Opini
Ilusi Pemberantasan Korupsi
Oleh: Yuli Ummu Raihan
Aktivis Muslimah Tangerang
TanahRibathMedia.Com—Lagi dan lagi kasus korupsi terjadi di negeri ini. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terjerat kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah dinas Syahrul dan kantor Kementan. Hasilnya, ditemukan sejumlah dokumen, mobil, 12 pucuk senjata api, dan uang miliaran rupiah.
Syahrul adalah menteri keenam pada era Jokowi yang terjerat kasus korupsi setelah Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo, Juliari Batubara, dan Johnny G. Plate. Wajar kalau para aktivis antikorupsi melihat ini seperti sebuah tren di kalangan menteri akibat lemahnya pengawasan dari presiden. Ada juga Budi Karya Sumadi dan Dito Ariotedjo dua menteri yang namanya juga disebut dalam penyidikan kasus korupsi (BBC Indonesia.com, 07-10-2023).
Dalam kasus ini juga ada dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK ketika menangani perkara di Kementan pada 2021. Meski belum terungkap siapa nama pimpinan KPK yang dimaksud, tetapi sudah ada enam orang yang dimintai keterangan termasuk Syahrul Yasin Limpo (Tirto, 06-10-2023).
Ada dugaan kasus pemerasan ini, adalah tekanan terhadap pimpinan KPK untuk melemahkan fungsi KPK dan komisionernya (Antara, 08-10-2023).
Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan menteri menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Bahkan lembaga yang sengaja dibentuk untuk memberantas korupsi pun tidak luput dari kasus korupsi. Korupsi terus ada dan ada lagi seakan tidak pernah mati.
Dari catatan KPK, semester I 2023 saja sudah terdapat 2.707 laporan dugaan korupsi. Berbagai upaya yang dilakukan KPK belum mampu memberhentikan laju korupsi. KPK justru makin lemah karena kewenangannya dikurangi, ruang geraknya dibatasi, hingga kredibilitas pimpinannya yang masih tanda tanya. KPK juga terkesan tebang pilih dalam menanggani kasus korupsi. Untuk kasus kecil, KPK begitu garang, tetapi nyali KPK seakan ciut menangani kasus besar apa lagi yang melibatkan penguasa.
Demokrasi Sekuler Sumber Masalahnya
Hari ini korupsi tidak hanya dilakukan oleh individu saja, tetapi sudah berjemaah dan sistemis. Makin tingginya angka kasus korupsi ini diakibatkan sistem kehidupan yang sekuler alias memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya menjadi status di KTP dan sekadar ibadah (hubungan dengan Allah). Akibatnya, korupsi jadi jalan yang diambil untuk mendapatkan cuan dengan mudah, lebih cepat dan jumlahnya banyak. Halal atau haram tidak lagi dipertimbangkan. Selama ada keuntungan materi, maka akan dilakukan. Sekalipun akan menimbulkan mudharat bagi dirinya dan orang lain. Korupsi jadi jalan ninja untuk kaya mendadak.
Sistem demokrasi yang berbiaya tinggi menyebabkan para calon penguasa harus siap modal besar untuk bisa mendapatkan kursi kekuasaan. Maka wajar setelah menjabat, misi utamanya adalah mengembalikan modal. Caranya dengan membuat aturan dan kebijakan sesuai pesanan pemilik modal dan korupsi.
Lemahnya keimanan ditambah adanya kesempatan membuat korupsi menjangkiti siapa saja. Mulai rakyat biasa hingga pemangku kuasa. Kalaupun akhirnya mereka tertangkap, hukuman yang berlaku tidak memberikan efek jera. Sudah bukan rahasia lagi, hukum di negeri ini bisa diotak-atik bahkan diganti. Para tersangka korupsi masih bisa hidup enak di dalam penjara dengan kekuatan uang.
Islam Solusi Berantas Korupsi
Islam memiliki solusi untuk memberantas korupsi, mekanismenya adalah dengan menjadikan Islam sebagai akidah dan landasan segala perbuatan.Tujuan hidup seorang muslim adalah menggapai rida Allah. Maka segala sesuatu yang tidak diridai Allah akan ditinggalkan termasuk korupsi. Standar kebahagiaan seorang muslim bukan mendapatkan harta dan kesenangan dunia sebanyak-banyaknya. Islam menganjurkan kita kaya agar bisa maksimal ibadah, tetapi bagaimana cara mendapatkan kekayaan itu, Islam telah mengaturnya. Untuk memperoleh harta, seorang muslim bisa dengan cara bekerja, berburu, warisan, hibah, dan lainnya.
Ketakwaan individu dan amar makruf nahi mungkar oleh masyarakat juga sangat diperlukan. Negara pun akan membentuk lembaga khusus atau menugaskan seseorang untuk mengaudit harta pejabat dan pegawai sebelum dan setelah ia menjabat. Jika terdapat kenaikan harta yang tidak wajar, maka akan ditanya sumbernya halal atau haram. Jika tidak mampu membuktikan asal harta tersebut, maka negara boleh mengambilnya. Pelakunya akan diberi hukuman yang menimbulkan efek jera. Dalam Islam hukumannya adalah takzir, yaitu sanksi yang ditetapkan okeh khalifah atau kadi. Sanksinya bisa berupa penjara, pengasingan, atau bahkan hukuman mati tergantung tingkat korupsi dan efek yang ditimbulkannya. Sanksi ini akan diumumkan ke publik agar menimbulkan efek jera dan mencegah orang lain melakukan hal serupa.
Demikianlah solusi Islam untuk memberantas korupsi, yaitu dengan penerapan Islam secara kafah dalam sebuah institusi bernama Khil4f4h. Sudah saatnya kita campakkan demokrasi yang tidak mampu memberikan kesejahteraan termasuk memberantas korupsi. Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar