Tsaqofah
Kendali Atas Adat Ketimuran
Oleh: Meilina Tri Jayanti
TanahRibathMedia.Com—Istilah "adat ketimuran" seringkali terdengar dalam obrolan bangsa ini. Biasanya nampak ketika ada momen berbagi. Pada saat kedatangan tamu, sekadar untuk memberi hadiah. Atau sebaliknya, ketika kita berkunjung ke sanak saudara, tak jarang kita membawa buah tangan sebagai oleh-oleh.
Selain itu, bisa juga karena telah merasa ditolong seseorang. Sebagai orang timur, tak segan kita memberi sesuatu sebagai tanda terima kasih. Dan masih banyak lagi adat ketimuran serupa yang dianggap lumrah untuk dilakukan sampai saat ini. Kebiasaan semacam ini memang terasa sangat elok. Namun, hati-hati, ketika adat ketimuran ini tidak kita tempatkan pada kerangka akidah yang benar, justru akan membawa petaka.
Mayoritas masyarakat pasti pernah memanfaatkan pelayanan publik, seperti mengurus berbagai administrasi kependudukan, kendaraan bermotor, legalitas aset-aset pribadi dan sebagainya. Walaupun telah terpampang kalimat "tidak menerima pungli" di masing-masing lembaga pelayanan publik tersebut, tetapi terkadang adat ketimuran yang telah kental dan mendarah daging sulit untuk dikendalikan. Dengan dalih agar mendapat pelayanan prima oleh petugas atau sebagai tanda "terima kasih", tak segan masyarakat memberi "salam tempel".
Disadari atau tidak, adat ketimuran semacam ini berdampak sangat buruk bagi kehidupan masyarakat dan negara kita. Bayangkan, kebahagiaan pelayan publik yang dengan mudah mendapatkan uang "tambahan" senantiasa berlangsung dalam waktu yang lama tanpa rasa salah. Hal tersebut menjadi sebab terbentuknya habit. Berujung pada "pengharaman" setiap pengguna layanan publik untuk tidak memberi "salam tempel". Jadilah masyarakat dan pelayan publik sama-sama tidak memiliki sifat amanah. Praktik suap menyuap makin menggurita di negeri ini dan seakan mustahil untuk dimusnahkan.
Mungkin jumlah rupiah yang diterima pelayan publik level bawah tidak seberapa nominalnya. Namun, apabila terjadi pada pelayan publik level atas (para pejabat), nominal yang dijadikan gratifikasi pun fantastis, ratusan milyar, bahkan trilyunan. Tak terhitung berapa jumlah kasus gratifikasi para pejabat negeri ini. Terbukti hukum sekuler yang diberlakukan saat ini tidak mampu mencegah bahkan membuat jera para pelakunya.
Akhirnya adat ketimuran ini menjebak pelakunya sendiri. Maraknya kasus suap-menyuap, justru banyak dipertontonkan para pejabat publik pada saat mayoritas rakyat hidup tidak layak dan serba kekurangan. Mereka tidak peduli dengan kesulitan dan kesempitan hidup rakyatnya. Seolah buta dan tuli. Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa adat ketimuran seperti ini telah membentuk mental-mental rapuh. Tak peduli status sosialnya, apakah dia sebagai pejabat ataupun rakyat.
Dalam hadis riwayat at-Tirmidzi, Rasulullah saw. menegaskan status suap-menyuap sebagai perbuatan haram dengan menyematkan kata "laknat" bagi penyuap dan orang yang menerima suap.
Sebagai muslim, selayaknya kita menyandarkan perbuatan pada tuntunan Allah dah Rasul-Nya. Melaksanakan perintah Allah dan berlari menjauh dari setiap larangan-Nya. Menjadikan rida Allah di atas segalanya.
Demikian pula berlaku pada "adat ketimuran". Butuh dikaji secara detail terhadap aktivitas yang mengikutinya. Jika sekadar berbagi dalam konteks menjamu tamu atau untuk saling bertukar hadiah, ini malah menjadi bagian dari ajaran Islam. Namun, jika ada kepentingan atau maksud tertentu di dalamnya, seperti memuluskan obsesi duniawi, maka hati-hati karena dapat berbuah dosa, siksa, dan murka Allah.
Kecermatan dalam mengamalkan adat ketimuran, sepatutnya mampu menghiasi akhlak kita menjadi lebih baik. Bukan sebaliknya, malah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Alih-alih meninggikan derajat kita di hadapan manusia dan Pencipta, kondisi ini justru membawa bangsa ini ke jurang kehinaan dan kehancuran.
Marilah sejenak menelaah dan mempelajari sejarah kaum Muslim. Niscaya akan didapati bahwa dengan melaksanakan ketegasan aturan Allah-lah yang pernah mengantarkan umat muslim disegani kawan maupun lawan.
Wallahu a'lam bisshawwab
Via
Tsaqofah
Posting Komentar