Opini
Maraknya Kasus KDRT, Buah Sekularisme
Oleh: Lestari Agung Pengesti, S.E.I.
(Pegiat Literasi Kota Palembang)
TanahRibathMedia.Com—Memiliki keluarga yang harmonis tentu menjadi impian semua insan. Namun, bagaimana jika ternyata biduk rumah tangga yang dijalani karam di tengah perjalanan akibat seringnya merasa tidak cocok, dan cenderung mengalami persoalan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebagaimana yang terjadi pada seorang istri di Palembang yang berinisial R (40), ia menjadi korban kekerasan dari suaminya. Berawal dari selisih paham yang selalu terjadi setiap saat, sering terjadinya keributan dalam rumah tangga, sehingga sang istri pergi melarikan diri dari rumah, dan berujung terjadinya penganiayaan di Jalan Siring Agung, Kecamatan Ilir Barat (IB) I Palembang (Tribunnews.com, 25-7-2023).
Buah Kapitalisme Sekularisme
Banyak kasus KDRT ini tak lain adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Sekularisme memisahkan agama dari kehidupan. Menjadikan laki-laki dan perempuan hidup tanpa aturan yang jelas. Padahal telah jelas bahwa akar masalah terjadinya perbuatan KDRT ini disebabkan oleh permasalahan ekonomi, budaya, dan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini juga turut diperparah dengan minimnya lapangan pekerjaan, upah yang rendah, dan terjadinya inflasi.
Penyelesaian KDRT emakin rumit ketika pemerintah kurang sensitif terhadap kebutuhan masyarakat dalam masalah kesejahteraan. Negara juga turut lepas tangan dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan). Rakyat dibiarkan berjuang sendiri untuk mendapatkan hak-haknya.
Dalam hal ini, hukum perundang-undangan yang berlaku hanya sekadar dijadikan sarana untuk menyampaikan keinginan dan kehendak sebagian pihak tanpa solusi yang jelas dan nyata. Sedangkan akar masalahnya belum teratasi dengan tuntas.
Dampak KDRT dalam Pernikahan
Istri yang mengalami KDRT tentu akan mengalami gangguan fisik dan psikis. Ini tidak akan mudah hilang dari ingatan, akan selalu ada trauma yang dirasakan. Apalagi jika pemicu KDRT hanyalah masalah sepele sebagaimana kebanyakan pemicu KDRT, yakni diawali dengan masalah ekonomi yang pada akhirnya terjadi kesalahpahaman, keributan, saling menuntut, ditambah dengan drama penghianatan, perselingkuhan, serta pada akhirnya terjadi perceraian.
Semuanya saling berkaitan, apalagi jika sepasang suami istri tidak ada komunikasi yang baik dan tidak ada pemahaman untuk saling menyadari akan hak dan kewajibannya masing-masing. Tidak hanya istri, trauma KDRT juga dapat terjadi pada anak yang mengakibatkan ia mengalami masalah kepercayaan, gangguan perilaku, dan gangguan komunikasi. Anak akan tumbuh dengan sikap yang agresif, kasar, dan rentan terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Anak-anak yang melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri kejadian KDRT atau menjadi korban dari kekerasan, akan memiliki risiko kesehatan secara fisik dan mental dalam jangka panjang dan bisa juga berisiko lebih tinggi melakukan KDRT di masa depan. Kalau semuanya sudah terjadi, bagaimana cara mencegah agar kejadian serupa tidak terulang?
Pernikahan dalam Pandangan Islam
Islam memandang pernikahan sebagai ikatan yang suci antara seorang laki-laki dan perempuan yang saling mencintai dan ingin hidup bersama. Pernikahan bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti sunah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab dan mengikuti ketentuan hukum yang harus dijaga. Setelah menikah, sejatinya suami istri telah mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Suami diibaratkan sebagai nahkoda kapal dalam perjalanan yang membawa banyak penumpang, bertanggung jawab atas keselamatan para penumpangnya sehingga sampai di tujuan. Seorang suami adalah pemimpin/imam bagi istri dan anak-anaknya.
Seorang suami harus bertanggung jawab akan keselamatan seluruh anggota keluarganya dan memenuhi kebutuhan keluarganya lahir batin, sandang, pangan, dan papan. Memberikan cinta dan kasih sayang serta menjamin keselamatan keluarganya dunia dan akhirat.
