Opini
Penguatan Moderasi Beragama, Penting, kah?
Oleh: Yuni Oktaviani
(Penulis dan Pegiat Literasi Islam Pekanbaru-Riau)
TanahRibathMedia.Com—Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama dengan Menag Yaqut Cholil sebagai Ketua Pelaksananya. Tampaknya isu moderasi beragama ini menjadi perhatian pemerintah sehingga menimbulkan tanda tanya di berbagai kalangan. Apalagi berbagai istilah seperti radikal, intoleran, pluralisme agama, dan lainnya bermunculan seiring dengan adanya moderasi beragama ini. Sebenarnya seberapa penting kah keberadaan moderasi beragama ini sampai-sampai presiden menerbitkan Perpres? Lalu, bagaimana pandangan Islam mengenai hal tersebut?
Dikutip dari republika.co.id (29-09-2023), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama pada (25-9-2023). Sementara Menag Yaqut Cholil menjadi Ketua Pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama tersebut. Penguatan moderasi beragama ini diperlukan sebagai modal dasar keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di Balik Moderasi Beragama
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta umat beragama untuk menguatkan kembali moderasi beragama. Dalam hal ini, Menag Yaqut Cholil Qoumas sebagai Ketua Pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama bertugas untuk mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan moderasi beragama di kementerian atau lembaga, baik provinsi maupun kota/kabupaten.
Namun, sejauh ini, moderasi beragama yang berjalan selalu berhubungan dengan gerakan-gerakan intoleran, radikal, ekstrimis, dan lain-lain, yang semua itu mengarah kepada Islam serta kaum muslimin. Misalnya isu-isu terkait toleransi beragama yang didengungkan oleh pemerintah seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari raya kepada penganut agama lain diluar Islam, mengikuti perayaan keagamaan bersama-sama dalam rangka menjalin hubungan kekerabatan lintas agama, dan sebagainya. Umat Islam yang tidak melakukan gerakan ala moderasi beragama tersebut akan dicap sebagai kaum intoleran. Padahal toleransi dalam Islam sudah jelas batasan-batasannya.
Alih-alih menyelesaikan masalah, penguatan moderasi beragama ini malah makin menjauhkan generasi dari kepribadian Islam kafah. Sudah sepantasnya umat Islam sendiri mempelajari dan memahami Islam secara komprehensif. Bukan hanya tahu dari sisi ibadahnya, tetapi juga dari sisi bahwa Islam adalah sebuah sistem kehidupan.
Belum lagi isu terkait radikalisme dan pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama benar. Siapa saja yang terlihat agamis atau paham dengan ajaran agamanya, seperti ulama, umat Islam yang mengkaji Islam, berpakaian tertutup atau bercadar, akan dengan mudah diberi label radikal. Dampaknya adalah makin membuat takut umat Islam untuk menunjukkan keislamannya, bahkan walaupun sekadar untuk memelajarinya.
Lalu timbul pertanyaan, apa sebenarnya tujuan ditetapkannya Perpres Nomor 58 Tahun 2023 tentang Moderasi Beragama ini? Seberapa besar urgensi keberadaannya dalam menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara? Sementara fakta moderasi beragama yang terlihat selama ini justru mengkerdilkan ajaran Islam dan penganutnya. Yang dikhawatirkan lagi, umat Islam akan terjangkit islamofobia dengan agamanya sendiri, bahkan jauh dari ajarannya yang mulia.
Berbagai isu yang dilontarkan seakan sengaja dibuat untuk menekan Islam berkembang di negeri ini dan membuatnya seolah-olah mengancam kerukunan hidup umat beragama. Padahal permasalahan yang diurusi oleh pemerintah seharusnya paham sekularisme liberal dan banyak lagi masalah lain yang menyangkut kehidupan rakyat banyak.
Seperti masalah stunting yang belum kelar, kemiskinan, angka kriminalitas yang tinggi, konflik agraria yang terjadi diberbagai kota, kasus bullying di lembaga pendidikan, dan lainnya. Masalah-masalah ini jika tidak segera diselesaikan malah akan lebih mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam secara Kafah, bukan Islam Moderat
Kewajiban seorang muslim sejatinya adalah mempelajari Islam secara utuh. Sebagaimana yang diperintahkan Allah dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. sebagai uswah hasanah (suri teladan yang baik), baik dalam kehidupan pribadi atau rumah tangga, masyarakat, dan kehidupan bernegara.
Allah memerintahkan setiap muslim untuk terikat dengan hukum-hukum-Nya. Tentu saja ini terkait dengan semua aspek kehidupan, yakni setiap muslim hendaknya berpikir, bersikap, dan bertingkah laku sesuai dengan perintah dan larangan Allah, serta Rasul-Nya tersebut.
Maka dari itu, sikap toleransi ala moderasi beragama, rasa kebangsaan yang kuat, nasionalisme, pluralisme, dan sebagainya tidaklah sesuai dengan aturan Allah. Contohnya saja, toleransi dalam Islam sudah pasti memiliki batasan yang jelas, tidak seperti toleransi dalam moderasi beragama. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi,
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."
Maksudnya adalah membiarkan umat nonmuslim melaksanakan ibadahnya sesuai dengan aturan agamanya tanpa harus ada keikutsertaan umat Islam di dalamnya, seperti ucapan selamat hari raya, masuk ke rumah ibadah, bernyanyi bersama, dan lainnya. Hal ini jelas melanggar hukum Allah yang terdapat dalam surah Al-Kafirun di atas.
Kaum moderat tidak boleh untuk menuduh umat Islam atau menganggapnya tidak menghormati perbedaan (intoleran). Sebab sejatinya, umat Islam tersebut sedang menjalankan perintah Allah dan berusaha taat pada ajaran agamanya.
Begitu juga dengan pandangan pluralisme atau memandang bahwa semua agama benar dan sama. Ini juga bertentangan dengan Islam. Konsep ini sangatlah berbahaya karena akan menimbulkan keraguan pada umat Islam tentang kebenaran Islam itu sendiri. Padahal jelas-jelas Islam adalah satu-satunya agama yang benar berdasarkan QS Ali-Imran ayat 19,
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ ۗ وَمَا ٱخْتَلَفَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ إِلَّا مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَهُمُ ٱلْعِلْمُ بَغْيًۢا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
"Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya."
Dengan kata lain, banyak paham atau pandangan menyesatkan yang jauh dari Islam berkaitan dengan moderasi beragama yang dicanangkan oleh pemerintah ini. Tidak selayaknya sikap moderat dijadikan sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku seorang muslim.
Hanya dengan menerapkan sistem Islam dalam bingkai negara, maka umat Islam itu sendiri mampu menjalankan aturan Allah secara kafah, tanpa diskriminasi atau pun takut dengan berbagai macam tuduhan dari pihak lain yang tidak menyukai Islam. Hanya dengan aturan Islamlah keutuhan kehidupan suatu bangsa dapat dijaga dan dilindungi. Wallahu a'lam bisshawwab.
Via
Opini
Posting Komentar