Nafsiah
Update Diri dengan Ilmu
Oleh: Zaitun Zahra
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Allah Swt. telah menganugerahkan akal dan pikiran bagi setiap manusia, hal ini bukan hanya untuk penghias diri dan pembeda saja, melainkan untuk digunakan semaksimal mungkin dan salah satunya ialah untuk menuntut ilmu.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR Ibnu Majah dari Anas ra.)
Menuntut ilmu khususnya ilmu agama adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Menuntut ilmu bukanlah sebuah kegiatan sampingan atau dikerjakan jika ada waktu. Mirisnya tidak sedikit orang yang keliru bahwa kegiatan menuntut dianggap remeh, membosankan serta menghabiskan waktu santai, tentunya sikap seperti ini adalah dosa besar.
Ilmu adalah kebutuhan, sebab ilmulah penolong hidup bagi setiap insan (pembeda antara yang haq dan bathil, juga halal dan haram) semua ini didapat dari mengambil ilmu kepada guru yang amanah.
لَا يُؤْخَذُ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ إلَّا عَنْ الرُّؤَسَاءِ الْمَشْهُورِينَ بِالْعِلْمِ الَّذِينَ يَعْرِفُونَ الزِّيَادَةَ وَالنُّقْصَان
“Halal dan haram tidak boleh diambil melainkan dari para tokoh dan ulama yang terkenal dengan ilmunya yang mengetahui adanya tambahan atau kekurangan dalam hukum.”
(Syamsuddin Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyyah wa Al-Minah al-Mar’iyyah, 2/148).
Hari ini banyak kita jumpai umat Islam, terlebih bagi para pemuda-pemudi yang mana mereka memperbaharui (update) dirinya bukanlah dengan ilmu, melainkan penampilan, mereka lebih memilih berlama-lama di pusat perbelanjaan, salon kecantikan, bahkan tempat tongkrongan.
Lalu apakah hal yang demikian di larang dalam Islam? Sebenarnya tidak, sebab sebagai manusia pun kita butuh pakaian untuk menutup aurat, merawat diri dan juga bersosial. Akan tetapi, ketika sudah berlebihan maka hal itu sangat tidak di sukai oleh Allah Ta'ala apalagi sampai mengesampingkan bahkan meninggalkan kewajiban seperti menuntut ilmu agama.
Untuk dapat melakukan segala sesuatu khususnya ibadah diperlukannya ilmu dan untuk mendapatkan ilmu, seseorang mestinya berguru kepada guru yang amanah (sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah), juga guru yang sanad ilmunya sampai kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Kualitas murid, tergantung dari kualitas guru yang mendidiknya (tergantung murid yang bersungguh-sungguh).
Ulama hadits; Syeikh Abdurrahman bin Yazid bin Jabir (wafat 770 M) berkata:
لَا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ إلَّا عَمَّنْ شُهِدَ لَهُ بِطَلَبِ الْعِلْمِ
"Ilmu tidak diambil kecuali dari orang yang disaksikan bahwa ia mencari ilmu (bukan dari orang-orang yang tidak diketahui pernah mencari ilmu)."
Ilmu bukan di dapat dari membaca, tetapi berguru:
مَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ فَشَيْخُهُ الشَّيْطَانُ
"Barang siapa yang tidak mempunyai guru, maka gurunya adalah setan."
_وَلْيَجْتَهِدْ عَلَى أَنْ يَكُوْنَ الشَّيْخُ مِمَّنْ لَهُ عَلَى الْعُلُوْمِ الشَّرْعِيَّةِ تَمَامُ اطِّلَاعٍ وَلَهُ مَعَ مَنْ يُوْثَقُ بِهِ مِنْ مَشَايِخِ عَصْرِهِ كَثْرَةُ بَحْثٍ وَطُوْلِ اجْتِمَاعٍ لَا مِمَّنْ أَخَذَ عَنْ بُطُوْنِ الْأَوْرَاقِ وَلَمْ يُعْرَفْ بِصُحْبَةِ الْمَشَايِخِ الْحُذَّاقِ_
“Hendaklah seseorang bersungguh-sungguh mencari guru dari golongan orang-orang yang sempurna menelaah ilmu-ilmu syari'at, banyak berdiskusi dan berkumpul dengan para ulama tepercaya di masanya, bukan belajar dari orang yang semata-mata mengambil ilmu dari dalam kertas-kertas dan buku serta tak diketahui apakah dia pernah menjadi santri langsung kepada ulama-ulama yang cerdas.”
(Badruddin Ibn Jama’ah, Tadzkirah as-Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim, 87).
Kemuliaan seseorang yang berilmu;
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS al-Mujadalah: 11).
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa, orang yang beriman dan berilmu itu sangat dekat dengan Allah, juga derajatnya lebih di tinggikan oleh Allah Ta'ala.
Pemuda adalah Generasi Penerus
Sesungguhnya pemuda adalah generasi penerus, calon pemimpin masa depan dan orang tua bagi keturunan mendatang, baiknya pemuda adalah baiknya umat dan rusaknya pemuda adalah rusaknya umat ini, karena usia dihabiskan oleh masa muda dan sebagian besar jumlah umat ini, diisi oleh pemuda dan di pundak pemudalah, pendidikan dan kepemimpinan umat akan datang. Maka dari itu, setiap jiwa-jiwa yang masih muda, seharusnya lebih memperhatikan dirinya dengan ilmu, baik itu calon ayah dan calon ibu.
Mungkin sebagian dari kita, sering mendengar bahwa:
"(Al Ummu madrastul ula) ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya", akan tetapi, kurikulum dalam mendidik anak, itu mestinya datang dari seorang ayah "(Wal abu mudiiruha) dan ayah adalah kepala sekolahnya.
Maka dari itu, pemuda sebaiknya memperbaharui (update) dirinya dengan ilmu, bukan dengan perkara yang sia-sia.
Ilmu atau Kebodohan?
Sesungguhnya surga itu identik dengan ilmu dan neraka itu identik dengan kebodohan, seorang mukmin yang berharap dalam mimpi panjang yang dia rangkai, bahwasannya dia ingin menjadi salah satu penduduk surga, maka hendaklah dia memperhatikan bagaimana kehidupannya sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Untuk mengetahui syarait Islam tentunya dibutuhkan ilmu dengan cara berguru dan ikut bermajelis ilmu.
Solusi dari setiap konflik yang dihadapi juga harus ada ilmunya, tidak serta merta mengandalkan pengalaman yang hanya dilihat dari mata. Sejatinya yang dinamakan ilmu, ialah di dalamnya terdapat perkataan Allah dan Rasul-Nya yang dengannya kita berusaha menjadi hamba yang taat.
Allahuta'ala A'lam.
Via
Nafsiah
Posting Komentar