Opini
Riba, Bentuk Eksploitasi Sumber Daya Keuangan Masyarakat
Oleh: Khasanah Isma
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial)
TanahRibathMedia.Com—Disadari atau tidak, Indonesia adalah sebuah negara yang bermayoritas muslim di dunia yang telah terjerat ekonomi riba. Bentuknya bermacam-macam ada yang terjebak dalam pinjaman bank, leasing kendaraan, cicilan rumah KPR, Multi Level Marketing (MLM) dalam dunia bisnis, bahkan yang terbesar adalah terjebak dalam pinjaman online.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa setiap tahunnya perkiraan kredit perbankan di Indonesia tumbuh double digit sebesar 28,11 persen yang jika dinominalkan mencapai 51,46 Triliun, per Mei 2023. (bisnis.com,8-7-2023).
Kondisi ini sangat memprihatinkan, sebab fakta di lapangan mengungkapkan bahwa ketergantungan utang dengan bunga (riba) ini justru menyasar kepada masyarakat menengah ke bawah, hal ini terjadi karena pemerintah memberi ruang secara luas kepada para kapitalis (pemilik modal) untuk menjadikan rakyat di negeri ini sebagai sumber daya keuangan yang dieksploitasi, sehingga wajar bila praktik keharaman ini mudah menjangkit masyarakat.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi seseorang terjerumus riba yang sangat membahayakan, di antaranya perilaku masyarakat kita yang konsumtif dan sangat hedonis sehingga mengukur kebahagiaan itu sebatas terpenuhinya materi. Akhirnya memaksakan diri untuk memiliki sesuatu yang ia tidak mampu bahkan sebetulnya tak terlalu butuh, maka untuk mendapatkan apa yang diinginkannya ia rela menempuh dengan jalan riba. Padahal sebelumnya ia sebagai muslim tahu atau sedikitnya pernah mendengar bahwa riba itu haram dalam Islam.
Sebagai contoh, meminjam uang dengan tambahan uang dalam pengembaliaanya itu haram, namun apa daya jika nafsu sudah meraja, halal dan haram pun tak lagi menjadi pertimbangan, akal hanya berpikir jangka pendek agar keinginan segera terpenuhi, padahal sebagai muslim tentunya kita harus bersabar dalam menerima hukum yang Allah tetapkan, serta rida dalam menjalani sulitnya kehidupan.
Ada pula sebagian masyarakat yang memang terjebak riba karena ketidaktahuannya terkait transaksi yang seperti apa yang termasuk kedalam riba. Namun, juga tak sedikit dari masyarakat yang terjebak keharaman ini karena alasan untuk memenuhi mahalnya harga kebutuhan hidup.
Dampak dari riba itu sangat luar biasa, gara-gara riba banyak orang yang awalnya hidup merasa bahagia, namun karena tak mampu membayarnya akhirnya menderita terlilit utang dengan bunga yang tinggi, bahkan sudah banyak yang bunuh diri akibat terjebak pinjaman riba. Itu baru dampak di dunia, lalu bagamana diakhirat?
Allah menegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 275, bahwa orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang sedang kerasukan setan.
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
Ayat ini bermakna, selalu ada kebingungan dan kegelisahan pada diri mereka, obsesi mereka tertuju pada penambahan materi dan keserakahan. Mengapa bisa demikian?
Karena riba adalah salah satu dosa besar, sedang dosa itu sifatnya menggelisahkan.
Betapa bencinya Allah terhadap para pelaku riba, hingga Allah pun menegaskan bahwa para pelaku riba sama dengan ia menyatakan perang dengan Allah.
Bayangkan saudaraku, kita menantang Allah untuk berperang, bukankah itu berarti adalah manusia yang sombong, yang tidak sadar diri bahwa ia adalah makhluk yang diciptakan Allah Swt..
Tinggalkan Sistem Kapitalisme
Lalu siapa yang dapat menghentikan riba di tengah masyarakat? Tentu saja para penguasa yang mempunyai peran penting, selain harus mengedukasi masyarakat tentang bahayanya riba, pemerintah juga perlu membuat aturan tegas agar sistem jual beli, pinjam meminjam, kredit dan sebagainya tidak mengandung riba.
Mustahil riba akan musnah tanpa adanya kebijakan politik. Namun pertanyaannya, apakah bisa hal tersebut diwujudkan, jawabannya adalah tidak, selama masih menggunakan sistem demokrasi kapitalisme, riba tidak dapat terhapus secara integeral (keseluruhan), sebab dalam sistem ekonomi kapitalisme pemerintah memberikan ruang kepada para pemilik modal guna mengembangkan investasinya dengan cara apapun, termasuk mengembangkan usaha pinjam meminjam.
Mengingat bisnis pinjaman uang adalah memproduksi uang guna menghasilkan uang, maka tentulah rakyat yang utamanya menjadi barang komoditi, apalagi diketahui bahwa pelaku UMKM sekitar hampir 40 persennya menggunakan modal usaha mereka dengan mengandalkan pinjaman, yang dimana masyarakat menengah ke atas menggunakan fasilitas perbankan pengajuan pinjaman, sementara bagi masyarakat menengah ke bawah umumnya menggunakan pinjaman online (pinjol).
Meski suku bunganya jauh lebih besar, namun alternatif pinjol masih tetap menyedot banyak peminatnya, hal ini dikarenakan proses pengajuannya tak serumit ketika mengajukan pinjaman ke bank, akhirnya banyak masyarakat yang kecanduan pinjaman online karena kemudahan yang diperolehnya, namun ketika sudah terjebak bunganya yang tinggi banyak korban pjnjol yang melakukan bunuh diri. Tidak ada cara lain untuk meruntuhkan sendi ekonomi ribawi, kecuali dengan meninggalkan sistem kapitalisme, lalu menggantinya dengan penerapan aturan islam secara kafah di setiap sendi kehidupan.
Wallahu'alam bishawab
Via
Opini
Posting Komentar