Opini
Merdeka: Menghamba kepada Allah Ta'ala
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Sebentar lagi akan hadir peringatan hari kemerdekaan Indonesia ke-78. Di setiap sudut kota tampak begitu meriah. Terlihat bendera merah putih berkibar. Pernak-pernik hiasan bernuansa serupa menambah semarak suasana kemerdekaan.
Sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak setiap insan, baik sebagai individu, masyarakat, negara, bahkan peradaban bangsa. Dengan kemerdekaannya, manusia bisa melakukan aktivitas apa pun yang dikehendaki dalam rangka menghamba kepada Tuhannya. Bahkan di negeri kita Indonesia, kemerdekaan dilindungi oleh UUD 1945.
Patutlah kita cermati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) setidaknya tertulis tiga definisi. Merdeka adalah (1) bebas dari penghambaan dan penjajahan. (2) tidak terikat. (3) tidak bergantung dari pihak manapun.
Sangat jelas bahwa sebagai manusia kita hanyalah seorang hamba yang tunduk dan patuh kepada Allah Swt.. Keterikatan kita wajib pada hukum-hukum-Nya saja. Hanya Allah tempat kita bergantung. Tidak layak kita bersandar kepada manusia, meski penguasa sekalipun.
Mari kita cermati dengan seksama. Jika saat ini dikatakan bahwa kita telah sepenuhnya merdeka, apakah kemerdekaan seperti ini yang dikehendaki Tuhan Pencipta manusia? Padahal saat ini masyarakat masih terbelenggu oleh sistem kapitalisme sekuler.
Sikap penghambaan pada sistem ini masih melekat pada diri masyarakatnya. Saking melekatnya terhadap nilai-nilai sekularisme, masyarakat menganggap tiada aturan yang lebih baik selain hukum positif yang digunakan saat ini. Alih-alih mengambil hukum Allah, masyarakat masih percaya penatnya hidup hari ini karena ketidakcakapan individu penguasa semata, bukan salah sistemnya.
Padahal bangsa merdeka adalah bangsa yang lepas dari ketergantungan ekonomi dan politik bangsa lain. Faktanya, hingga hari ini rakyat masih berjuang melawan kemiskinan, stunting tak berujung, dan negara sulit mengelola sumber daya alam yang harusnya diperuntukkan bagi rakyat. Rakyat memiliki banyak beban. Mereka tak mudah memperoleh akses pekerjaan yang layak, pendidikan sulit, harus membayar jaminan kesehatan, nihil pelindungan sosial. Seharusnya itu semua dijamin pemenuhannya oleh negara sebagai kebutuhan hidup dasar warga negara.
Merdeka tidak sebatas bebas dari todongan senjata musuh. Merdeka bukan hanya tentang bebas dari perusakan fasilitas publik dengan tank-tank meriam penjajah. Akan tetapi, merdeka berarti negara bebas dari intervensi bangsa lain. Memiliki kedaulatannya sendiri.
Dalam pandangan Islam, merdeka ialah manusia berjuang secara keras dalam setiap napas dan perbuatannya untuk menempatkan diri sebagai hamba Allah Swt.. Dia belum mendapat predikat merdeka jika dia menghambakan dirinya selain kepada Allah. Di sinilah peran besar negara untuk mewujudkannya.
Sejatinya kemerdekaan hakiki akan memberikan rasa aman dan tenteram. Pada puncaknya, negara mampu menjamin kebebasan rakyat dalam berdakwah menyampaikan kebenaran Allah Swt. tanpa rasa was-was. Alhasil, masyarakat akan bangkit dari keterpurukan, menjadi cerdas, mandiri ekonominya, tunduk dan patuh hanya kepada aturan Allah semata.
Hal ini pernah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw. dan para Khulafaur Rasyidin. Kemerdekaan diraih dengan melakukan banyak penaklukan untuk menghapus penghambaan kepada sesama makluk menjadi ketundukan total kepada Allah Swt..
Allah Swt. berfirman,
"... Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu …” (QS Al-Ma'idah: 3)
Oleh karena itu, tak ada kemerdekaan hakiki tanpa menggunakan sistem terbaik, yakni Islam. Ini karena Allah adalah Al-Khaliq (Maha Pencipta) sekaligus Al-Mudabbir (Maha Pengatur). Tak perlu mencari hukum-hukum yang lain karena syariat adalah hukum terbaik sepanjang masa dan sistemnya secara historis telas dibuktikan 1300 tahun atau 13 abad lamanya.
Dengan demikian, kemerdekaan hakiki merupakan kunci kemuliaan umat manusia. Manusia tak akan mulia sebelum terbebas dari intervensi pemikiran-pemikiran kapitalisme sekularisme seperti yang terjadi saat ini. Hanya syariat Islam, hukum dan politik terbaik. Maka sudah sepatutnya kita perjuangkan. [] Wallahu a’lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar