Opini
Kecanduan Gadget, Problem Serius Gen Alfa dan Gen Z
Oleh: Eci Aulia
(Aktivis Muslimah Bintan)
TanahRibathMedia.Com—Di balik perkembangan zaman, ada generasi yang juga berganti. Jika beberapa dekade lalu ada yang namanya generasi milenials. Maka hari ini kita berada di generasi Z dan Alfa. Generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Sedangkan generasi Alfa adalah mereka yang lahir pada tahun 2013 dan akan berakhir pada 2028. Generasi Alfa sendiri merupakan anak dari generasi milenials dan adik dari generasi Z.
Generasi Alfa lahir di era teknologi sedang berkembang pesat. Baru saja melihat dunia, mereka sudah mengenal dunia digital. Tak heran jika generasi ini begitu dekat dengan benda pipih bernama smartphone. Efek audio dan visualisasi yang ditampilkan di dalam ponsel pintar itu berhasil membius para generasi Z dan Alfa hingga kecanduan.
Inilah yang terjadi pada salah satu gen Alfa di negeri ini. Seorang siswa SD berusia 10 tahun di Pekalongan, Jawa Tengah, nekat mengakhiri nyawanya pada Rabu sore (22-11-2023), sekitar pukul 16.00 WIB.
Aksi nekatnya bermula ketika ia diminta ibunya berhenti bermain HP untuk makan siang. Lantas bocah itu marah dan mengunci diri di kamarnya. Sore harinya ketika sang ibu berniat ingin membangunkan anaknya yang ia kira sedang tidur, justru menemukan bocah tersebut sudah dalam keadaan tidak bernyawa atau tergantung di kamarnya. (detikJateng, 24-11-2023).
Mental Generasi Rapuh
Nauzubillah, ternyata sudah serapuh itu mental generasi hari ini. Anak usia belia sudah mengerti jalan pintas untuk mengakhiri hidup. Penulis tak sanggup membayangkan jika itu terjadi pada anak generasi kita.
Berangkat dari kasus di atas, maka ini perlu menjadi perhatian bagi kita semua, terutama para orang tua. Apalagi fenomena bunuh diri pada anak di bawah umur makin berkembang di tengah masyarakat. Penulis sendiri yang notabene seorang ibu dari anak generasi Alfa tentu sangat prihatin dengan kondisi ini.
Maka, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari penyebab mengapa si anak nekat mengakhiri nyawanya. Pun kita juga harus mencari tahu darimana si anak bisa mengetahui cara melakukan aksi nekatnya itu. Ya, semuanya tentu saja erat kaitannya dengan apa yang sering ia lihat, ia dengar dan ia rasakan.
Fitrahnya anak-anak sangat menyukai segala bentuk permainan. Aplikasi yang menyuguhkan kesenangan pada smartphone begitu menarik perhatian mereka. Wajar saja mereka betah berlama-lama di depan gadget. Ditambah lagi smartphone dengan layanan internetnya menyediakan apapun yang mereka minta. Termasuk hal-hal yang belum sepantasnya mereka lihat. Seperti bagaimana cara mengakhiri nyawanya.
Meskipun hanya di dunia maya, tapi buktinya mereka sangat menikmati itu. Bahkan kebahagiaan yang mereka rasakan saat bermain dengan gadget melebihi kebahagiaan saat berkumpul bersama orangtua mereka. Itulah mengapa tatkala kesenangan itu diambil tiba-tiba, mereka akan berontak, stres hingga depresi.
Lemahnya Ketahanan Keluarga, Pendidikan dan Negara
Adapun penyebab lainnya adalah lemahnya ketahanan keluarga, institusi pendidikan dan peran negara. Orang tua yang semestinya menjadi benteng pertahanan pertama bagi anak, faktanya justru memuluskan jalan anak untuk berlama-lama dengan gadgetnya. Alasannya agar anak diam, dan orangtua bisa leluasa melakukan segala aktivitas, tanpa membatasinya.
Ketahanan dalam lingkungan pendidikan pun demikian. Generasi Z dan Alfa bisa dikatakan memiliki kecepatan yang luar biasa dalam menangkap informasi. Apalagi anak-anak tidak akan pernah gagal dalam meniru. Di usia tersebut mereka menganggap semua fakta yang nampak adalah kebenaran. Padahal belum tentu benar menurut syariat. Mereka cenderung mengikuti apa yang dikatakan oleh teman-temannya di lingkungan sekolahnya. Bahkan mengklaim itu adalah kebenaran. Jika ini dibiarkan mereka akan mudah terbawa arus dan menjadi rusak.
Begitupun peran negara. Negara belum mampu memberikan solusi yang mengakar untuk mengatasi hal ini. Buktinya pencegahan atau penanganan sebagus apapun, kasus serupa akan kembali terulang, hanya berbeda pelaku saja.
Sebagai anak-anak, tentu ini jelas bukan salah mereka, tetapi sistem yang sedang berjalan saat ini. Sistem kapitalis sekuler yang mengusung gaya hidup bebas memaksa mereka untuk berjalan di atasnya. Padahal diusia tersebut, mereka sangat membutuhkan bimbingan dari seluruh elemen. Baik orang tua, tenaga pendidik, masyarakat maupun negara.
Islam Melahirkan Generasi Hebat
Islam sangat memperhatikan tumbuh kembang anak. Adapun orang tua dan keluarga adalah awal dari terbentuknya pondasi keimanan pada anak sedari kecil. Anak akan dipahamkan tentang tujuan hidupnya yang sebenarnya. Yaitu untuk meraih rida Allah dengan cara mentauhidkan Allah dan beribadah kepada Allah. Bukan untuk mencari kesenangan dunia yang sesaat. Kelak ia akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di hadapan penciptanya.
Tatkala anak sudah memahami itu, maka ia tidak akan mudah rapuh, sebab sudah paham misi ia di dunia untuk apa. Kemudian yang tak kalah penting adalah orangtua sudah harus lebih paham dan kokoh imannya sebelum memahamkan anak.
Lingkungan pendidikan juga akan menciptakan suasana yang aman bagi tumbuh kembang anak. Di sini para orang tua dan tenaga pendidik akan bersinergi demi terciptanya keselarasan dalam mendidik anak.
Adapun negara adalah otoritas utama untuk mewujudkan itu semua. Negara akan menyediakan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Jika seluruh elemen ini bersatu, maka akan mudah membentuk generasi hebat, berkarakter pemimpin, kokoh imannya, dan kuat mentalnya. Karena memang begitulah kepribadian seorang muslim sejati.
Akan tetapi, semua harapan itu hanya akan terwujud jika hukum Allah diterapkan secara keseluruhan, dalam institusi yang sahih yaitu Khil4f4h Islamiyyah. Karena hanya Daulah Islam yang dapat mewujudkan penerapan syariat Islam secara keseluruhan. Mari terus berjuang demi tegaknya Islam kembali.
Wallahu 'alam bissowab.
Via
Opini
Posting Komentar