Opini
Kecelakaan di Perlintasan KA Tanpa Penjaga, Bukti Lemahnya Jaminan Keselamatan Rakyat?
Oleh: Wida Nusaibah
(Pemerhati Kebijakan Publik)
TanahRibathMedia.Com—Sungguh tragis, lagi-lagi terjadi kecelakaan di perlintasan kereta api (KA) tanpa penjaga yang melibatkan KA dengan kendaraan lain. Kali ini, tabrakan antara KA 423 (Rapih Dhoho) dengan MPV Daihatsu Luxio dengan nomor polisi L 1009 XD di perlintasan sebidang tidak terjaga tepatnya di Jalan Raya Dusun Gondekan, Desa Jabon, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Sabtu (29-7-2023) malam yang menyebabkan enam orang meninggal dunia serta dua lainnya luka berat (CNN Indonesia, 30-7-23).
Kecelakaan KA baik dengan mobil maupun motor, atau bahkan menabrak individu sudah sering terjadi di lintasan tanpa penjaga. Namun, kenapa hal ini masih saja terjadi? Tentu saja permasalahan ini harus menjadi perhatian semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah. Bagi masyarakat yang melintas di perlintasan harus tetap waspada, terutama pada perlintasan yang tidak ada palang pintu dan penjaganya. Para pelintas ataupun pengendara lebih baik berhenti sejenak demi memastikan tidak ada kereta yang akan melintas. Ini sebagai upaya menjaga keselamatan dirinya.
Ya, pengendara tentu punya andil. Namun, jaminan keselamatan rakyat adalah tanggung jawab negara untuk mewujudkannya. Apalagi dalam lintasan KA sebidang. Seperti disebutkan oleh pihak dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 7 Madiun, Jawa Timur bahwa sebanyak 127 dari total 215 perlintasan sebidang di wilayah mereka tidak dilengkapi penjagaan. Itu baru di Madiun, jika ditotal dengan wilayah lain tentu akan lebih banyak lagi. Kurangnya penjaga di perlintasan KA jelas menggambarkan betapa lemahnya sistem penjagaan oleh negara. Sebab, akibat keabaian tersebut taruhannya adalah nyawa.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam dan pemimpin juga beragama Islam, seyogianya menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan. Di mana aturan tersebut telah Allah atur dalam kitab suci Al-Qur’an yang wajib dijadikan sebagai pedoman hidup. Dalam Islam, nyawa hewan saja berharga, apalagi manusia pastilah lebih berharga sehingga Islam mewajibkan negara dengan optimal memberikan jaminan keselamatan bagi rakyat demi menghargai nyawa manusia yang telah Allah ciptakan. Pemimpin dalam Islam bertanggung jawab untuk mewujudkan perlindungan dan menjamin keselamatan rakyat tersebut.
Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw., "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Dalam hal perkeretaapian, negara harus menyediakan penjaga pada setiap perlintasan dan menyediakan sarana prasarana pendukung demi menjamin keselamatan rakyat. Negara dapat mengupah pegawai yang akan menjaga perlintasan KA tersebut. Juga menyediakan anggaran bagi perawatan dan penyediaan sarana prasarana yang dibutuhkan. Dengan banyaknya sumber pendapatan dari penerapan sistem ekonomi Islam akan dapat mewujudkan jaminan perlindungan keselamatan rakyat dengan optimal.
Ya, dalam Islam diharamkan menyerahkan pengelolaan SDA milik umum kepada swasta baik individu maupun perusahaan. SDA wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Selain itu ada sumber pendapatan lain, seperti dari fa'i, ghanimah, jizyah, usyur, harta tak berpewaris, khumus dari barang temuan, harta orang murtad, tanah mati tak bertuan, dll.
Selain itu, ketika Islam diamalkan, maka para pemimpin akan meriayah rakyat atas landasan keimanan. Oleh karenanya, mereka akan melaksanakan tugas sesuai amanah yang diberikan, yakni mengurus urusan umat hingga tataran individu. Para pemimpin akan mengelola dan mendistribusikan pendapatan negara dengan bijak dan adil karena memahami bahwa amanah mereka sebagai pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Dengan begitu, setiap urusan rakyat akan terurus dengan baik. Negara akan optimal melakukan penjagaan baik harta, kehormatan, akidah, dan nyawa rakyatnya.
Hal tersebut sesuai perintah Allah dalam Al-Qur’an yang artinya: "Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS An-Nisa' 4: Ayat 58)
Wallahu a'lam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar