataupun puasa Ramadan. Jadilah masyarakat memisahkan agama dengan kehidupan mereka. Padahal Allah satu-satunya pemegang otoritas tertinggi atas kehidupan makhluk-Nya melalui syariat yang mulia. Kini, syariat tentang keharaman riba dicampakkan begitu saja. Na'udzubillahi minzalik.
Umat Bebas dari Riba di Bawah Naungan Islam
Di dalam Islam, pemimpin (khalifah) memiliki tanggung jawab besar sebagai riayah syuunil ummah, yakni pengatur urusan kehidupan umat. Termasuk perkara muamalah di bidang ekonomi, khalifah akan bertindak tegas melarang setiap praktik riba beserta pelakunya. Khalifah terus memahamkan kepada umat bahwa memakan harta riba adalah dosa besar yang sangat dilaknat bahkan Allah dan Rasul pun memerangi pelakunya.
Allah berfirman,
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS Al-Baqarah: 279)
Khalifah akan mengedukasi rakyat untuk tidak berperilaku konsumtif atau bergaya hidup berlebihan (mubazir). Sebab akan mendatangkan kemudaratan bagi pelakunya. Bahkan dalam sejarah, khalifah kedua Khulafaur Rasyidin yakni Sayyidina Umar bin Khattab pernah memperingatkan orang-orang yang tidak paham prinsip muamalah di dalam Islam dan tidak mengerti tentang keharaman riba untuk tidak berdagang di pasar. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَا يَتَّجِرْ فِي سُوقِنَا إلَّا مَنْ فَقِهَ أَكْلَ الرِّبَا .
“Janganlah seseorang berdagang di pasar kami sampai dia paham betul mengenai seluk beluk riba.” (Mughnil Muhtaj, 6/310)
Khalifah juga harus mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Menjamin terpenuhinya setiap kebutuhan pokok, terlaksananya pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis. Hal ini tentunya secara tidak langsung menjadi tindakan preventif bagi rakyat untuk meminimalkan hasrat mereka yang gemar berutang. Khalifah akan memanfaatkan baitulmal sebagai kas negara untuk kemaslahatan umat secara umum. Termasuk santunan kepada para fakir miskin, anak yatim piatu, maupun orang yang terjerat utang, semuanya dikelola oleh pos-pos yang ada di dalam baitulmal. Semua itu dilakukan semata-mata untuk kepentingan umat sesuai yang ditetapkan dalam syariat Islam.
Demikianlah, selama masih mempertahankan sistem kapitalisme sebagai asas kehidupannya, selama itu pula praktik riba akan terus subur menjerat kehidupan rakyat. Beginilah nasib tragis negara yang jauh dari penerapan syariat Islam.
Wallahu a’lam bisshawwab
Via
Opini
Posting Komentar