Begitupun dengan istri, haruslah mengetahui hak dan kewajibannya terhadap suami. Hak seorang istri terhadap suami di antaranya istri berhak mendapatkan mahar dari suaminya, berhak atas nafkah lahir batin yang tercukupi (kebutuhan sandang, pangan, papan), berhak untuk mendapatkan perlakuan baik (lemah lembut dan penuh kasih sayang), serta berhak untuk mendapatkan bimbingan dan perlindungan dari suaminya. Adapun kewajiban istri terhadap suami di antaranya yaitu taat pada suami, melayani, menjaga kehormatan, pengelolaan rumah tangga, bersikap baik, santun dan memberikan dukungan emosional lahir batin.
Islam Hadirkan Solusi
Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup. Kita tidak boleh sembarangan dalam hal memilih pasangan hidup. Semuanya harus didasarkan atas tuntunan agama dan sesuai dengan syariat Islam. Hal dasar yang harus dilakukan pasangan suami istri adalah menjalin hubungan yang bersandar dengan ketaatan pada Allah Swt..
Secara individu, baik suami maupun istri senantiasa memperbaiki diri dan menuntut ilmu Islam agar dapat menemukan ketenteraman jiwa, memaksimalkan kewajiban terhadap pasangan, dan bersyukur serta bersabar atas seberapa pun hak yang dapat dipenuhi oleh pasangan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. bersabda tentang pentingnya menjaga perempuan, "Aku ingatkan kepada kalian tentang hak dua orang yang lemah, yaitu anak yatim dan perempuan." (HR Imam Ahmad Ibn Majah dan Al Hakim)
Melalui hadis ini, Rasulullah saw. menegaskan bahwa perlakuan buruk yang dilakukan pada perempuan sama halnya sebagaimana yang dilakukan terhadap anak yatim. Hadis ini juga menjelaskan bagaimana syariat Islam mengharamkan sikap aniaya kepada keduanya, yakni perempuan dan anak yatim.
Secara individu, para suami hendaknya belajar kembali tentang perannya sebagai qawwam, tidak hanya sebatas kepala keluarga dan pencari nafkah, tetapi juga sebagai tempat berlindung dan pengayom bagi anggota keluarganya. Fungsi lain suami adalah sebagai pendidik. Tidak dibenarkan jika hubungan suami istri seperti atasan dan bawahan, ataupun mendidik dengan menggunakan kekerasan.
Kontrol Lingkungan dan Penerapan Aturan Oleh Negara
Kemudian lingkungan tempat masyarakat hidup haruslah lingkungan yang peduli, tidak egois, dan saling tolong-menolong. Dalam hal kasus KDRT ini, masyarakat harus peduli, bukan masyarakat yang egosentris, mementingkan dirinya sendiri seperti masyarakat kapitalisme yang tidak peduli dengan lingkungan sekitar, keadaan tetangganya, dan kabar saudaranya. Masyarakat harus menegakkan amar makruf nahi mungkar sehingga dakwah terkait larangan bertindak kasar baik secara verbal apalagi fisik dapat merata tersebar ke seluruh umat.
Artinya, sosialisasi harus terus dilakukan oleh pihak atau lembaga setempat terkait KDRT sehingga masing-masing warga mengetahui bagaimana cara deteksi dini dan cara memberi pertolongan terhadap korban atau juga bisa dibuat rumah konseling yang dapat menjadi jembatan bagi remaja dan ibu-ibu untuk bertemu secara fisik dengan ahlinya.
Selain itu, peran negara pun sangat dibutuhkan. Negara harusnya mampu berupaya untuk meminimalkan kejadian KDRT tersebut, misalnya membuat program edukasi di setiap tingkat pendidikan tentang Sistem Pergaulan Islam, rumah tangga, dan fungsi qawwam (pihak yang bertanggung jawab) dalam hal ini suami/ laki-laki dan lain sebagainya.
Khatimah
Islam adalah agama yang sempurna. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan rumah tangga suami istri. Islam satu-satunya solusi tuntas dari semua problematika kehidupan. Semua itu telah dijelaskan secara detail dalam Al-Quran. Semoga seluruh kaum muslim bisa bangkit dari keterpurukan selama ini, baik dari pemikiran dan juga pemahaman sehingga kaum muslim bisa segera menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bishowab
Via
Opini
Masyaa Allah...
BalasHapus