Opini
Derita Rohingya Derita Kita
Oleh: Mutiara Aini
TanahRibathMedia.Com—Entah sudah berapa lama persoalan Rohingya hingga kini belum menemui titik terang. Mestinya ini menjadi perhatian serius karena bagian dari persoalan kaum muslimin, meskipun persoalan di dalam negeri masih berbelit.
Muslim Rohingnya telah terusir dari tanah kelahiran, terombang-ambing di lautan, dan terdampar di negeri orang. Miris dan menyedihkan jika kita mengingat kondisi mereka. Di negara asalnya, Myanmar menolak kewarganegaraan muslim Rohingya lantaran dianggap sebagai imigran ilegal dari Asia Selatan.
Dalam catatan yang ditulis detik.com (17-11-2023), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Muhammad Iqbal buka suara terkait polemik penolakan 249 pengungsi Rohingya oleh warga Bireuen, Aceh. Ia menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan konvensi 1951. Karena menurutnya, Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut. Dirinya mengakui bahwa selama ini Indonesia memberikan bantuan semata karena alasan kemanusiaan.
Hilangnya Peran Negara
Kondisi kaum muslim Rohingya sudah dalam keadaan memprihatinkan mereka terombang-ambing di lautan karena ingin menyelamatkan diri dari kekejaman rezim Myanmar. Teriakan dan rintihan dari warga muslim Rohingya telah nyata-nyata terdengar ke seluruh dunia, sampai-sampai mereka harus menjadi “manusia perahu”, tak tahu harus mencari pertolongan kepada siapa lagi.
Mirisnya, negara-negara tetangga sekalipun itu negeri-negeri kaum muslim justru menolak kedatangan mereka. Sementara itu, negara tidak hadir untuk me-riayah (mengurusi) muslim Rohingya dan mendamaikan konflik antara warga dengan pengungsi secara adil sehingga mereka bisa hidup layak. Akan tetapi, jangankan mengurusi para pengungsi, rezim ini terhadap rakyatnya sendiri saja berlepas tangan dari melakukan riayah.
Ironisnya, sikap yang sama diambil oleh seluruh penguasa negeri muslim di dunia. Sehingga akibat dari paham ini menimbulkan sikap asabiah (fanatisme) yang menghalangi ukhuwah islamiyah antar kaum muslim. Muslim Rohingya hanya diposisikan sebagai orang-orang di camp-camp pengungsian. Lebih dari itu, kepemimpinan global yang dikendalikan oleh mindset kapitalisme makin menambah enggannya negara-negara tetangga menolong kaum muslim Rohingya. Akibatnya konflik antara warga dengan pengungsi makin membesar dan berujung penolakan. Padahal kondisi mereka saat ini sudah sangat memperhatinkan. Dari sini terbukti, umat Islam telah gagal merealisasikan tuntutan Allah Swt. untuk membela saudara muslim yang lain. Pengabaian ini menjadi pelanggaran syariat secara nyata.
Allah Swt. berfirman dalam QS Al Anfal: 72;
وَاِنِ اسْتَنْصَرُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ اِلَّا عَلٰى قَوْمٍۢ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِّيْثَاقٌۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ
Artinya: "(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Sejatinya, permasalahan pengungsi Rohingya bukan sekadar permasalahan individu atau masyarakat, akan tetapi dominan negara. Muslim Rohingya telah dijajah oleh pemerintah Myanmar selama berpuluh-puluh tahun. Mereka mengalami pembantaian baik oleh junta militer maupun pemerintahan pro demokrasi. Sehingga untuk memberi pertolongan memang sulit dilakukan, karena kaum muslim saat ini tersandera oleh sekat-sekat nasionalisme Barat. Meski muslim Indonesia—utamanya Aceh—mau menolong muslim Rohingya, tetapi negara mengabaikan para pengungsi. Sedangkan untuk menolong secara permanen tentu tidak bisa dengan kekuatan individu atau masyarakat, melainkan butuh kekuatan negara.
Solusi Hakiki
Sebagaimana kita ketahui, bahwa kapitalisme merupakan paham atau sistem yang berorientasi pada untung dan rugi. Maka, kedermawanan dan kasih sayang yang diberikan akan setengah-setengah. Mereka hanya mencukupkan pada bentuk-bentuk perlindungan melalui undang-undang konvensi dan sebagainya, akan tetapi nihil dalam penerapannya.
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar seharusnya memiliki motivasi lebih dari sekadar kemanusiaan yakni persaudaraan sebagai sesama muslim (ukhuwah islamiyah) yang menjadikan umat ini bersatu tanpa memandang sekat-sekat bangsa, suku, dan ras.
Kondisi muslim Rohingya akan sangat berbeda ketika mereka berada di dalam kepemimpinan Islam, yakni negara Khil4f4h. Mereka akan mendapatkan jaminan keamanan dan perhatian termasuk kewarganegaraan Khil4f4h. Sebab keberadaan Khil4f4h merupakan pelindung bagi setiap muslim dari manapun apalagi bagi kaum muslim yang mendapatkan kezaliman.
Ketika kaum muslim berada dalam naungan Khil4f4h, maka tidak akan tersekat-sekat dengan batas-batas nasionalisme. Mereka merupakan satu kesatuan di bawah akidah Islam dan negara Islam. Sehingga khil4f4h pun tidak segan-segan untuk membela kaum muslim yang teraniaya khil4f4h akan mudah mengerahkan kekuatan para tentara untuk memerangi pihak-pihak yang melakukan kezaliman kepada kaum muslim. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk penjagaan kemuliaan terhadap darah kaum muslim.
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).
Wallahu a'lam bishowwab.
Via
Opini
Posting Komentar