Opini
Sumber Daya Air Dikapitalisasi, Islam Punya Solusi
Oleh: Yuni Oktaviani
(Penulis, Pegiat Literasi Islam, Pekanbaru-Riau)
TanahRibathMedia.Com—Belum selesai dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, muncul kemudian kebijakan baru mengenai tentang penggunaan air tanah oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dimana berisi tentang masyarakat harus mengurus izin terlebih dahulu jika ingin membuat sumur galian, meskipun air yang digunakan tersebut untuk keperluan pribadi.
Sungguh ironi memang. Hal yang seharusnya mudah menjadi lebih sulit karena adanya kebijakan baru terkait perizinan. Beginikah potret kehidupan di negara kapitalis, semua aspek justru dikomersialisasikan? Lalu, apa solusi yang mesti dilakukan agar umat terlepas dari berbagai aturan yang tidak memihaknya?
Aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah menjadi sorotan ketika kekeringan melanda sejumlah daerah di Indonesia. Pengamat planologi dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mempertanyakan bagaimana Kementerian ESDM melakukan pengawasan penggunaan air tanah. Dan apa solusi dari pemerintah jika ingin masyarakat beralih dari air tanah ke PAM tersebut. Apakah pemerintah dapat menjamin kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air PAM. (bbc.com, 31-10-2023)
Terkesan Menyulitkan
Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Pengguna Air Tanah ditandatangani pada tanggal 14 September lalu. Aturan ini dibuat demi menjaga keberlangsungan sumber daya air bawah tanah. Para pengamat pun menekankan pentingnya mengatur penggunaan air tanah baik oleh perorangan maupun industri untuk menjaga ketersediaan air, serta mencegahnya dari penurunan muka air.
Oleh karena itu, semua kalangan harus mengantongi izin dari pemerintah jika ingin membuat sumur galian atau sejenisnya untuk pribadi maupun umum. Contoh izin penggunaan air untuk umum seperti untuk taman kota, rumah ibadah, fasilitas umum, dan instansi pemerintahan. Pemohon harus mengajukan permohonan persetujuan penggunaan air tanah kepada menteri ESDM melalui kepala Geologi ESDM dengan melampirkan beberapa persyaratan.
Pemohon harus melampirkan identitas diri, bukti kepemilikan atau penguasaan tanah, izin lingkungan hidup, surat pernyataan kesanggupan membuat sumur resapan, dan lain-lain. Kementerian ESDM akan menerbitkan surat-surat persetujuan pengeboran/penggalian jika permohonan disetujui oleh Kepala Badan Geologi. Namun, apabila pengeboran tidak rampung selama jangka waktu yang ditentukan, maka surat persetujuan tersebut akan dibatalkan.
Banyak pihak yang mempertanyakan keefektifan aturan menteri ESDM tersebut. Mengingat banyak dari kalangan masyarakat menengah ke bawah yang juga menggunakan air dalam usahanya, serta pengurusan izin yang berbelit sehingga terkesan menyulitkan.
Kapitalisasi Sumber Daya Air
Penggunaan air yang mendominasi kehidupan manusia sepertinya bukan sesuatu yang perlu untuk dipertanyakan lagi. Contohnya saja, air digunakan dalam banyak aktivitas rumah tangga, apakah itu memasak, mencuci, minum, mandi, buang hajat, dan lain-lain. Sebagian besar aktivitas tersebut menggunakan air pastinya. Belum lagi penggunaan air ini untuk industri, baik itu industri rumahan, maupun industri skala besar atau nasional. Sehingga, tidak semestinya air yang digunakan oleh masyarakat banyak ini nantinya harus melalui proses perizinan terlebih dahulu.
Apalagi di negara yang menganut sistem demokrasi kapitalisme seperti saat ini, dimana mengurus perizinan bukanlah hal yang mudah. Banyak proses yang dilalui atau bahkan sengaja dipersulit. Seperti pengurusan kepemilikan tanah misalnya, banyak masyarakat yang mengeluh. Belum lagi ketika masyarakat yang bersangkutan harus memberikan uang 'pelicin' terlebih dahulu kepada pihak berwenang agar proses pengurusan izin atau kepemilikan tanahnya lancar.
Namun, beginilah potret negara yang berasas kapitalisme. Semua hal akan sebisa mungkin dikapitalisasi. Begitu pun sumber daya alam, bahkan air saat ini yang menjadi incaran para kapitalis untuk diambil keuntungannya. Akan didapatkannya keuntungan dari pengurusan izin yang dilakukan, dan juga adanya pajak berkaitan dengan penggunaan air tersebut.
Kebijakan pemerintah yang ingin menjaga ketersediaan cadangan air atau mencegah penurunan muka air ini pun kontradiksi dengan kebijakan lain yang membiarkan pihak swasta untuk mengelola sumber daya alam sebebas-bebasnya. Tentu aturan yang dibuat oleh menteri ESDM lebih tepat menyasar ke perusahaan-perusahaan swasta ini, dibandingkan rakyat kecil. Terlebih, perusahaan swasta tersebut menggunakan alat canggih untuk menyedot air jauh ke dalam tanah.
Jika ingin melakukan pencegahan, pemerintah seharusnya membatasi penggunaan air oleh pihak industri skala besar atau perusahaan-perusahaan swasta yang sudah ada sejak lama. Selain itu, menjaga kawasan hutan agar tetap lestari dengan tidak melakukan pembabatan atau pembakaran brutal untuk pemukiman dan industri juga mesti dilakukan. Bukan malah dengan membuat kebijakan baru berkaitan dengan perizinan penggunaan air bagi masyarakat. Sungguh miris.
Islam Mengelola Sumber Daya Air
Dalam Islam, kaum muslim berserikat dalam tiga hal, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Tiga hal yang terdapat dalam hadis Nabi tersebut tidak boleh dikomersialisasikan, seperti yang terjadi saat ini. Sumber daya alam adalah milik umum sehingga seluruh masyarakat berhak untuk memanfaatkannya. Tanpa izin dari pemerintah, apalagi penggunaannya dipersulit. Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem kapitalisme, dimana pihak korporasi seenaknya mengeruk, bahkan menguasai sumber daya alam untuk kepentingannya. Tanpa memerhatikan kerusakan lingkungan dan efek negatifnya bagi masyarakat luas. Pembangunan gedung-gedung, jalan raya, atau infrastruktur lainnya secara masif justru membuat keadaan tanah semakin buruk. Hal ini membuktikan bahwa aturan yang dibuat oleh pemerintah hanya berorientasi pada keuntungan materi semata.
Sementara itu, Islam sudah mengatur mengenai pengelolaan sumber daya air ini sejak sekian abad yang lalu. Negara akan melindungi hak rakyat untuk mendapatkan sumber air yang cukup dengan cara membatasi pihak swasta untuk menggunakan alat pengeboran yang dapat membuat sumur-sumur warga menjadi kering. Air bersih dan berkualitas pun akan disediakan oleh negara untuk didistribusikan kepada rakyat. Begitu pula penyediaan bendungan, penampungan air, dan danau oleh negara demi kemaslahatan umat.
Demikianlah ketika kepemimpinan dalam sebuah negara bertindak sebagai junnah atau pelindung rakyatnya. Kebutuhan rakyat menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan syari'at. Regulasi yang dibuat pun niscaya akan memberikan efek positif bagi seluruh umat manusia. Sehingga, hanya dengan Islam lah kehidupan yang sejahtera tersebut akan terwujud secara sempurna.
Wallahu a'lam bis-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar