Opini
Saat Umat Muslim Belum Mampu Melindungi Orang-Orang Rohingya
Oleh: Ami Pertiwi Suwito
(Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok)
TanahRibathMedia.Com—Sejak November 2023 kemarin, Provinsi Aceh kembali mendapati pengungsi Rohingya yang selama bertahun-tahun menjadi korban persekusi di wilayah Rakhine, Myanmar. Selama bertahun-tahun, Wilayah Aceh memang sering kedatangan pengungsi Rohingya karena lokasinya yang berbatasan dengan Samudera Hindia sebagai perantara Asia Tenggara dengan Asia Selatan. Meskipun Indonesia tidak meratifikasi konvensi pengungsi tahun 1951, namun warga Aceh tetap menyalurkan bantuan kepada pengungsi Rohingya dengan bantuan UNHCR. Terlebih Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim, maka wajar bila masyarakat Indonesia berusaha memfasilitasi kebutuhan hidup pengungsi Rohingya di tengah kesulitan ekonomi.
Namun tidak bisa dimungkiri bahwa Indonesia cukup terbebani dengan keberadaan pengungsi Rohingya yang masa depannya tidak menentu. Sebab kaum Rohingya ini datang dalam keadaan terpuruk setelah menjadi sasaran genosida oleh Militer Junta di Myanmar. Masalah ini diperparah lagi dengan kebijakan Pemerintah Myanmar yang tidak memberi kewarganegaraan kepada Kaum Rohingya, sehingga mereka tidak mendapatkan akses pendidkan, pekerjaan, dan tempat tinggal yang layak. Jika sudah begitu, jangan heran kalau kondisi kaum Rohingya miskin dan kurang terdidik.
Kondisi kaum Rohingya yang serba kurang tentu membuat negara manapun merasa terbebani dengan kedatangannya. Mengingat keadaan mereka yang tak memiliki tak memiliki kewarganegaraan, warga setempat di tempat pengungsiannya juga kesulitan memberi mereka akses ke pendidikan dan lowongan pekerjaan yang memerlukan kartu identitas untuk administrasi.
Akibatnya, pengungsi Rohingya yang terus bergantung dengan donasi mengalami stres karena belum mampu hidup mandiri. Inilah yang kemudian menumbuhkan stigma buruk terhadap kaum Rohingya. Padahal ini tidak sepenuhnya salah mereka, melainkan kesalahan sistem dunia saat ini yang tidak berpihak pada kaum muslimin yang terus dipersekusi. Perlu kita sadari bahwa lembaga-lembaga kemanusiaan internasional saat ini tidak pernah memberikan aksi nyata untuk menuntaskan genosida terhadap Rohingya.
PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) yang konon tercipta untuk memelihara kedamaian dan keamanan dunia justru membiarkan berbagai genosida terhadap kaum muslimin terus berlangsung. Padahal PBB bisa memberi mandat untuk menghukum pihak-pihak yang sudah menumpahkan darah kaum Rohingya tanpa hak. Namun apa daya, awal mula munculnya PBB sendiri hanya untuk melindungi kepentingan para penjajah dan menumpulkan kekuatan umat Muslim. Maka jangan heran apabila PBB hanya bisa mengecam persekusi kaum Rohingya tanpa adanya aksi nyata.
Pengabaian dunia internasional terhadap masalah Rohingya kian menular kepada pemikiran umat Islam saat ini. Kaum muslimin yang seharusnya membela Rohingya sebagai saudara seiman menjadi bimbang saat terkena derasnya arus opini. Akibatnya tak sedikit kaum muslimin saat ini yang menanggap bahwa masalah Rohingya muncul karena kesalahan kaum Rohingya sendiri. Entah kaum Rohingya itu tidak beradab, tidak berbaur dengan masyarakat, dan sebagainya.
Padahal persekusi terhadap kaum Rohingya terjadi karena oknum Myanmar yang ingin menguasai sumber daya alam wilayah Rakhine (dahulu bernama wilayah Arakan), serta kebencian pemuka Buddha ekstrem terhadap Islam.
Sesungguhnya akar masalah Rohingya terletak pada runtuhnya persatuan umat Islam sejak 3 Maret 1924. Yakni ketika Khil4f4h sebagai institusi negara umat Islam dihentikan. Sebab jika ada khil4f4h, penindasan terhadap kaum muslimin di berbagai belahan dunia tidak akan dibiarkan berlarut-larut. Khil4f4h yang benar akan memberi aksi nyata untuk menghapus segala bentuk persekusi terhadap kaum Muslim. Mulai dari pelurusan arus opini, memberi peringatan keras, hingga mengeluarkan kekuatan militer untuk melumpuhkan para pelaku persekusi.
Tidak seperti sistem sekuler saat ini yang mengerdilkan kekuatan umat Islam melalui batas-batas nasionalisme. Akibatnya, tekad kaum muslimin untuk membebaskan saudaranya di berbagai belahan dunia dibatasi oleh teritorial negara. Sebagai contoh, Bangladesh memiliki kualitas tentara militer yang tinggi. Namun kaum Rohingya tidak mendapati pertolongan dari kekuatan militer tersebut, padahal secara geografis jarak mereka cukup dekat. Itu disebabkan oleh sistem “nation state” yang mempersulit birokrasi negara untuk mengirim tentara ke negara lain.
Maka solusi hakiki dari permasalahan ini tidak lain adalah mengembalikan Khil4f4h sebagai perisai umat Islam. Sebab Rasulullah saw. sendiri mencontohkan bahwa Islam juga perlu ditegakkan sebagai sebuah Daulah. Sehingga masyarakat di bawah Daulah ini mendapatkan perlindungan maksimal dengan penerapan hukum Islam secara penuh (kaffah), baik dia muslim maupun non-muslim. Sebaliknya, orang-orang yang terbukti menumpahkan dara manusia tanpa hak akan diberi sakni keras tanpa kompromi.
Via
Opini
Posting Komentar