Opini
Sikap Individualisme, Tidak Sejalan dengan Aturan Islam
Oleh: Sunaini
(Aktivis Muslimah)
TanahRibathMedia.Com—Istilah individu kerap terdengar bahkan sudah menjadi pelajaran di sekolah-sekolah. Selain itu ada pula istilah individualisme yang sudah menyebar di tengah masyarakat. Individualisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) paham yang menganggap diri sendiri (kepribadian) lebih penting dari pada orang lain.
Paham individualisme ini telah banyak dianut tak terkecuali oleh kaum muslimin sendiri. Terlihat di tengah kehidupan pribadi maupun interaksi sosial. Namun, disayangkan mereka pun tidak memahami dari mana paham ini berasal. Bahkan suatu kesalahan besar telah mengambil paham ini dan diterapkan apalagi menjadi suatu kebanggaan.
Seperti ungkapan "Urus saja diri sendiri, jangan pedulikan urusan orang lain!" "Selamatkan diri, baru selamatkan orang lain!" "Kepentingan pribadi itu lebih utama," dan lain sebagainya.
Lantas, sebagai seorang muslim tentu mencari tahu kebenarannya. Apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah malah menjerumuskan kepada pemikiran kufur?
Kapitalisme-Sekularisme Melahirkan Individualisme
Perlu disadari bahwa keadaan umat Islam saat ini berada di bawah penjajahan pemikiran (ghazwul fikr).
Keadaan ini diperparah oleh lemahnya pengetahuan akan aturan Islam. Sebagian besar hanya mencukupkan diri dengan pendidikan umum. Sehingga kemunduran cara berpikir yang sangat jauh dari masa peradaban Islam dahulu. Akibat lemahnya pengetahuan dan tsaqafah Islam mengakibatkan tidak mampu memfilter pemikiran asing tersebut. Pemikiran asing itu adalah kapitalisme-sekularisme yang kemudian melahirkan paham individualisme.
Sekularisme merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan Islam itu hanya dipakai untuk ibadah yang memiliki syarat dan rukun saja seperti salat, puasa, zakat dan haji. Akan tetapi menurut sekularisme, setiap individu berhak untuk mengatur kehidupan sesuai keinginan sendiri seperti interaksi sosial, aturan berpakaian, mengadakan pesta dan muamalah. Jelas hal ini merupakan pemikiran yang tidak sejalan dari aturan Islam.
Ketika individualisme ini menjangkiti para kaum muslimin, tentu menjadi problem besar dalam kehidupan. Terjadinya sikap acuh tak acuh. Tidak peduli kepada orang lain. Hilangnya sikap simpati dan empati dan yang paling parahnya tidak mau peduli dengan nasib saudara seiman di belahan negara lain, seperti penjajahan di Palestina dan nasib Etnis Rohingya. Sebagai contoh banyak berita yang beredar yaitu penolakan masyarakat Aceh terhadap pengungsi Etnis Rohingya.
Islam, Agama yang Sempurna
Islam mengajarkan bahwa umat muslim di manapun berada adalah bersaudara. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati."
(QS Al-Hujurat:10).
Ayat ini menjelaskan kepada kita sebagai orang yang beriman, bahwa orang-orang beriman itu bersaudara. Tentunya makna persaudaraan ini melekat rasa satu perasaan diikat oleh aturan yang sama yaitu aturan Islam. Tanda bersaudara adalah mampu merasakan penderitaan saudaranya. Saling menguatkan di kala semangatnya menurun. Rela berkorban harta dan jiwanya.
Oleh sebab itu sungguh, pemahaman individualisme bukan datang dari Islam akan tetapi lahir dari pemikiran asing. Jangan sampai pemikiran asing ini pelan-pelan menghilangkan identitas Islam kita. Marilah mengkaji Islam secara menyeluruh agar tidak mudah terbawa kepada pemikiran asing dan senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Wallahu 'alam bisshawab.
Via
Opini
Posting Komentar