Straight News
USAJ: Merayakan Natal bagi Muslim, Haram Hukumnya
TanahRibathMedia.Com—Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al Jawi, S.Si., M.Si. (USAJ) menegaskan bahwa haram hukumnya muslim ikut merayakan natal.
"Haram hukumnya seorang muslim turut merayakan hari raya agama lain, termasuk Hari Natal, Hari Raya Imlek dan sebagainya," tuturnya saat menjadi narasumber di kajian Ruang Sanad: Hukum Merayakan Natal dan Tahun Baru bagi Umat Islam, Live on Zoom, Sabtu (23-12-2023).
Baik mengikuti kegiatan ritual agamanya atau tidak, katanya kembali, termasuk juga memberikan ucapan selamat dan berdoa bersama.
Selanjutnya ia menjelaskan keharaman ikut merayakan agama lain karena ikut menyaksikan kebohongan.
"Melakukan hari raya agama lain haram hukumnya karena perbuatan itu termasuk menghadiri atau menyaksikan kebohongan atau kebatilan (yasyhaduna az-zur) yang dilarang dalam Al-Qur'an," ujarnya.
Allah Swt. berfirman, lanjutnya, dalam Al-Qur'an Surah Al-Furqan ayat 72, yakni:
وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ
"Dan (hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu cirinya ialah) orang-orang yang menghadiri kebohongan".
Sebagai pakar fiqih kontemporer, USAJ menjelaskan makna yasyhaduna az-zur menurut tafsir Ibnu Taimiyah. "Kalimat La yasyhaduna az-zur dalam ayat tersebut menurut Ibnu Taimiyah makna yang tepat adalah 'tidak menghadiri kebohongan' bukan 'tidak memberikan kesaksian palsu'," terangnya.
Sedangkan, imbuhnya, kata Az-Zur itu sendiri oleh sebagian tabi'in seperti Mujahid, adh-Dhahak, Rabi' bin Anas, dan Ikrimah artinya adalah hari-hari besar kaum musyrik atau kaum jahiliyah sebelum Islam.
Kyai Shiddiq, sapaan akrabnya, menekankan bahwa ayat yang telah disebutkan di atas merupakan dalil keharaman seorang muslim ikut merayakan hari raya agama lain (selain Islam).
"Jadi, ayat di atas adalah dalil haramnya seorang muslim untuk merayakan hari raya agama lain, seperti Natal, Waisak, Paskah, Imlek dan lain sebagainya," tegasnya.
Selain itu, tandasnya kembali, seorang muslim yang ikut merayakan agama lain, berarti telah menyerupakan dirinya dengan kaum kafir (tasyabuh bil kuffar). Padahal Islam dengan tegas mengharamkan muslim untuk menyerupai kaum kafir pada hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka, seperti hari raya mereka.
USAJ, selanjutnya menyampaikan dalil mengenai keharaman tasyabuh bil kuffar. "Dalil keharaman tasyabuh bil kuffar adalah sabda Nabi saw. yang berbunyi:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud)," ungkapnya.
Dari hadits di atas, paparnya, mengucapkan selamat hari raya dan berdoa bersama juga haram hukumnya. Karena masih termasuk dalam kategori perbuatan menyaksikan kebohongan (yashaduna az-zur) atau menyerupakan dirinya dengan kaum kafir (tasyabuh bil kuffar).
Kyai juga memberikan contoh perbuatan yang termasuk tasyabbuh bil kuffar. "Contohnya, seorang muslim berkata kepada temannya, (biasanya sambil berjabat tangan) yang Kristen dengan ucapan, 'Selamat Hari Natal ya!' ," bebernya.
Terakhir, ia menegaskan bahwa memberi ucapan selamat, yang terkait syiar-syiar kekufuran, yang menjadi ciri khas kaum kafir, haram hukumnya.
"Adapun memberi ucapan selamat yang terkait syiar-syiar kekufuran yang menjadi ciri khas kaum kafir hukumnya haram menurut kesepakatan ulama. Misalnya memberi selamat atas hari raya atau puasa mereka. Misalnya: 'Selamat Hari Raya, semoga diberkahi!' Contoh, ucapan semacam ini meskipun pengucapannya selamat dari kekufuran, akan tetapi ucapan seperti itu termasuk hal-hal yang diharamkan," pungkasnya. []Nur Salamah
Via
Straight News
Posting Komentar