Opini
Kunci Kesuksesan Negeri
Oleh: Meilina Tri Jayanti
TanahRibathMedia.Com—"Bukan lautan hanya kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai tiada topan kau temui
Ikan dan udang menghampiri dirimu... "
Sebuah lirik lagu di era 80-an. Dipopulerkan oleh grup band legendaris Koes Plus. Generasi yang hidup di masanya, pastilah mereka tak asing dengan lagu yang mengisyaratkan gemah ripah loh jinawi-nya negeri ini. Gemah ripah loh jinawi merupakan salah satu ungkapan atau peribahasa dalam bahasa Jawa yang cukup akrab di telinga masyarakat Indonesia. Menukil laman Pemerintahan Daerah Kota Cirebon, gemah ripah mempunyai arti negara jembar (luas atau lebar) dan banyak rakyatnya. Sedangkan loh jinawi memiliki arti subur makmur.
Jujur penulis pun yang lahir di era 80-an masih sempat merasakan masa kecil yang menyenangkan. Lahan bermain masih luas, rindang, dan adem. Uang jajan yang cukup walaupun kedua orang tua berpenghasilan tidak terlalu besar. Suasana rumah benar-benar nyaman dan baik untuk tumbuh kembang kami.
Namun seiring berkembangnya zaman, dan penulis pun sudah banyak mengalami perubahan peran, suasana banyak mengalami perubahan pula. Perubahan yang jauh dari kata perbaikan. Lirik lagu tersebut tak bisa lagi menggambarkan suasana negeri ini. Sebagian masyarakat merasakan penghasilan yang tak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Pesatnya gawai yang mengambil alih peran uswah qudwah, praktis menggeser tujuan hidup masyarakat. Kehidupan glamor dari selebritas sangat menyita waktu dan pikiran. Fakta yang tak sebanding dengan kehidupan para penonton yang serba kekurangan. Akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa mencapai kehidupan sang idola yang ditonton.
Ini tak pula ditopang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan serta sistem penggajian yang layak. Sementara itu semakin hari harga-harga sembako sebagai penunjang kehidupan layakpun semakin tak terjangkau. Maka tak heran kasus KDRT, pembunuhan anak yang pelakunya tidak lain adalah orang tua kandungnya sendiri, aborsi, perampokan, pembegalan adalah kasus-kasus yang tak akan bisa diselesaikan di negeri ini.
Gaya hidup sosok yang menjadi pemimpin rakyat pun tak jauh lebih baik dari rakyatnya. Yang membedakan hanya dari sisi peran yang dimainkan. Mereka lebih banyak menyuguhkan fakta pencitraan. Seolah banyak capaian pembangunan ekonomi dengan meraih berbagai penghargaan, namun semua itu tak semanis fakta di lapangan. Yang lebih tidak manusiawi, pemberitaan harta kekayaan para pejabat banyak berseliweran media-media q di tengah-tengah himpitan hidup rakyatnya.
Flexing dari anggota keluarga pun melengkapi sikap tak peduli terhadap kehidupan rakyat mereka. Pengurusan hajat hidup rakyat dianggap dagelan, jauh dari kata serius dan amanah.
Akar Masalah
Tak disadari namun pasti kerusakannya. Jalan hidup sekuler yang dipraktikkan umat manusia merupakan pangkal dari setiap masalah yang terjadi. Mereka menghibahkan dirinya untuk jadi budak dunia. Mengejar derajat kehidupan yang melangit, menjadi orang terkenal melalui konten-konten media sosial dan keberlimpahan harta. Tak peduli dalam pencapaiannya tersebut mereka harus menghilangkan derajat kemanusiaan mereka. Allah, tak berbekas sama sekali dalam benak mereka. Hilang rasa takut terhadap pedihnya siksa neraka dan tak tergambar indahnya balasan surga.
Model kehidupan permisivisme yang merupakan turunan dari ide kapitalis-sekular, yang diejawantahkan melalui sistem demokrasi oleh pucuk kepemimpinan, memperlihatkan perampasan hak kepemilikan umum. Pengelolaan SDA serasa dimiliki negara, sehingga siapa pun yang menjadi pemimpin merasa berhak untuk menyerahkannya pada siapa pun. Inilah yang menjadi jalan mulus para korporasi menggurita di negeri ini. Sebagian besar keuntungan hasil pengelolaan SDA masuk dalam kantong-kantong pribadi korporasi.
Akibatnya negara tak mampu membiayai kebutuhan mendasar rakyatnya. Seperti pendidikan, kesehatan, sandang, papan, pangan, dan rasa aman, diserahkan pada masing-masing individu. Ibarat seorang atlet bertanding di arena “kelas bebas”, masyarakat dibiarkan bertanding untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Dampak dominonya adalah masyarakat menjalani kehidupan dengan hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang akan memenangkan pertandingan. Maka tak ayal berbagai macam bentuk penyimpangan hidup, mulai dari pejabat hingga rakyanya menjadi pemberitaan sehari-hari. Tak terhitung jumlah dan ragam kasusnya. Tidak ada standar hukum yang baku yang mampu menyelesaikan masalah tanpa suatu kepentingan dari seorang penegak hukumnya.
Kiranya kita perlu untuk mentadaburi Al-Qur’anul Kariim dalam surat Thaha ayat 124:
“Dan barang siapa berpaling dari peringatanKu, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
Segala permasalahan yang dihadapi saat ini merupakan wujud dari kesempitan hidup. Disebabkan oleh berpalingnya manusia dari apa-apa yang diperintahkan Allah. Bahkan, mereka cenderung mengerjakan apa-apa yang justru dilarang oleh Allah.
Islam Solusi Terbaik
Dalam ajaran Islam, Allah dan Rasul-Nya menuntun seorang penguasa agar mampu untuk mengurusi urusan rakyat dengan adil. Islam melarang dengan tegas seorang penguasa untuk menguasai dan menjual hasil pengelolaan hak kepemilikan umum (SDA) kepada rakyat. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah, Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal : air, rumput dan api.”
Hadis tersebut, menyaratkan SDA yang ada di suatu negara adalah milik rakyat. Sebagai orang yang diamanahi kepemimpinan, penguasa hanya bertanggung jawab atas pengelolaannya saja. Sedangkan hasil pengelolaan SDA, pemanfaatannya harus dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat.
Keberlimpahan potensi SDA berupa minerba yang ada di wilayah Indonesia sepatutnya mampu membuat rakyatnya hidup sejahtera. Dari satu sumber kekayaan saja, misalnya tambang emas, sebagaimana dikabarkan pada laman ssas.co.id pada (8-2-2023), sepanjang tahun 2022, PT Freeport-McMoran Inc., mencatatkan pendapatan US$ 22,78 miliar atau setara Rp 341,70 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$), negeri ini sudah mampu mendulang pendapatan yang luar biasa besar.
Apalagi ketika pemimpinnya mampu membawa negeri ini berdaulat sesuai syariat, dan menarik seluruh pengelolaan SDA dari tangan swasta tak terkecuali asing. Pendapatan yang akan diperoleh sangat mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.
Sebagai konsekuensi dari keimanan, sepatutnya setiap Muslim baik penguasa maupun rakyat harus taat pada aturan Allah dan Rasul-Nya. Disiplin dalam menjalankan agama, merupakan kunci kesuksesaan negeri ini mewujud sebagai negeri Baldatun Thayyibatun wa Rabbul Ghofur.
“Dan sekiranya penduduk negeri ini beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‘raf: 96).
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar