Opini
Hitam Putih Media Sosial di Alam Sekuler-Liberal
Oleh: Susanti
(Sahabat Tanah Ribath Media)
TanahRibathMedia.Com—Di tengah gempuran teknologi, banyak sekali bermunculan aplikasi-aplikasi pertemanan. Memberikan kemudahan dan membuka ruang lebar bagi interaksi antara laki-laki dan perempuan, di luar batas wajar. Kemaksiatan antara keduanya seolah difasilitasi sebebas-bebasnya. Ruang maya dianggap aman untuk bergaul tanpa menghiraukan rambu-rambu syariat.
Kebanyakan warganet, terutama kalangan remaja, tidak lagi peduli tentang batasan-batasan pergaulan dengan lawan jenis. Ketidakpedulian itu muncul karena dibangun dan dibentuk oleh pengaruh media itu sendiri. Tayangan, tontonan, reels, yang di dalamnya berisi konten maksiat dikonsumsi sehari-hari, menjadi polutan bagi mata. Lalu mengendap sedikit demi sedikit di dalam memori, secara tidak sadar meresap dan menjadi formula bertingkah laku.
Media seperti sengaja memunculkan konten-konten yang menormalisasi pergaulan lawan jenis tadi. Menjadi hal yang biasa, melihat tayangan buka-bukaan aurat, campur baur menonton konser, joget-joget, traveling, atau tentang persahabatan dan kongkow-kongkow para lelaki dan perempuan, bahkan adegan mesra dua sejoli tanpa pernikahan. Sehingga merusak pemikiran bagi orang yang menontonnya.
Bila dirunut, rusaknya moral seseorang, dimulai dari dirusaknya pemikiran. Dan pada akhirnya orang yang belum tahu dan belum paham tentang batasan pergaulan lawan jenis, menjadi semakin menormalisasi perilaku tersebut. Menganggapnya sah-sah saja, halal, dan tidak berdosa. Inilah pesan sekuler dari dunia maya. Dan dimuluskan juga lewat aplikasi-aplikasi pertemanan, seperti yang sudah di bahas di awal.
Tentunya ini sangat mengkhawatirkan. Tidak heran jika berikutnya banyak sekali ditemui kasus-kasus seperti kasus perselingkuhan, hamil di luar nikah, pemerkosaan, penculikan, penipuan, bahkan pembunuhan, yang berawal dari media sosial dan kekacauan aturan pergaulan ala liberal. Kasus beragam semacam ini, menjadi hidangan pahit sehari-hari. Menggambarkan betapa moral bangsa telah dirusak secara laten lewat media berbasis sekuler dan bercorak liberal.
Namun sejatinya, media sosial tidak serta merta dipersalahkan. Sebenarnya media sosial itu netral, seperti dua mata pisau, akan tergantung pada siapa dan bagaimana digunakan. Tidak dinafikan, ada juga sisi positif dari pemanfaatan teknologi berupa media sosial, seperti untuk ilmu pengetahuan dan syiar Islam. Tetapi tetap saja terkait aplikasi-aplikasi pertemanan, apalagi untuk mencari teman kencan, ini jelas harus dihindari.
Perlu untuk diperhatikan, bahwa seorang muslim mengakui adanya pengawasan Allah di mana saja dan kapan saja. Baik dunia nyata atau pun dunia maya. Maka syariat tetap hadir dan berlaku untuk mengawal langkah kita, apalagi kaum remaja yang sedang "on fire" atau semangatnya berapi-api.
Islam telah mengatur sedemikian rupa, bagaimana batasan pergaulan antar lawan jenis. Dan menariknya di dalam Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 32, terkait larangan zina, tidak dikatakan dengan perkataan:
"Janganlah kamu ber-zina," tetapi Allah mengatakan:
"Janganlah mendekati zina!"
Maknanya Allah tahu bahwa perbuatan zina sangat mungkin terjadi, karena memang karakter manusia yang sangat mudah tergoda ke arah perbuatan tersebut.
Sehingga Allah memerintahkan hamba-Nya, untuk tidak mendekati segala sesuatu yang dapat mengantarkan kepada perbuatan zina. Dan bisa dikatakan bahwa zina bisa dihindari ketika ada langkah preventif.
Dan di antara langkah-langkah preventif itu seperti: menutup aurat, menjaga interaksi dengan lawan jenis dengan tidak ber-khalwat dan ber-ikhtilat, tidak sembarangan membuka komunikasi tanpa adanya keperluan, tidak bercanda berlebihan dengan lawan jenis, ada juga aturan safarnya perempuan, larangan berhias untuk dikagumi atau cari perhatian, larangan tebar pesona, menjaga izzah dan iffah, tak ketinggalan pula perintah untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang Allah haramkan. Berarti jelas konten porno tidak boleh dikonsumsi apalagi di-like and share.
Keseluruhannya, jika dilakukan hanya oleh individu per individu memang akan sangat berat. Apalagi kondisi kadar keimanan yang rentan naik dan turun. Dan diperparah dengan banyaknya godaan menerpa dalam kehidupan sekuler saat ini. Harus ada langkah preventif dari seluruh pihak, bukan semata dari pribadi masing-masing, terutama bagi yang berkuasa. Maka dibutuhkan komitmen dari penguasa salah satunya untuk memastikan seluruh informasi yang dikonsumsi lewat media sosial. Hanya konten-konten positif yang berpahala dan edukatif saja. Dan menghentikan akses informasi yang berbahaya, juga aplikasi-aplikasi tidak berfaedah. Jangan sampai, hanya karena pertimbangan komersial dan dirasa menguntungkan bagi kekuasaan, maka dibiarkan.
Keberhasilan suatu peradaban bukanlah dilihat bagaimana banyaknya pembangunan yang bersifat fisik. Tapi dilihat bagaimana moral generasinya. Penguasa harusnya sadar dan menjadikan ini prioritas utamanya dalam membangun generasi. Moral sebuah generasi menggambarkan peradaban generasi tersebut. Rusaknya moral generasi, berarti peradaban itu juga rusak. Maka sudah saatnya menertibkan media dan menjadikannya hanya sebagai alat meraih keberkahan bagi negeri yang kita cintai ini.
Wallahu a’lam bish-shawwab.
Via
Opini
Posting Komentar