Opini
Selamatkan Generasi Muda dari Kubangan Nista
Oleh: Oni Pratiwi Anggraeni, A.Md.
(Penggerak MCQ Sahabat Fillah)
TanahRibathMedia.Com—Beberapa bulan belakangan ini, viral pemberitaan mengenai judi online. Mirisnya, pelaku bukan hanya dari kalangan orang dewasa, melainkan juga generasi muda yakni kalangan anak usia sekolah. Dilansir dalam laman bbc.com, (27-11-2023), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dari 2,7 juta orang Indonesia yang terlibat judi online, sebanyak 2,1 juta dilakoni oleh ibu rumah tangga dan pelajar.
Miris, melihat besarnya angka tersebut dan dampak destruktifnya. Saat anak-anak kecanduan judi online, mereka rela mengeluarkan uang demi membeli slot-slot judi. Uang jajan dari orang tua ludes. Tak hanya itu menurut dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, ada banyak sekali dampak negatif dari kecanduan judi melalui game online, seperti perilaku anak sukar dikendalikan, sering uring-uringan, menyendiri, boros, malas belajar, tak ada gairah hidup, terlilit utang, sampai bunuh diri.
Jika sudah demikian, masa depan mereka pun kian suram. Akan banyak orang tua yang patah hatinya. Berharap buah hati selamat dunia dan akhirat, nyatanya sudah sengsara sejak awal. Dan, bukan hanya bicara individu per individu, tapi hal ini bisa menular dan menghancurkan potensi sebuah generasi.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Tentu ada sebab kenapa anak-anak bisa kecanduan dan susah move on dari judi online.
Setiap manusia terlahir dengan sejumlah potensi hidup. Allah, Sang Pencipta, memberikannya sebagai bekal dalam mengarungi samudera kehidupan. Di antaranya ada kebutuhan jasmani seperti makan, minum, menghirup oksigen, dan membuang hajat. Berikutnya Allah pun membekali dengan keinginan-keinginan naluriah. Contohnya keinginan menyucikan sesuatu, melestarikan keturunan, disayangi, diperhatikan, didengar, diakui keberadaannya, dan semisalnya.
Maka secara naluriah, anak-anak pun haus akan kasih sayang, perhatian, serta butuh untuk diarahkan pada kebaikan. Jika itu tidak mereka dapatkan, akhirnya jalan yang bengkok menjadi pilihan. Karena itu, pada level keluarga, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan. Pertama, orang tua memiliki tanggung jawab di hadapan Allah, terhadap anak-anaknya. Tidak cukup membesarkan, tapi juga memastikan anaknya paham arti hadirnya ke dunia ini, misi apa yang diembannya, dan siapa jati dirinya.
Kedua, orang tua harus hadir, untuk memastikan tangki cinta milik ananda terisi penuh. Perhatian, bimbingan, dan juga pujian menjadi penting untuk tumbuh kembang dan pembentukan mental anak. Jangan sampai anak merasa tidak bahagia dan kesepian, sehingga menjadikan gawai, sebagai pelarian lalu menggeser posisi orang tua.
Ketiga, orang tua harus memiliki bekal pengetahuan, serta perencanaan yang matang, jauh sebelum kelahiran anak. Sederet program dan langkah-langkah praktis, terkait pengasuhan dan pendidikan anak. Tidak cukup menyerahkan semuanya pada lembaga, seperti sekolah atau tempat les.
Untuk memenuhi ketiganya, maka sudah semestinya orang tua hadir secara lahir dan batin, untuk mendesign kehidupan anak. Mendampingi serta menjadi teladan yang baik. Seorang ayah tidak canggung saat menghadapi anak, namun mampu mengakrabkan diri. Bahkan jika anaknya perempuan, ayah haruslah menjadi cinta pertama putrinya. Hal itu terjadi jika seorang ayah sudah terbiasa berinteraksi dan membersamai anak perempuannya. Dari sang ayah inilah, putrinya mampu mengindra, bagaimana rasanya dilindungi, aman, dan nyaman.
Seorang ayah pun akan menjadi panutan bagi anak lelakinya. Figur kebanggaan serta menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari sang putra. Dari ayahnya, tergambar makna tanggung jawab serta kedewasaan. Belajar bahwa ada risiko dari setiap pilihan. Risiko itu kadang kala tak hanya ditanggung dirinya sendiri, tapi getahnya bisa menempel pada orang-orang terdekat. Seorang anak akan belajar mengambil sikap dan menentukan pilihan sesuai dengan keridaan Allah, dari ayahnya yang senantiasa bertakwa.
Di sisi lain seorang ibu, ibarat perapian nan hangat. Darinya anak-anak merasa sudah cukup mendapatkan cinta kasih. Ibunya selalu ada menyeka air mata. Menemaninya setiap waktu. Mendengarkan apapun celoteh anak. Menyaksikannya bertumbuh, belajar menampakkan kaki, sampai berlari. Ibunya tak lelah menjadi madrasah pertama, tempat anak mengenal Penciptanya, mengenal huruf-huruf hijaiyah, mengajari salat, memahamkan tentang apa yang Allah suka dan apa yang membuat Allah murka.
Orang tua bersinergi, memahamkan muroqobah, bahwa Allah selalu mengawasi. Setiap maksiat, waktu tersisa-sia, akan menjadi kerugian besar. Ada balasan di setiap amal. Dan bahwa anak adalah tumpuan harapan masa depan, baik bagi agama juga sebuah negara.
Anak-anak akan fokus pada karya dan hal-hal yang produktif, jika naluri-nalurinya "kenyang". Mereka tidak menjadikan gawai seibarat orang tua, jika orang tua yang sebenarnya hadir dan selalu ada. Apalagi mencari kesenangan dengan berlama-lama bersama gawainya, apakah bermain game ataupun judi online.
Supaya setiap orang tua bisa dekat dengan anak-anak, maka dibutuhkan andil negara yang tegak di atas sistem aturan Islam. Agar setiap keluarga mendapatkan kepastian penafkahan dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sehingga setiap elemen di dalam keluarga berjalan dengan baik, sesuai fungsi masing-masing. Ditambah lagi aturan ketat dari negara terkait penggunaan internet, juga keberkahan dari sistem pendidikan dengan basis akidah Islam. Secara alami, akan tercipta generasi berperangai luhur, dan akhlak terpuji.
Wallâhu a'lam bish-shawab
Via
Opini
Posting Komentar