Opini
Merdeka Belajar, Apakah Bisa Wujudkan Generasi Unggul?
Oleh: Najwa Nazahah
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok)
TanahRibathMedia.Com— Guru merupakan profesi yang sangat mulia. Pahlawan tanpa tanda jasa ini memiliki hari istimewa yang diperingati setiap 25 November. Khusus pada tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia menyemarakkan hari guru nasional tersebut dengan tema "Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar". Tema ini selaras dengan kurikulum yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan saat ini yaitu "Kurikulum Merdeka Belajar".
Dilansir dari ditpsd.kemdikbud.go.id, kurikulum merdeka belajar adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler dengan konten yang beragam, sehingga memberikan siswa cukup waktu untuk mengeksplorasi konsep dan memperkuat keterampilan. Guru mempunyai kebebasan untuk memilih berbagai sumber pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan belajar dan minat siswanya. Kurikulum merdeka belajar dibuat untuk mewujudkan SDM unggul Indonesia yang mempunyai profil pelajar Pancasila.
Soyogianya, pendidikan merupakan hal yang akan mempengaruhi kualitas suatu bangsa. Tanpa pendidikan, generasi penerus tidak memiliki cukup pengetahuan untuk memajukan suatu bangsa. Sehingga tujuan dan kurikulum adalah hal penting dalam pendidikan guna memajukan suatu bangsa.
Namun faktanya, silih bergantinya kurikulum yang diterapkan justru tidak membuat generasi muda lebih baik. Mirisnya, generasi sekarang justru makin amburadul. Berbagai masalah serius mulai dari kriminalitas seperti pembunuhan, penganiayaan, tawuran, fenomena begal dan sejenisnya banyak dilakukan oleh para pelajar. Belum lagi, masalah bullying dan rusaknya kesehatan mental yang menimbulkan tingginya angka bunuh diri juga marak di kalangan pelajar.
Fakta-fakta demikian telah jelas menunjukkan bahwa kurikulum yang saat ini diterapkan tidak tepat dan bermasalah. Kurikulum pendidikan berasaskan sekularisme kapitalisme adalah akar masalahnya. Paham sekularisme menjadikan agama terpisah dari kehidupan karena itu dalam pendidikan saat ini keimanan dan ketakwaan tidak diajarkan di sekolah secara utuh. Masalah tersebut dianggap sebagai perkara pribadi yang akhirnya lahirlah generasi yang tidak beradab, brutal dan memuaskan egonya tanpa batasan syariat. Intinya, merdeka belajar tak bisa mewujudkan generasi yang unggul dan beriman, karena asas yang diterapkan hanya berfokus pada orientasi materi dan bukan kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt..
Lebih dari itu sekularisme juga melahirkan ide kapitalisme yang berorientasi materi, sehingga pelajar didorong hanya untuk siap menjadi pekerja untuk menghasilkan uang tanpa memikirkan masalah umat. Hal ini sangatlah berbahaya terutama di dunia. Sistem kapitalisme saat ini, mendorong generasi yang hanya berorientasi pada materi akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan materi bahkan tanpa memandang adab dan etika. Maka wajar jika pendidikan yang berasas sekulerisme kapitalisme gagal mencetak generasi yang mulia.
Hal tersebut sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu menjadikan pelajar menjadi generasi emas. Hal ini telah terbukti sepanjang penerapan sistem Islam selama lebih 1300 tahun di bawah naungan Dulah Khil4f4h, banyak ilmuwan dan cendikiawan berpengaruh yang lahir di masa kejayaan Islam.
Imam Syafi'i merupakan salah satu contoh ilmuwan yang lahir dari sistem Islam. Beliau tidak hanya menjadi mujtahid namun juga menjadi ahli perang. Dalam Islam gelar mujtahid maupun mujahid adalah gelar yang mulia, tidak bisa diraih kecuali oleh orang-orang yang memiliki ketinggian berpikir dan beriman.
Sosok seperti Imam Syafi'i begitu banyak ditemui di masa kejayaan Islam. Hal ini menunjukkan keberhasilan pendidikan Islam dalam mencetak generasi menjadi pilar-pilar pengokoh dan penjaga peradaban, bukan generasi yang sakit seperti dalam sistem pendidikan saat ini. Keberhasilan ini jelas ditopang dengan sistem pendidikan yang jelas matang dan sahih.
Syaikh Atha bin Khalil dalam kitabnya ‘Usus at Ta’lim fi Daulah al Khilafah’ menjelaskan tujuan pendidikan Islam dapat dibagi menjadi empat. Pertama, membentuk kepribadian Islam. Kedua, menguasai pemikiran Islam dengan handal. Ketiga, menguasai ilmu-ilmu terapan seperti pengetahuan ilmu dan teknologi. Keempat, memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.
Dengan tujuan pendidikan tersebut, maka kurikulum yang dihadirkan pun sejalan dengan tujuan tersebut. Lembaga pendidikan Khil4f4h baik sekolah maupun perguruan tinggi mereka harus membentuk para pelajarnya berkepribadian Islam. Tolok ukur kepribadian Islam adalah ketika seseorang memiliki pola pikir atau akliyah dan pola sikap atau nafsiyah secara Islam. Akliyah dan nafsiyah para pelajar juga harus berjalan seiringan. Pembentukan ini tidak mudah dan tidak juga instan. Dalam menunjang kurikulum yang demikian, maka metode pembelajaran dilakukan ialah secara talkiyan fikriyan.
Talkiyan fikriyan adalah metode pemindahan ilmu kepada seseorang sebagai sebuah pemikiran dengan cara mentransfer hasil pengindraan terhadap fakta melalui panca indra ke dalam otak kemudian dihubungkan dengan informasi sebelumnya yang telah terbukti benar kepastiannya dan digunakan untuk menginterpretasi fakta tersebut. Sebagai contoh pada tingkat TK/SD, siswa akan dikenalkan Allah sebagai Maha Pencipta (Al-Khaliq) dan Maha Pengatur (Al-Mudabbir) melalui pengamatan terhadap manusia, kehidupan dan alam semesta sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah.
Pengenalan ini harus sampai keyakinan kuat sehingga setiap siswa memiliki keimanan yang kokoh. Mereka yakin bahwa Allah yang menciptakan seluruh alam semesta dan sebagai hamba harus terikat kepada syariat Allah Ta'ala. Mindset inilah yang akan digunakan untuk menghukumi perbuatan mereka sendiri dan fakta-fakta di sekitar mereka. Sehingga para pelajar akan peka terhadap permasalahan umat dan Islam. Materi ini akan diajarkan secara berkelanjutan dan makin mendalam pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi hingga perguruan tinggi.
Sistem pendidikan Islam tidak hanya bertumpu pada negara akan tetapi bersifat menyeluruh. Islam juga mewajibkan para orang tua mendidik anak-anak mereka dengan akidah dan syariat Islam sejak dini baik di rumah dan lingkungan. Rumah adalah tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak-anak. Tak hanya di dalam keluarga, masyarakat juga dituntut menjadi tempat untuk anak-anak belajar dan mengamati penerapan syariat Islam.
Ketaatan pada syariat, amal makruf nahi mungkar serta ta'awun atau tolong menolong yang budaya di tengah-tengah masyarakat akan memebntuk lingkungan yang kondusif dan positif bagi para penerus bangsa. Dengan demikian, keterpaduan tiga pilar yakni keluarga, masyarakat dan negara akan menjamin keberhasilan membentuk generasi berkualitas dan hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam yakni Khil4f4h.
Via
Opini
Posting Komentar