Opini
FOMO Dunia or FOMO Akhirat?
Penulis: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Bintan)
TanahRibathMedia.Com—Pernah mendengar istilah FOMO alias Fear Of Missing Out? Belum semua orang mengetahui istilah ini, tetapi hampir setiap orang pernah mengalaminya.
Dilansir dari Verywell Mind yang dikutip dari kompas.com (23-3-2023), fear of missing out atau FOMO adalah perasaan takut tertinggal dari orang lain yang terlihat lebih bahagia dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari dirinya. Oleh karenanya, cenderung membandingkan hidupnya dengan orang lain.
Dampak Sekularisme
Salah satu penyebab orang terjangkit sindrom FOMO adalah keberadaan media sosial. Sebab, media sosial merupakan ranah paling cepat untuk melihat segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Tidak sedikit pengguna media sosial yang mengunggah momen berharga mereka. Lalu, saat itulah muncul rasa takut ketinggalan bagi yang melihatnya. Orang yang terkena FOMO merasa bahwa kehidupan orang lain lebih menyenangkan dibanding hidupnya sendiri.
Meskipun beberapa pengguna media sosial tidak memiliki masalah dengan hal tersebut. Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa menggunakan media sosial secara berlebihan di era digitalisasi ini akan menimbulkan dampak buruk. Seperti merasa tidak pernah cukup dengan apa yang diterima dan tidak pernah puas dengan apa yang dilakukan. Akhirnya depresi hingga menderita gangguan mental.
Di saat melihat orang lain sudah menyebar undangan pernikahan, di sudut sana ada para jombloers yang merasa insecure atau minder. Parahnya lagi, overthinking memikirkan mengapa jodoh tak kunjung datang. Padahal sebenarnya Allah memang belum berkehendak mempertemukan ia dengan jodohnya.
Ketika melihat orang lain sudah menjajal tempat kuliner paling hits se-Ibukota. Lantaran takut dikatakan nggak up to date, akhirnya memaksakan diri untuk ikut. Padahal, isi dompet lagi menipis.
Begitupun, saat melihat fisik orang lain lebih glowing. Lantas merasa diri memiliki wajah paling jelek sedunia. Akhirnya memaksakan diri untuk membeli skincare paling mahal untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Padahal masih banyak kebutuhan yang harus dibayar, seperti uang kuliah yang masih nunggak berapa bulan.
Intinya, di saat melihat kesuksesan orang lain dari segi fisik yang good looking, harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, gelar yang mentereng, anak yang banyak dan keturunan yang cantik dan tampan. Timbul perasaan minder dan merasa diri tidak berharga. Bahkan mengatakan diri gagal dalam segala hal.
Ya, inilah fakta yang terjadi saat ini. Sindrom FOMO bukan hanya menjangkiti para remaja, tetapi juga orang dewasa. Semua saling berlomba-lomba untuk mengejar ketertinggalan dalam urusan dunia.
Rasa takut adalah sesuatu yang fitrah pada diri manusia. Hanya saja, jika rasa takut itu membuat kita tidak bersyukur sampai pada level insecure sehingga mengancam kesehatan mental. Inilah yang perlu dikhawatirkan.
Takut tertinggal urusan dunia dalam sistem sekularisme yang diterapkan hari ini adalah hal yang wajar. Sebab, yang menjadi tolak ukur kesuksesannya adalah materi, meraih kepuasan jasmani sebanyak-banyaknya, dan reward setinggi-tingginya dari manusia.
Paham sekularisme memiliki persepsi bahwa urusan dunia merupakan sebuah perlombaan. Siapa yang mendapatkan kesenangan dunia lebih banyak, maka ia dikatakan telah berhasil meraih kesuksesan. Subhanallah, jangan sampai kita punya persepsi semacam itu, ya. Kesuksesan hakiki tidak pernah diukur dengan nikmat dunia.
Memang benar, dalam menjalani kehidupan yang dinamis ini, kita harus produktif. Manusia akan terus bergerak menjalani hidup dan terus mengalami perubahan. Namun, sebagai seorang muslim tentu setiap perubahan itu harus berdiri di atas satu tujuan, yaitu meraih rida Allah semata.
Rida Menerima Qada-Nya
Jika pada kenyataannya, hasil yang didapatkan tak seindah ekspektasi. Lantas apakah kita harus menyalakan takdir dan membenci hidup kita sendiri? Tentu tidak kawan. Sebab, Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk hidup kita.
Seorang guru berkata, apapun urusan dunia yang tidak Allah berikan kepada kita, pasti kita tidak membutuhkannya. Sebaliknya, apa pun yang Allah berikan pastilah itu yang terbaik. Allah sudah menakar hidup kita sesuai dengan porsinya. Allah juga tahu kapan waktu yang tepat untuk kita mendapatkannya. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan selagi itu masih perkara dunia. Karena dunia hanya kesenangan sesaat. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Hadid ayat 20,
"Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. Perumpamaannya adalah seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia bagi orang-orang yang lengah hanyalah kesenangan yang memperdaya."
Oleh karena itu, jangan pernah merasa takut ketinggalan dalam urusan dunia, tetapi takutlah saat kita tertinggal jauh dalam urusan akhirat. Nah, FOMO seperti inilah yang diperbolehkan, yaitu FOMO pada akhirat. Dalam urusan yang satu ini kita justru disuruh untuk berlomba-lomba untuk mengejarnya.
Maka cemaslah saat orang lain sudah khusyuk dalam salatnya, sementara kita masih saja mengingat dunia ketika salat. Gelisahlah saat orang lain sudah memahami ilmu agama dan mengamalkannya, sementara kita masih saja malas untuk belajar agama. Khawatirlah saat bekal amal masih sedikit sementara jatah usia makin berkurang. Takutlah ketinggalan antrian tiket ke surga.
Jika FOMO karena dunia memiliki impact buruk pada kesehatan mental. Maka FOMO akhirat justru menjaga kesehatan mental. Oleh karena yang dikejar adalah ketertinggalan dalam meraih kesuksesan yang hakiki, yakni kesuksesan akhirat. Di mana labuhan terakhirnya adalah surga yang abadi.
So, mulai sekarang mari kita ubah mindset kita bahwa tertinggal dalam perkara dunia tidak akan menjadikan hidup kita lebih rendah. Sebaliknya, memiliki dunia dan segala isinya tidak menjadikan kita lebih tinggi dan mulia.
Mulailah berprasangka baik kepada Allah, ikat diri dengan rasa syukur. Tetap kencangkan ikhtiar dan menerima takdir dengan iman. Senantiasa muhasabah diri, mulai menyusun rencana untuk akhirat yang lebih baik. Buang penyakit hati, doakan yang terbaik bagi teman yang hidupnya lebih baik dari kita. Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar