Opini
Jangan Kambing Hitamkan Pernikahan Dini!
Oleh: Sally Vania
TanahRibathMedia.Com—Sebanyak 2.045 pelajar dari 122 sekolah se-Kota Bandung (terdiri dari 75 SMP Negeri, 20 SMP Swasta, dan 27 SMA Negeri) berkumpul di Youth Centre Sport Jabar Arcamanik dalam rangka deklarasi Stop Pernikahan Dini yang diselenggarakan oleh Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan Kota Bandung, Rabu, 22 November kemarin.
Menurut Kepala DPPKB, Kenny Dewi Kaniasari, tujuan kegiatan ini diselenggarakan adalah guna meningkatkan kesadaran untuk berkomitmen melindungi hak-hak anak demi mempersiapkan perencanaan berkeluarga yang matang dan berkualitas, juga mencegah lahirnya generasi stunting.
Kota Bandung selama ini memang cukup concern mengatasi masalah stunting dan deklarasi ini menunjukkan komitmen dan upaya nyata dari Kota Bandung untuk mencegah pernikahan dini. Dengan mengatasi masalah pernikahan dini, diharapkan masalah stunting juga akan berkurang. Melalui kegiatan ini, Pj Walikota Bandung mengharapkan para pelajar di Kota Bandung dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat dengan mempromosikan perencanaan keluarga yang matang dan berkualitas. (jabar.tribunnews.com 22-11-2023).
Sebelumnya, Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung merilis jumlah pengajuan dispensasi nikah sepanjang 2023 yang mencapai 76 permohonan. Tercatat 66 pengajuan atau hampir 90% disebabkan hamil di luar nikah. Dari data ini terlihat bahwa hampir seluruh pengajuan pernikahan dini disebabkan pergaulan bebas yang berakhir dengan hamil di luar nikah. Tapi mengapa pemerintah seolah hanya concern tolak pernikahan dini yang bisa menyebabkan stunting? Kenapa pemerintah tidak lebih fokus menyelesaikan penyebab utama pernikahan dini yakni pergaulan bebas?
Betul memang kita masih punya banyak PR terkait praktik pernikahan dini.
Setidaknya jika dicermati, ada 3 faktor penyebab maraknya pernikahan dini. Pertama, mereka memang belum siap berumah tangga. Kedua, media dan lingkungan yang dengan mudahnya mengumbar nafsu syahwat, akses pornografi-pornoaksi berseliweran di mana-mana. Ketiga, negara dalam hal ini terkesan abai memberi sanksi tegas bagi pelaku pornografi-pornoaksi, termasuk para pelaku free sex. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya lebih concern memperhatikan ketiga akar masalah ini karena hari ini Indonesia sudah darurat free sex.
Islam Tawarkan Solusi
Islam, sebagai agama mayoritas rakyat di negeri ini, memiliki solusi tuntas terkait masalah pernikahan dini. Dalam Islam, memang tidak ada batasan usia pernikahan. Usia tidak berkorelasi langsung dengan kesiapan seseorang menikah, tetapi persiapan yang matang untuk menikahlah yang menjadi penyebab berhasil atau gagalnya pernikahan. Maka, solusi yang bisa ditawarkan adalah, pertama kurikulum di sekolah dan pendidikan keluarga harus mampu menyiapkan anak yang sudah baligh agar mampu menanggung beban hukum yang menjadi tanggung jawabnya. Kurikulum PAI (dari SD, SMP, SMA) harus membahas tentang pernikahan dan aturan pergaulan sesuai Islam. Berkaitan dengan sistem pergaulan laki-laki dan perempuan, ajaran Islam mewajibkan menutup aurat, melarang khalwat, melarang komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar’i antara keduanya, juga mewajibkan untuk menundukkan pandangan, atau dengan kata lain melarang pacaran dan pergaulan bebas.
Kedua, negara harus serius mengatur media nasional dan sosial media. Tidak ada celah untuk pornografi-pornoaksi. Jangan merasa tak berdaya membendung derasnya akses pornografi karena sebuah negara sudah seharusnya yang paling bertanggung jawab dalam menyediakan media informasi yang edukatif, mendidik rakyatnya untuk semakin bertakwa bukan malah makin bebas semaunya.
Ketiga, negara harus mengeluarkan aturan pergaulan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap setiap pelaku amoral. Inilah solusi yang harus dilakukan. Tidak ada jalan lain menyelamatkan negeri ini, kecuali kembali merujuk pada penerapan syariat Islam kafah agar negeri ini berkah, masyarakat sejahtera, dan bahagia dunia akhirat.
Wallahu’alam.
Via
Opini
Posting Komentar