Opini
Kelaparan Papua di Tengah Kayanya Sumber Daya
Oleh: Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
TanahRibathMedia.Com—Papua, negeri dengan sumber daya luar biasa. Gunung emas, beragam sumber pangan, lautan luas yang membentang. Seharusnya semua kekayaan ini menjadikannya kuat. Namun, mengapa semua tragedi yang terjadi makin menyayat hati?
Kelaparan Papua, Masalah Sistemik karena Sistem yang Salah
Salah satu masalah yang kini tengah menjadi sorotan di Papua yakni kelaparan yang menewaskan beberapa orang rakyat Papua. Ironis. Sumber daya yang melimpah ternyata tak mampu menjamin keberlangsungan hidup rakyatnya.
Dilaporkan, sebanyak enam orang meninggal akibat kelaparan dan kekeringan di Distrik Lamberawi dan Agundugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Mirisnya lagi, satu dari enam orang yang meninggal adalah anak-anak (kompas.com, 30-7-2023). Hal tersebut diungkapkan oleh Bupati Puncak, Willem Wandik (27-7-2023). Mereka meninggal setelah mengalami lemas, sakit kepala, panas dalam, dan diare.
Data Kementerian Sosial setempat mencatat ada 7.500 jiwa terancam kekeringan. Ancaman kekeringan berdampak pada gagal panen sehingga banyak yang mengalami kelaparan. Kekeringan yang terjadi diklaim sebagai dampak badai El Nino sejak awal Juni 2023 (kompas.com, 30-7-2023). Kementerian Sosial pun berjanji akan menyiapkan lumbung padi untuk mengantisipasi agar korban kelaparan tak bertambah.
Sebetulnya mengenai badai El Nino dan kekeringan ekstrem telah disiarkan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) sejak Maret 2023. Semestinya pemerintah daerah setempat mampu mengantisipasi dan melakukan mitigasi bencana sebelum bencana kekeringan terjadi. Namun, faktanya, usaha mitigasi minim dilakukan dan akhirnya memakan korban.
Bantuan menuju lokasi terdampak pun tak mampu dijangkau alat transportasi. Distrik yang mengalami kelaparan yaitu Distrik Lamberawi dan Agundugume hanya mampu dilalui dengan berjalan kaki dari Distrik Sinak. Alhasil, bantuan pun datang lamban.
Salah satu harapan, yakni bantuan dapat disampaikan melalui udara, lewat pesawat terbang. Namun, perjalanan ini pun berisiko karena distrik terdampak merupakan wilayah perlintasan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata).
Sangat ironis. Kelaparan dan kekeringan terjadi di negeri Papua yang memiliki kekayaan sumber daya. Gunung emas Freeport salah satu kekayaan Papua yang terus menjadi incaran negara-negara asing. Sayangnya, pengelolaannya justru diserahkan kepada asing sejak 1967. Lebih dari 50 tahun mengeruk kekayaan Papua, sedangkan penduduk asli hanya mendapat remah-remah rupiah. Sementara para kapitalis merampok kekayaan emas Papua dan rakyat hanya bisa terdiam. Sedangkan negara tak mampu bertindak karena regulasi yang ada justru menguntungkan pihak investor asing. Alhasil, kemiskinan Papua kian memilukan.
Belum lagi kekayaan alam berupa lokasi-lokasi wisata yang "katanya" mampu mendongkrak devisa negara. Raja Ampat dan berbagai lokasi wisata pegunungan. Namun, faktanya hanya dijadikan sumber keuntungan para kapitalis oligarki. Rakyat pun kembali gigit jari. Ketimpangan kehidupan di Papua makin tampak, padahal Indonesia telah 78 tahun merdeka. Namun, persoalan Papua masih belum juga tuntas diselesaikan.
Inilah refleksi penerapan sistem yang keliru. Sistem ekonomi kapitalisme jelas menyengsarakan rakyat. Para kapitalis yang membidik sumber daya hanya memandang sebagai sumber keuntungan materi kantong-kantong pribadi. Kepentingan rakyat digadaikan demi keserakahan. Kelaparan, kekeringan, bencana, minimnya infrastruktur, dan beragam konflik sosial di tanah Papua hanya disolusikan secara parsial.
Keadaan ini pun kian memburuk karena pemimpin yang ada hanya mampu menciptakan regulasi sementara yang tak memandang kepentingan rakyat. Semua keputusan ini terlahir dari watak pemimpin ala sekularisme. Aturan kehidupan yang ada tak mampu menjadikan agama sebagai aturan kehidupan. Justru aturan agama tersebut dijauhkan dari kepentingan rakyat. Nyawa rakyat pun menjadi tumbal.
Solusi Islam, Solusi Paripurna
Syariat Islam tegas menetapkan bahwa nyawa rakyat adalah prioritas utama yang wajib dijaga negara. Setiap pemimpin dan regulasi yang ditetapkan senantiasa digunakan demi menjaga kepentingan rakyat.
Setiap sumber daya alam yang ada dikelola seoptimal mungkin untuk seluas-luasnya kebutuhan rakyat. Syariat Islam dalam wadah sistem Islam menetapkan bahwa pengelolaan sumber daya alam wajib untuk rakyat. Kepentingan yang lain dari itu akan ditindak tegas oleh negara. Tak ada kapitalisasi swasta apalagi asing.
Rasulullah saw. bersabda
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Segala bentuk sumber daya kepemilikan umum yang penggunaannya untuk umum, tak boleh diswastanisasi ataupun dijadikan obyek barang dagangan. Individu, swasta ataupun asing dilarang memiliki sumber daya tersebut. Apalagi dikapitalisasi lalu dijual kembali kepada rakyat. Ini adalah konsep yang menzalimi rakyat.
Selayaknya sebagai seorang muslim, kita tak perlu meragukan konsep kepengurusan yang ditetapkan syariat Islam, yang dengannya, rahmat Allah Swt. akan tercurah. Sejahtera pun dicapai dengan mudah karena nyawa rakyat mampu dijaga sempurna oleh negara.
Wallahu a'lam bisshswwab.
Via
Opini
Posting Komentar