Opini
Masalah Anak, Masalah Kita Bersama
Oleh: Shofiyanti Inda, A.Md.
(Penggerak MCQ Sahabat Fillah)
TanahRibathMedia.Com—Hadirnya anak merupakan anugerah, yang tidak semua keluarga bisa mendapatkannya. Anak adalah titipan, amanah yang harus dijaga dan dipastikan semua keperluannya terpenuhi. Seorang anak juga memiliki hak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Hak mendapatkan pendidikan yang layak, juga pengasuhan yang benar. Keduanya harus sesuai dengan tuntunan Islam. Agar kelak tumbuh menjadi anak tangguh, berkepribadian kuat, dan memiliki akidah yang kokoh, untuk bekal hidup di masyarakat.
Tapi ironisnya banyak anak-anak pada zaman sekarang tumbuh tanpa mendapatkan hak-haknya. Minusnya pengasuhan dari orang tua, berlepas tangan dari mendidik dan menanamkan akidah, ditambah lingkungan tempat tinggalnya tidak kondusif, termasuk circle pertemanan toxic. Alih-alih tangguh, yang ada malah melahirkan karakter anak-anak dengan kepribadian rusak.
Tidak sedikit kita temui pelaku kasus-kasus kriminal adalah anak-anak usia sekolah atau remaja. Seperti kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh 3 anak SD kepada siswi TK di Mojokerto awal tahun 2023. Di Depok, bulan Agustus lalu, seorang anak membunuh kedua orang tuanya lantaran sakit hati dan jengkel. Selain itu marak kasus seputar bullying di beberapa sekolah, dengan pelakunya tentu saja, masih berstatus siswa.
Dan kasus berikutnya yang tidak kalah viral di media sosial yaitu banyaknya anak-anak usia di bawah 18 tahun melakukan bunuh diri. Penyebabnya sendiri bermacam-macam. Hal ini disampaikan oleh Deputi bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar. Pemerintah menghitung, sejak Januari 2023, sekurang-kurangnya ada 20 kasus bunuh diri anak-anak. Kepada wartawan di kantor KemenPPPA, Nahar mengatakan kebanyakan mereka yang bunuh diri disebabkan oleh depresi, dugaan perundungan, dan banyak penyebab lainnya. (rri.co.id, 11-11-2023).
Dari sekian kasus kriminal yang dilakukan oleh anak-anak, kita sebagai orang dewasa tidak bisa sekonyong-konyong menyalahkan anak-anak. Karena corak tingkah laku anak-anak adalah bentukan pola asuh dari orang tuanya. Juga terpola dari masyarakat tempat tumbuhnya, dan terimbas pula oleh sistem pendidikan yang diberlakukan oleh negara juga kebijakan medianya.
Kita bisa melihat, betapa mudahnya konten-konten kekerasan diakses oleh siapapun, termasuk anak-anak. Tontonan akhirnya menjadi tuntunan. Dari sanalah mereka belajar. Anak-anak dengan kepolosannya, belum mampu menangkap secara utuh nilai baik dan benar dari sebuah konten. Apa yang ditonton maka itulah yang menjadi referensi tindakan. Tak aneh jika mereka pun menganggap bunuh diri sebagai solusi dari masalah yang dihadapi. Masalah sepele, bagi anak-anak menjelma seperti angin topan. Semua berawal dari "belajar" lewat dunia maya.
Selain itu, sistem pendidikan saat ini pun perlu diperhatikan kembali. Benarkah tujuannya untuk mencetak insan bertakwa. Jika demikian, semestinya pembahasan soal akidah dijadikan pembelajaran awal. Lalu disenyawakan dalam setiap mata pelajaran. Kurikulum berbasis akidah akan membangun karakteristik tangguh baik secara mental, pemikiran, juga fisiknya. Ini sangat fundamental dan tidak bisa ditawar.
Di sisi lain, sudah saatnya untuk para orang tua kembali menyadari peran masing-masing di dalam keluarga. Perlu banyak belajar, tentang hukum-hukum Allah seputar pengasuhan, penafkahan, serta pendidikan anak. Sehingga keluarga menjadi tempat penyemaian bibit-bibit unggulan. Orang tua kembali memahami hakikat membangun keluarga. Memberikan hak-hak anak, terutama hak untuk mendapatkan kasih sayang, perhatian dan pendidikan.
Terkait pendidikan, orang tua sejak dini sudah harus mengenalkan kepada anak, siapakah pencipta mereka, mengapa mereka terpilih untuk menjalani kehidupan di dunia, serta mengenalkan tempat pulang mereka kelak. Visi misi tersebut akan terpatri pada jiwa anak, mentalnya akan sekuat baja. Mereka akan siap menghadapi segala tantangan di masa depan.
Untuk itu, marilah kita benahi semua kekacauan dan tragedi ini. Anak-anak bermasalah adalah tanggung jawab bersama. Bukan saling tuding, tapi lebih kepada saling berkontemplasi. Sudahkah para orang tua mengasuh dan mendidik anaknya sejalan dengan tuntunan Rasulullah saw.?
Sudahkah lingkungan memberikan contoh yang baik kepada anak-anak. Sudah mampukah kurikulum pendidikan di tiap sekolah mencetak generasi yang berkepribadian Islam dan berakhlak baik (khlaqul karimah). Sudahkah negara turut menjaga anak-anak kita dengan menutup konten-konten pornografi dan kekerasan sehingga tidak lagi dapat diakses oleh anak-anak lewat gawainya.
Tentunya ini adalah PR besar untuk diselesaikan. Baik bagi para orang tua, terlebih lagi oleh negara, sebagai pemangku tertinggi kekuasaan, untuk menyelamatkan anak-anak dari kerusakan yang kelak akan menghancurkan masa depannya, di dunia dan akhiratnya.
Wallâhu a'lam bish-shawab.
Via
Opini
Posting Komentar