Karhutla Kembali Terjadi, Butuh Solusi Tuntas
Oleh: Chatharina, S.Si.
TanahRibathMedia.com—Keberadaan hutan tentunya memiliki begitu banyak manfaat bagi kelangsungan hidup, lingkungan, serta makhluk hidup lainnya. Dengan banyaknya jenis tumbuhan, menjadikan hutan memiliki daya serap karbon dioksida yang tinggi. Selain itu, hutan juga termasuk pemasok oksigen yang paling besar di permukaan bumi. Hal tersebut akan sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan untuk bernafas. Maka tidak heran jika hutan dijuluki sebagai paru-paru dunia. Manfaat hutan lainnya yaitu sebagai sarana tempat tinggal berbagai makhluk hidup, menjaga, dan mempertahankan kesuburan tanah, serta mencegah terjadinya bencana alam seperti tanah longsor, banjir hingga tsunami.
Namun, apa jadinya jika keberadaan hutan yang memiliki peranan penting bagi makhluk hidup mengalami kerusakan? Tentunya akan berpotensi besar membahayakan keberlangsungan hidup.
Pada 2013, Indonesia berada di peringkat ketiga hutan terluas versi data Forest Watch Indonesia (FWI). Namun, sayangnya, saat ini hutan di Indonesia menghadapi ancaman yang serius, dilihat dari tingkat deforestasi masih tinggi. Salah satu bentuk deforestasi atau penghilangan hutan yaitu penebangan pohon dan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan. Kerusakan hutan yang paling sering terjadi di negeri ini yaitu kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pulau Kalimantan termasuk ke dalam wilayah yang berlangganan karhutla.
Dilansir dari Kompas.id (11-8-2023), memberitakan adanya kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat belum lama ini. Terpantau ada ratusan titik panas di sejumlah daerah termasuk adanya lahan gambut yang terbakar di Kabupaten Kubu Raya. Tim gabungan yang terdiri dari BPBD Provinsi Kalbar, Manggala Agni dan Polri berupaya memadamkan kebakaran lahan baik melalui darat maupun udara.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Thomas Nifinluri mengungkapkan luas karhutla di wilayah Kalimantan Barat pada 2023 sampai dengan Juli seluas 1.962,59 ha. Angka ini masih 13% lebih rendah jika dibandingkan 2022 sepanjang periode yang sama (ppid.menlhk.go.id). Kejadian tersebut makin menambah panjang tingkat kerusakan hutan di negeri ini. Pun bahaya yang ditimbulkan, baik bagi lingkungan maupun masyarakat.
Kapitalisme Sumber Kerusakan
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terus terjadi setiap tahunnya harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mencari akar masalahnya. Namun, sayang, pemerintah abai akan hal tersebut. Terus berulangnya kasus karhutla tentunya bukan tanpa sebab. Selain karena faktor cuaca, terjadinya karhutla lebih sering disebabkan karena faktor kesengajaan oleh perusahaan dan korporasi.
Pihak Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sendiri menggugat 22 perusahaan terkait penyebab karhutla. Dari 22 perusahaan tersebut, 14 perusahaan di antaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan total nilai putusan sebesar Rp5,6 Triliun. Terdiri dari 7 perusahaan proses eksekusi sebesar Rp3,05 Triliun dan 7 perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp2,5 Triliun. Dari 7 perusahaan dalam proses eksekusi, baru 2 perusahaan yang telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup sesuai putusan pengadilan (Kompas, 20-8-2023).
Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan konsesi yang diberikan negara kepada perusahaan yang mengabaikan penjagaan hutan sebagai paru-paru dunia. Pengabaian ini tidak lain karena penegakan hukum yang lemah dan tidak memberikan efek jera. Meskipun telah dibuat sejumlah aturan yang ketat dalam pengelolaan hutan, tetapi hal itu berjalan formalitas saja. Oleh karena faktanya, sampai saat ini kerusakan hutan masih terus terjadi.
Inilah dampak dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini dan menjadi sumber kerusakan. Hutan yang sejatinya merupakan kepemilikan umum harusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat, justru dialihkan sepenuhnya kepada korporasi atau individu dengan pemberian hak konsesi hutan.
Sistem kapitalisme yang berasas dari pemikiran sekuler menjamin kebebasan memiliki pada rakyatnya. Oleh karena kebebasan ini, siapa pun bisa memiliki dan menguasai apa saja yang dikehendakinya, termasuk sumber daya alam seperti hutan. Dengan prinsip kapitalisme, yaitu modal sekecil-kecilnya dengan keuntungan sebesar-besarnya menjadikan para kapitalis tidak lagi memperhatikan kerusakan yang ditimbulkan dari perbuatannya. Pada akhirnya rakyat juga yang menjadi korban keserakahan mereka, inilah ancaman yang membahayakan negeri ini.
Islam Solusi Tuntas Mengatasi Karhutla
Dalam Islam, hutan termasuk dalam salah satu kepemilikan umum karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak dan jika tidak ada, maka manusia akan berselisih dalam mencarinya. Rasulullah Saw bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal: air, padang rumput dan api." (HR Imam Ahmad)
Oleh karena termasuk kepemilikan umum, maka hutan tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, kelompok, bahkan negara sekalipun. Tidak boleh juga ada yang menghalangi individu atau masyarakat umum memanfaatkannya karena hutan adalah milik mereka secara berserikat.
Agar rakyat bisa mendapatkan manfaat dari hutan secara adil dan merata, maka negara mewakili rakyat mengatur pengelolaannya. Negara akan melakukan pengelolaan hutan dan lahan secara optimal tanpa membahayakan kehidupan dan lingkungan. Dengan kesadaran bahwa hutan adalah milik umum yang harus dijaga kelestariannya, tentunya tidak akan ada terjadi karhutla.
Islam juga mempunyai sistem peradilan yang mampu menyelesaikan persoalan yang mebahayakan rakyat seperti karhutla. Negara akan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan ta'zir kepala negara (khalifah) sehingga mampu menimbulkan efek jera.
Hanya dengan aturan Islam, masalah karhutla dapat diatasi secara tuntas, inilah satu-satunya harapan kita. Negara dengan penerapan aturan Islam adalah pengatur urusan rakyat yang akan menjamin keselamatan rakyat dan lingkungan. Maka sudah seharusnya kita beralih dari sistem yang rusak saat ini, yaitu sistem kapitalisme kepada sistem Islam secara menyeluruh. Sebagai bentuk ketaatan dan ketundukkan kita kepada Sang Pemilik Alam. Wallahu a'lam bisshawab
Posting Komentar