Opini
Mempertanyakan Nasib Pengungsi Rohingya
Oleh: Pudji Arijanti
(Pegiat Literasi untuk Peradaban)
TanahRibathMedia.Com—Belum selesai derita saudara-saudara muslim kita di Palestina. Kini, nasib saudara Muslim Rohingya juga mengalami kezaliman yang luar biasa. Mereka terusir dari negerinya dan nasibnya terkatung-katung di lautan hingga berhari-hari. Sungguh miris!
Dunia pun tidak memberikan solusi tuntas. Apalagi tidak semua negara meratifikasi konvensi tentang pengungsi termasuk Indonesia. Persoalan penting lain yang terjadi adalah mereka saat ini tidak memiliki status kewarganegaraan atau stateless, sehingga berpotensi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Etnis Rohingya yang telah mengalami konflik berkepanjangan dengan pemerintah Myanmar. Warga Rohingya merupakan kelompok minoritas di Myanmar yang tinggal di wilayah bagian Rakhine. Pilunya nasib mereka, Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis, dengan alasan mereka sebenarnya adalah orang-orang Bangladesh. Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya sebagai warga negaranya.
Para pengungsi Muslim Rohingya mengalami penganiayaan selama bertahun-tahun, sehingga mereka melarikan diri. (Voa, 29-05-2023). Pernyataan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid bahwa respons sejumlah pihak yang menolak ratusan pengungsi Rohingya dan meminta pengembalian mereka ke negara asal, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut dinilai sebagai sebuah kemunduran. Pun, menurut Usman, awalnya masyarakat menunjukkan kemurahan hati dan rasa peri kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya. Dimana pengungsi Rohingya berlayar penuh dengan perahu seadanya di laut yang berbahaya, demi mencari keselamatan hidup. (Tirto.id, 19-11-2023).
Nation State Akar Masalah
Apa yang terjadi pada mereka, dikarenakan tidak ada seorangpun pemimpin negara yang memiliki keberanian mengurusi mereka. Karena sesungguhnya yang dibutuhkan mereka adalah suaka politik. Sehingga mendapatkan perlindungan, keamanan dan utamanya adalah status kewarganegaraan. Sehingga secara permanen mendapatkan tempat tinggal, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Dengan demikian mereka dapat menjalani kehidupan dengan tenang sebagai nanusia yang beradab sehingga memiliki kejelasan masa depan.
Sejatinya sekat negara bangsa serta aturan dan pandangan yang berbeda dalam melindungi manusia menjadikan persoalan Muslim Rohingya sulit terurai. Konon, Indonesia sendiri tidak ikut meratifikasi aturan Konvensi 1951. Jadi seolah Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Muhammad Iqbal, menyampaikan bahwa Indonesia tak memiliki kewajiban untuk menerima pengungsi Rohingya. Hal itu berdasarkan pada aturan Konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. (Antara,15-11-2023).
Padahal gelombang pengungsi Muslim Rohingya yang menuju Aceh terus berdatangan. Sehingga memunculkan persoalan dan penolakan warga setempat.
Tentu saja akan memunculkan gesekan karena tak ada turut campur negara yang mengurusi mereka. Pemerintah pusat mencukupkan dengan himbauan-himbauan saja
Menurut Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna sangat menyayangkan jika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan oleh warga.
Karena yang memiliki kewenangan dalam menyelesaikan persoalan pengungsi adalah pemerintah pusat bukan urusan individu ataupun masyarakat, ataupun pemerintah daerah. Karena jelas masyarakat akan kesulitan dan terasa berat, jika mengurusi para pengungsi.
Jaminan Keamanan dan Perhatian Hanya Pada Islam
Muslim Rohingnya adalah saudara kita sesama muslim. Mereka menuju Indonesia dengan harapan mendapatkan pertolongan dan hidup tenteram karena Indonesia dinilai sebagai negara dengan muslim terbesar. Tapi faktanya sama, mereka pun ditolak di Indonesia.
Negara merasa terbebani jika menolong Muslim Rohingnya. Berapa biaya yang akan dikeluarkan jika membantu mereka nanti. Padahal rakyat Indonesia sendiri juga mengalami kesulitan hidup, negara pun abai terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Demikianlah jika sikap telah terbelenggu oleh rasa nasionalisme. Keputusan untung rugi akan mendominasi. Namun begitu sulit dilakukan jika paham nasionalisme masih berada di benak kaum muslim. Jika umat memahami eratnya kesatuan sesama muslim pastinya mampu menggempur tembok penghalang nasionalisme, yang hanya memikirkan untung dan rugi semata. Karena sejatinya muslim itu satu tubuh. Jika tubuh yang satu sakit tubuh yang lain juga merasakan sakit.
Jika demikian, wajib bagi kita memutus mata rantai ikatan nasionalisme dari benak kaum muslim menuju persatuan umat Islam di seluruh dunia dan kembali kepada ikatan Islam dalam membantu Muslim Rohingya.
Karena sesungguhnya Muslim Rohingnya dan kita adalah saudara dan mereka ibarat satu tubuh yang tak dapat terpisahkan.
Seperti sabda Rasulullah:
''Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Muslim Rohingya tak memiliki junnah dalam menyelesaikan konflik dengan rezim Myanmar. Tidak diakui sebagai warga negara, sehingga sulit mendapatkan pekerjaan, sandang, pangan, papan, kesehatan apalagi kehormatan. Oleh karenanya untuk bisa membabat habis kezaliman yang mereka alami diperlukan pembela yang memiliki keberanian melakukan pelindung dan menjadi perisai, seperti yang dilakukan oleh pemimpin di masa peradaban mulia.
Pernah dilakukan Rasulullah beserta para sahabat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’, untuk membela seorang muslimah yang tersingkap auratnya. Dan membela darah seorang muslim yang tertumpah, demi membela seorang muslimah yang dilecehkan Bani Qainuqa'.
Rasulullah siap menanggung risiko kehilangan nyawa para sahabat demi membela kehormatan muslimah serta darah seorang muslim. Dengan demikian begitu besar arti kehormatan seorang muslim di sisi Rasulullah.
Marilah kita belajar dari kaum Anshar penduduk Madinah yang iklas berbagi tanah, harta benda dengan kaum pengungsi dari Makkah (Al-muhajirin). Karena yang dilakukan penduduk Madinah adalah sikap muslim satu dengan yang lain adalah dipersaudarakan.
Penting bagi kita semua untuk bersegera berjuang mengembalikan kepemimpinan Islam dalam barisan satu komando, guna menolong saudara-saudara muslim di seluruh belahan dunia. Tentu saja akan menjadi perisai dan pelindung setiap muslim yang mengalami kezaliman karena darah kaum muslimin harus dijaga kemuliaannya.
Wallahu'alam Bisshawab
Via
Opini
Posting Komentar