Opini
Perlindungan Bagi Perempuan
Oleh: Warjianah
(Muslimah Peduli Perempuan dan Generasi)
TanahRibathMedia.Com—Kasus pembunuhan di Depok, Jawa Barat, yang pelakunya berinisial AA terhadap pacarnya yang berinisial KRA, seorang mahasiswi. Pelaku menghabisi korbannya di kontrakannya Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, dengan motif pembunuh yang di latar belakangi cemburu buta kepada korban (18-1-2024).
Ternyata kasus yang sama juga terjadi pada tanggal (10-2-2024), terjadi kasus pembunuhan mahasiswi Elisa Siti Mulyani (21) yang di bunuh oleh mantan pacarnya, Riko Arizka (23) di Pandeglang Banten. Setelah kasus Elisa ini, barulah Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat , memunculkan istilah "Femisida". Kasus pembunuhan pada LS tergolong pasangan intim dengan istilah "intimate partner femicide".
Apa itu Femisida?
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) menjelaskan pengertian Femisida, menurut Sidang Umum Dewan Hak Asasi Manusia ( HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai berikut. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang di dorong oleh kebencian, dendam, penaklukan, penguasaan, penikmatan dan pandangan terhadap perempuan sebagai kepemilikan sehingga boleh berbuat sesuka hati. Adapun penyebab femisida, Komnas Perempuan memaparkan ada banyak faktor penyebab terjadinya femisida antara lain: ketersinggungan maskulinitas, marah karena didesak harus tanggung jawab atas kehamilan, menghindari tanggung jawab materi, kecewa di tolak cinta, cemburu, memaksa pelayanan maupun pemenuhan transaksi seksual, konflik dalam rumah tangga dan tidak mau di cerai, melakukan perlawanan saat diperkosa dan semisalnya.
Di Indonesia, kasus pembunuhan telah diatur di dalam pasal 44 UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT) dan juga di KUHP yaitu pasal 338, pasal 339 , pasal 340, pasal 344, pasal 345 , dan pasal 350. Namun motif, modus, dan kekerasan berbasis gender sebelum atau yang menyertainya tidak menjadi faktor pemberat hukuman.
Akar Masalah Sesungguhnya
Akar masalah sesungguhnya adalah mencampakkan aturan Allah di dalam kehidupan manusia. Sejatinya hukum buatan manusia tersebut tidak memberikan solusi tuntas. Baik itu bersifat preventif (pencegahan) dan bersifat solutif (efek jera dan penebus dosa). Sehingga pada akhirnya pelaku di berikan hukuman yang tidak setimpal.
Inilah kelemahan dari aturan buatan manusia, yang mana ketika manusia mengatur kehidupannya sendiri pasti tidak akan mendapatkan keadilan. Bukankah kita seorang muslim selayaknya berhukum dengan aturan Sang Pencipta kita, sebagaimana Allah memerintahkan Rasulullah untuk mencontohkan agar menyelesaikan setiap perkara, mengikuti apa yang Rasulullah putuskan. Sebagaimana firman Allah:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 65).
Saat ini kaum muslimim belum sepenuhnya kembali kepada aturan Islam, padahal Islam mengatur terkait permasalahan femisida dan kasus pembunuhan serupa.Ketika permasalahan ini di kembalikan ke aturan Islam. Maka ada 3 pilar yang terlibat di dalamnya.
Pertama, peran Individu yakni
memahamkan kepada individu untuk mempelajari agama Islam secara kafah (menyeluruh), seperti: bagaimana terkait interaksi bergaul dengan lawan jenis dan melarang ikhtilat. Islam mengatur interaksi terhadap lawan jenis terkait beberapa hal yang diperbolehkan bertemu dan bertatap muka, misalnya dalam jual beli, kesehatan, dan pendidikan.
Kedua, peran masyarakat. Akan ada kontol masyarakat untuk menasihati, sebab terciptanya masyarakat yang bisa memberikan kontrol terhadap individu itu tidak terlepas dari masyarakat dan juga negara.
Ketika negara mampu mewujudkan aturan Islam, akhirnya masyarakat terwarnai oleh negara dari segi pemikiran, peraturan, dan perasaan yang satu, yakni Islam.
Ketiga, adanya peran negara.
Akan sulit, jika negara tidak menerapkan aturan Islam sebagai landasan hukum. Jika Islam hanya diemban individu-individu akan terasa sulit, bahkan bertentangan dengan negara. Sulit juga menciptakan kontrol masyarakat dalam bentuk peduli terhadap agamanya.
Maka jalan satu-satunya agar permasalahan saat ini bisa terselesaikan, apabila kita mau mengambil dan menerapkan aturan Sang Pencipta dalam kehidupan kita.
Wallahu'alam bisawwab
Via
Opini
Posting Komentar